Cinta itu buta, mengaburkan logika dan hati nurani. Itulah yang Andien alami dalam pernikahannya bersama Daniel.
Setelah lima tahun berusaha mengembalikan perusahaan Barmastya ke performa yang lebih baik, pada akhirnya Andien tetap dibuang oleh sang suami begitu cinta pertamanya kembali.
Bukan hanya waku, perasaan, namun juga harta dan pikiran telah Andien curahkan kepada suami dan keluarganya pada akhirnya hanya satu kata yang didapatkannya “Cerai” dan diusir tanpa membawa apapun, terlunta-lunta dijalan dan terhina.
Disaat tengah merenggang nyawa, Andien yang terkapar dipinggir jalan tiba-tiba terselamatkan oleh sebuah keajaiban yang memberinya sebuah system bernama Quen System.
Dengan bantuan system, Andien bangkit. Menjadi sosok wanita sukses, kuat dan kaya raya. Diapun membalas semua perbuatan buruk sang suami dan orang-orang yang menyakitinya satu persatu dimasa lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julieta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
NEGOISASI
“Kebetulan, pemilik lahannya sedang ada bisnis di kota hujan, mungkin sebentar lagi sampai”, ucap mang Asep, penjaga lahan 3.000 hektare milik Clarissa yang system berikan.
Baru saja mang Asep menutup mulut, sebuah mobil Rolls Royce Cullinan Black Badge keluaran terbaru datang menghampiri.
Melihat gadis muda yang sangat cantik keluar dari dalam mobil, semua orang terdiam, terpesona dengan kecantikan yang anggun tersebut.
Tampaknya, pesona yang telah Clarissa upgrade tak main-main, bahkan satu pria tua yang ada diantara para pria berusia empat puluh tahunan yang ada disana, memakai peci hitam yang gadis yakini sebagai mang Asep pun terbelalak, bahkan mulutnya terbuka lebar dengan binar mata penuh kekaguman.
“Mang Asep, ini siapa?”, tanya Clarissa sambil menyalami lelaki tua itu dengan sopan.
“Ini non, ada orang dari Ciptadaya Grup sedang mencari lahan, dan kebetulan melihat dan tertarik dengan lahan milik non, jadi mampir kesini untuk mensurvey”, ucap mang Asep menjelaskan.
Melihat jika yang datang sang pemilik lahan, Rendi, asisten pribadi Dipta yang hari ini mewakilinya karena sang bos ada urusan mendesak di kota S pun berjalan maju sambil mengulurkan satu tangannya sebagai perkenalan yang disambut baik oleh Clarissa.
“Perkenalkan, saya Rendi, perwakilan dari Ciptadaya Grup, dan ini dua rekan saya Pak Emil dan Pak Yanto. Kami tertarik dengan lahan yang nona Clarissa miliki dan berniat untuk membelinya”, ucap Rendi menjelaskan maksud dan tujuannya.
“Apa bapak-bapak sekalian sudah mensurvey lokasinya?”, tanya Clarissa sopan.
Melihat pria bernama Yanto mengangguk, Clarissa pun kembali bersuara. “Saya rasa membicarakan hal penting seperti ini disini kurang nyaman, bagaimana jika kita pergi ke rumah makan saung yang ada disebelah sana”, ujarnya sambil menunjuk rumah makan tradisional yang tak jauh dari lokasi tanah milik Clarissa.
Melihat matahari semakin terik dan ini sudah waktunya makan siang, merekapun tak keberatan dengan undangan yang Clarissa berikan.
Bukan tanpa sebab Clarissa mengajak mereka kesana, selain menjamu, dari rumah makan tradisional tersebut dapat dia lihat akses gerbang tol yang baru akan dibuka akhir bulan ini dan jalan utama menuju kantor pemerintahan terpadu yang baru yang rencananya akan segera dibangun bulan depan. Hal ini tentunya bisa menjadi nilai tambah dalam negosiasi yang akan mereka bicarakan nanti.
Begitu menu sudah dipesan, ketiga perwakilan dari Ciptadaya Grup pun segera buka suara. “Berapa harga yang nona Clarissa buka untuk lahan ini?”, tanya Rendi to the point.
Clarissa tersenyum tipis sambil mengeluarkan proposal penawaran yang sudah dia siapkan. “Saya tidak ingin menjual lepas, tapi ingin bekerja sama dengan perusahaan bapak”, ujarnya sambil menyodorkan proposal kepada Rendi.
Kening Rendi berkerut, sebelum pria itu membuka mulut, Clarissa lebih dulu menginterupsinya. “Saya memiliki 3.000 hektare lahan di kota pelajar, posisinya strategis, ada di pusat kota. Jika kerjasama di kota hujan ini berhasil, mungkin kita bisa melanjutkannya disana”, ujarnya yang lagi-lagi menyodorkan sebuah dokumen, kali ini bukan proposal melainkan fotocopy lahannya yang ada di kota pelajar.
“Sebaiknya, bapak pelajari dulu dan coba didiskusikan dengan pimpinan bapak. Peluang besar ini, saya rasa Ciptadaya Grup tak akan melewatkannya begitu saja bukan”.
Melihat betapa cerdasnya gadis muda yang ada didepannya, Rendi pun mulai tertarik dan segera membuka proposal penawaran kerjasama yang ada dihadapannya.
Sebagai asisten pribadi Dipta, Rendi sudah mendampingi CEO Ciptadaya Grup tersebut selama delapan belas tahun, melihat proposal penawaran yang diberikan Clarissa, senyum kekaguman tak bisa dia sembunyikan.
Dia sama sekali tak menyangka jika gadis semuda Clarissa bisa memiliki pemikiran bisnis yang dalam seperti ini. Apalagi dia memegang kartu As, yang bisa membuat CEO Ciptadaya Grup mungkin akan mempertimbangkan proposal penawaran ini dan lebih hebatnya lagi mungkin akan menyetujui penawaran kerja sama yang gadis itu berikan. Jika hal itu terjadi, maka Clarissa merupakan orang pertama, seorang pemilik lahan berubah menjadi patner bisnis.
“Saya tak menyangka nona Clarissa memiliki pemikiran bisnis sedalam ini”, ujar Rendi.
“Ada kue besar yang enak didepan mata, kenapa harus saya lewatkan. Bukan begitu bapak Rendi?”, jawaban Clarissa membuat pria berusia empat puluh dua tahun itu terkekeh pelan.
Begitu makanan datang, keempatnya pun menikmati santap siang dengan nuansa tradisional sambil sesekali membahas beberapa hal ringan mengenai perkemabngan bisnis di tanah air.
Silvi dan mang Asep yang ada dimeja lain, tak jauh dari mereka saat ini tengah khusyuk menyantap hidangan didepan mereka dengan lahap.
Meski tampak fokus, namun Silvy tak melepaskan pengawasannya kepada Clarissa, sebagai bos dan orang yang harus dia jaga keselamatannya.
Sementara Rendi, Emil dan Yanto, semakin mereka berbincang dengan Clarissa, semakin mereka kagum akan pola pikir gadis muda yang tak sesuai usianya, dimana gadis muda berusia 19 tahun seperti Clarissa biasanya hanya tahu cara bersenang-senang dan menghabiskan uang bukan cara berbisnis dan menghasilkan uang seperti ini.
Tanpa mereka ketahui jika Clarissa merupakan gadis yang telah mandiri sejak kecil. Bahkan usaha percetakan yang didirikannya dulu, mulai dia buka sejak dia duduk dibangku SMA, menyisihkan penghasilan kerja part time yang dilakoninya setelah sekolah.
Awalnya, usaha percetakannya dalam skala kecil, dengan membeli alat fotocopy dan print yang jadi satu, ditaruh dalam rumah kecil yang dikontraknya, hingga dia bisa membeli mesin fokopi besar dan pada akhirnya berkembang hingga memiliki tiga cabang di tiga kampus di kota M, dengan omset ratusan juta sebulan.
Tak ada yang tahu jika jalan hidupnya sudah sangat keras sejak kecil. Besar dipanti asuhan dan diuasir dari panti ketika kelas empat SD karena mereka sudah tak sanggup membiayainya dan lebih mengutamakan anak yatim piatu yang masih bayi, dengan usia semuda itu, Clarissa dituntut untuk bisa mandiri, hingga membentuknya penjadi pekerja keras seperti saat ini.
Apalagi kegagalannya dalam berumah tangga dan sempat menjadi bodoh karena cinta, Clarissa yang tak ingin mengulang kesalahan yang sama tentunya akan lebih fokus terhadap karirnya dan tak lagi melewatkan kesempatan yang ada, begitu ada peluang, berusaha mengepakkan sayapnya lebar-lebar dan terbang setinggi mungkin, meraih kebahagiaan dengan caranya sendiri.
“Saya dapat bocoran, jika pembangunan kantor pemerintahan daerah yang baru ini akan dilaksanakan bulan depan. Semakin cepat kerjasama ini terjalin, maka akan semakin cepat juga kita mendapatkan keuntungan. Untuk sertipikat dan semua perijinan, saya akan bantu urus. Pihak Ciptadaya Grup tinggal menanggani masalah pembanggunan dan pemasaran saja. Bukankah hal itu sangat menguntungkan dan menghemat waktu”
Apa yang Clarissa ucapkan, membuat Rendi tercerahkan dan merasa jika mereka bekerjasama, ini akan sangat menguntungkan.
Clarissa yang melihat respon positif dari Rendi merasa sangat puas. “Kemampuan lobbying yang system berikan ini benar-benar hebat”, gumannya dalam hati.
[Tentu saja. System tak akan memberi reward yang tak menguntungkan bagi Host]
Clarissa yang sudah mulai terbiasa dengan celetukan system yang tiba-tiba hadir disaat dia tengah berguman dalam hati, mencoba untuk mengujinya.
“Menurutmu, kerjasama yang aku tawarkan bagaimana? Disetujui atau tidak?”, tanya Clarissaa penasaran.
[85 persen disetujui]
Melihat keoptimisan system, Clarissapun merasa optimis jika kerjasama pertamanya dibidang realestate ini akan berjalan dengan baik.
Jika ini berhasil, maka bisa dia jadikan pijakan awal untuk terus mengembangkan usaha di bidang yang memiliki keuntungan besar seperti ini.
lanjuut