NovelToon NovelToon
The Legend Of The Shadow Eater

The Legend Of The Shadow Eater

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Iblis / Kutukan / TKP / Hantu
Popularitas:541
Nilai: 5
Nama Author: Senara Rain

Bagi Lira, Yash adalah mimpi buruk. Lelaki itu menyimpan rahasia kelam tentang masa lalunya, tentang darah dan cinta yang pernah dihancurkan. Namun anehnya, semakin Lira menolak, semakin dekat Yash mendekat, seolah tak pernah memberi ruang untuk bernapas.
Yang tak Lira tahu, di dalam dirinya tersimpan cahaya—kunci gerbang antara manusia dan dunia roh. Dan Yash, pria yang ia benci sekaligus tak bisa dihindari, adalah satu-satunya yang mampu melindunginya… atau justru menghancurkannya sekali lagi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senara Rain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

18

Ombak yang semula tenang tiba-tiba bergejolak. Air laut seolah mendidih, menimbulkan suara gemuruh tak wajar. Dari permukaan, asap hitam menetes, lalu menjulur naik membentuk sulur–sulur tipis menyerupai capit kepiting yang mengais pasir. Bau amis dan garam menusuk hidung.

“Yash…” bisik Lira lirih, tubuhnya kaku.

Tatapan Yash menajam, aura gelap di sekelilingnya bergetar. “Dia merasakan kehadiranmu, Lira.”

Dengan sigap Yash menarik Lira ke belakang punggungnya, melindunginya dengan tubuh tinggi tegapnya. “Tetap di belakangku.”

Sulur asap itu makin jelas, melata seperti binatang lapar. Lira menggenggam erat lengan Yash, suaranya bergetar. “Makhluk apa itu?”

“Banyuyuyu,” jawab Yash tanpa ragu, matanya tak lepas dari permukaan laut.

“Banyuyuyu? Apa itu?” tanya Lira cepat, rasa takut dan penasaran bercampur di nadanya.

“Legenda nelayan tua,” Yash menjelaskan cepat, nadanya rendah dan tertekan. “Roh laut yang mengambil jiwa lewat bayangan. Setiap kali ada nelayan hilang tanpa jejak, orang bilang mereka ditarik oleh Banyuyuyu. Dan sekarang… dia datang untukmu.”

Lira menelan ludah, jantungnya berdetak tak karuan. Ombak makin tinggi, sulur asap makin banyak, merayap ke arah mereka.

Yash menarik napas dalam, berusaha menstabilkan detaknya, lalu menoleh sekilas pada Lira. “Kamu harus lari, Lira. Semakin dekat kau dengan dia, semakin besar resikonya. Aku akan menghalanginya.”

Lira menatap Yash dengan mata berkaca, lalu mencengkram lengannya kuat–kuat, seakan enggan melepaskan. “Yash… hati-hati,” katanya lirih.

Sekilas senyum tipis terlukis di wajah Yash, meski sorot matanya tetap tajam. Dia mengangguk mantap.

Lira akhirnya melepaskan genggamannya, berbalik, dan berlari sekuat tenaga menjauh, pasir berhamburan di belakangnya. Nafasnya berat, sementara di belakang, suara gemuruh ombak dan dentuman aneh dari pertempuran yang akan pecah mulai terdengar.

Begitu Lira berlari menjauh, Yash maju satu langkah, berdiri tepat di bibir pantai. Angin malam mengibaskan rambutnya, cahaya bulan menimpa wajahnya yang penuh tekad.

Sulur–sulur hitam Banyuyuyu merambat cepat, menghantam pasir dan meninggalkan bekas gosong. Air laut meletup, dan dari dalamnya muncul sosok kabur menyerupai bayangan raksasa, matanya bersinar kehijauan.

Yash mengangkat sebelah tangannya, telapak terbuka. Aura hitam pekat menyembur dari tubuhnya, berkilau seperti serpihan cahaya malam. Lalu, di genggamannya, cahaya itu memadat, membentuk sebilah pedang panjang berwarna keperakan yang berkilau dingin di bawah sinar bulan. Senjatanya berdesir halus, seperti berbisik dalam bahasa yang tak dimengerti.

“Jangan coba mendekatinya,” suaranya berat, dingin, namun tenang. “Selama aku di sini, kau tak akan menyentuh Lira.”

Sulur itu meluncur ganas ke arahnya. Dalam sekejap Yash melompat, tubuhnya melesat ringan seperti anak panah. Dengan satu ayunan pedangnya, kilatan keperakan berpadu dengan aura gelapnya, membentuk sabit cahaya yang membelah sulur itu hingga hancur menjadi kabut tipis.

Banyuyuyu meraung, suara gemuruhnya membuat air laut berguncang. Ombak setinggi rumah menghantam ke pantai. Tapi Yash berdiri tegak, tak bergeming sedikit pun. Ia hanya mendongak sedikit, senyumnya muncul samar.

“Kalau kau kira aku akan gentar… kau salah besar.”

Makhluk laut itu melepaskan puluhan sulur sekaligus. Yash berputar cepat, pedang keperakannya menoreh udara, memancarkan percikan gelap yang beradu dengan cahaya bulan. Aura hitamnya meledak, membentuk sayap transparan di punggungnya. Setiap kepakan sayap, setiap tebasan pedang, menghancurkan sulur yang menyerang, memecahnya menjadi kabut yang lenyap di udara.

Lalu, dengan gerakan elegan, ia menancapkan pedangnya ke pasir. Dari bilahnya, muncul kilatan gelap yang berputar seperti pusaran. Retakan bercahaya hitam menyebar cepat ke depan, dan begitu mencapai Banyuyuyu, pusaran itu meledak. Ombak terbelah, dan makhluk itu menjerit keras, tubuhnya terurai perlahan ke dalam kabut laut.

Lira berlari menjauh dari pantai. Napasnya memburu, udara dingin menusuk kulitnya, namun ia tak berhenti sampai mencapai ujung sebuah gang yang menuju jalan besar.

Tiba–tiba langkahnya terhenti. Dari ujung jalan, kepulan asap hitam menggumpal, perlahan memadat membentuk sosok. Bayangan itu merekah menjadi tubuh seorang pria—tinggi, tegap, dengan rambut perak agak panjang yang berkilau samar dalam cahaya lampu jalan. Aura dingin dan mengerikan memancar darinya, membuat udara seakan menekan.

Pria itu melangkah pelan, setiap jejaknya diiringi retakan samar pada aspal, seolah dunia menolak kehadirannya. Senyumnya tipis, namun matanya menyimpan kegelapan.

“Hai…” suaranya dalam, menyeret, namun tenang. “Akhirnya kita bisa bertemu langsung. Aku dulu hanya melihatmu dari jauh… tapi sekarang, setelah melihat wujud reinkarnasimu yang jauh lebih kuat…” ia tertawa pendek, dingin. “…aku yakin adikku yang lemah itu tak akan pernah mampu membunuhmu lagi.”

Lira menegang, kedua tangannya terkepal. “Siapa kau?”

Pria itu berhenti hanya beberapa langkah darinya, lalu sedikit membungkuk seolah memperkenalkan diri dalam permainan elegan.

“Aku? Aku Lysander.” Bibirnya melengkung ke atas, matanya berkilat penuh ejekan. “Kakaknya Yash. Cinta pertamamu.”

Tawanya kali ini lebih panjang, bergaung di antara dinding gang yang sempit.

“Tenang, aku tidak akan menyakitimu… setidaknya, untuk sekarang.” Ia menoleh sedikit ke langit, seakan membiarkan ancaman itu menggantung. “Nikmati dulu… kejutan–kejutan kecil dariku. Anggap saja hadiah pertemuan.”

Dengan gerakan halus, ia menjentikkan jarinya. Asap hitam melesat, berubah menjadi rantai bayangan yang melilit tubuh Lira, menariknya keras ke tengah jalan. Lira berusaha melawan, namun rantai itu semakin menjerat, membuatnya terhuyung.

Sementara Lysander hanya berdiri di sana, tersenyum puas, seolah menikmati setiap detik penderitaan itu.

Lira menggeliat, berusaha melepaskan diri dari jeratan rantai bayangan. Tubuhnya menegang, matanya menyala oleh tekad. Namun rantai itu justru makin erat, dingin seperti es yang menembus kulit.

Lysander mendekat, berhenti hanya sejengkal darinya. Wajahnya condong, napasnya menyentuh telinga Lira—suara lirihnya bagai bisikan racun.

Ia mengusap rantai bayangan itu dengan jemari panjangnya, seakan memperlihatkan pada Lira betapa kuat kuasanya.

“Dengarkan baik-baik. Kau akan bertanya-tanya mulai sekarang: siapa sebenarnya Yash di sisimu? Pelindungmu… atau penghancur terbesarmu?”

Tawa pelan lolos dari bibirnya, bergema di telinga Lira seperti ejekan yang tak bisa hilang.

“Dan ketika kau akhirnya menemukan jawabannya…” Lysander menegakkan tubuhnya, sorot matanya merendahkannya habis-habisan. “…aku akan kembali untuk menyaksikanmu hancur dengan mataku sendiri.”

“…setiap kali kau merasa aman di sisi Yash, ingatlah satu hal—dialah alasan Arum mati. Dan cepat atau lambat… dia akan menjadi alasanmu juga.”

Ia tersenyum tipis, menepuk pundak Lira ringan seperti seorang kakak yang memberi salam perpisahan.

“Kita akan bertemu lagi… dan kali berikutnya, aku pastikan kau tak akan bisa lari.” Ia berbalik, tubuhnya larut dalam asap hitam, namun rantai bayangan itu tidak ikut lenyap. Justru semakin mengeras, membiarkan Lira terikat di tengah jalan yang sunyi, tak mampu bergerak.

Hanya pikirannya yang masih bergejolak, penuh pertanyaan: Apa maksudnya? Yash… cinta pertamaku… alasan Arum mati?

Sementara itu, langkah Lysander sudah hilang bersama kabut malam, meninggalkan Lira sendirian dengan beban yang tak bisa ia lepaskan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!