NovelToon NovelToon
Gara-gara Buket Bunga

Gara-gara Buket Bunga

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Seiring Waktu
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: hermawati

Disarankan membaca Harumi dan After office terlebih dahulu, agar paham alur dan tokoh cerita.


Buket bunga yang tak sengaja Ari tangkap di pernikahan Mia, dia berikan begitu saja pada perempuan ber-dress batik tak jauh darinya. Hal kecil itu tak menyangka akan berpengaruh pada hidupnya tiga tahun kemudian.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hermawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Masa Lalu Katanya

Sesuai kesepakatan, kini Ari mengantar dan menjemput Sandi. Mereka juga sarapan dan makan malam bersama.

Minggu pertama semuanya lancar dan tak ada kendala apapun. Pun saat libur akhir pekan berikutnya, Ari kembali mengajak Sandi jalan-jalan ke luar kota. Lebih tepatnya bertandang ke rumah Anggara, adik kandung Anggita.

Sandi diperkenalkan sebagai pacar Ari yang baru. Angga biasa disapa, sempat terkejut karena ini pertama kalinya dia berkenalan dengan pacar Ari setelah sekian lama.

Mereka mengunjungi beberapa tempat wisata, berkuliner ria dan tak lupa memborong beberapa oleh-oleh dari tempat yang mereka kunjungi.

Liburan singkat itu, hanya berlangsung selama dua hari satu malam. Mereka kembali pada Minggu malam, dengan menaiki pesawat menuju ibu kota. Sandi baru tiba di depan kamar kos nya, mendekati waktu tengah malam.

"Dari mana Lo? Gue perhatiin udah dua pekan, liburan terus bareng Mas Ari."

Sandi yang hendak membuka kunci kamar, sontak menoleh. Dia mendapati, tetangga kos sedang menatap ke arahnya. "Kakak ngomong sama saya?" Tanyanya, sambil menunjuk wajahnya sendiri.

"Ya iyalah, cuma ada elu di sini." Sahut perempuan yang mengenakan dress satu tali, dengan nada ketus.

Tumben sekali tetangganya itu, ingin tau urusannya. "Memang kenapa, kak? Apa ada masalah?" Tanyanya. Entah mengapa hari ini rasanya lebih sensitif, tadi saja Sandi hampir menangis ketika Ari kembali meledeknya.

"Ya gue cuma ingetin aja, jangan kelewat baper. Mungkin aja dia mau memanfaatkan keluguan Lo sebagai orang kampung."

Sandi tau dan sadar, dia dan Ari bahkan sudah sepakat untuk saling memanfaatkan demi sebuah 'move on'. "Emang kenapa kak? Apa kakak termasuk 'korban' dari Mas Ari?" Tanyanya. Tapi sejak kapan dirinya bisa seberani ini? Apa ada yang salah dengan isi kepalanya?

Seingatnya selama liburan, dia sama sekali tak terbentur atau mengalami guncangan di kepala. Kenapa bisa dirinya berubah segampang ini?

"Gue nggak ya, dia bukan tipe gue. Tapi anak-anak kosan sini ada beberapa, jadi korban."

Sandi urung membuka pintu kamar, dia lebih memilih menghampiri tetangga kamarnya. Sandi sudah terlanjur penasaran. "Memangnya Mas Ari ngapain mereka, kak?" Tanyanya.

"Mana gue tau," perempuan itu menaikan bahunya. "Cuma setau gue, mereka pada nangis dan pernah gue dengar maki-maki itu laki."

"Ohhh ... Gitu ya?" Sandi menutup mulutnya, namun setelahnya dia membuka mulutnya dan tersenyum. "Tapi jujur, saya nggak peduli juga. Toh itu masa lalu, yang penting sekarang Mas Ari lagi sama saya." Ujarnya. "Udah ya, kak! Saya masuk dulu, saya mau istirahat. Capek banget abis ditraktir banyak oleh-oleh sama pacar saya."

Sandi bahkan tak peduli dengan umpatan yang terdengar di indera pendengarannya. Yang jelas, itu tertuju padanya. Dia membuka pintu kamar dan melangkah masuk.

***

Pagi harinya seperti biasa, Ari mengantarkannya berangkat ke kantor. Kali ini menggunakan mobil, karena Sandi membawa satu kardus oleh-oleh yang akan dia bagikan untuk rekan satu divisinya.

"Semalam tetangga sebelah tegur aku, supaya aku nggak baper sama kamu." Ungkap Sandi. Salah satu kesepakatan adalah untuk saling jujur dan tak boleh ada yang ditutupi.

"Oh ... Melda," Ari hanya melirik sekilas. "Ngomong apa dia ke kamu?"

Sandi memperagakan bahasa tubuh dan cara bicara tetangganya. Entah mengapa, dirinya yang biasa kalem. Kini bertingkah berani, bahkan di depan lawan jenis.

Bukannya membantah atau memberi penjelasan. Ari justru meledakan tawanya, lagi-lagi dia merasa gemas dengan perempuan yang berada di sampingnya.

"Malah ketawa, ini kamu lagi dijelek-jelekkan loh!" Sandi mendengus kesal.

"Ya seperti yang kamu bilang, itu kan cuma masa lalu. Sekarang Aku ini pacar kamu." Sahut Ari. "Aku ketawa, karena lihat ekspresi kamu yang buat aku gemes."

Sandi menggeleng tak setuju. Sekali lagi, hanya Ari satu-satunya manusia yang mengatakan dirinya lucu dan menggemaskan. "Kamu abis anterin aku, mending ke rumah sakit mata deh. Aku saranin kamu periksa mata, kali aja ada masalah."

"Mata aku sehat kok, buktinya aku masih bisa nyetir tanpa kaca mata." Ari menyangkal.

"Periksa aja deh, soalnya kamu doang yang bilang aku lucu. Padahal aku sering dibilang judes loh!"

"Mereka Nggak tau sisi lain kamu." Ujar Ari. "Sepertinya keputusanku tepat kali ini." Gumamnya pelan.

"Iya mas, kamu ngomong apa barusan?" Tanya Sandi, sepertinya dia mendengar lelaki di balik kemudi itu sedang bergumam.

"Nggak ah."

Lalu Sandi meminta penjelasan, tentang siapa saja penghuni kos yang Ari dekati. Ari pun menjelaskannya tanpa ada yang ditutupi. Intinya setiap Ari membetulkan sesuatu yang rusak di kosan, beberapa penghuni mencari perhatian padanya. Awalnya Ari menanggapi, dan menyambut niat mereka. Tapi setelah tau arah tujuan sebenarnya, Ari memutuskan menjauh. Atau obrolan yang tidak nyambung tentunya.

"Emang niat apaan?" Dari semua penjelasan, ini yang ingin Sandi tanyakan.

"Serius kamu mau dengar?" Ari menepikan mobilnya, kebetulan mereka sudah tiba di belakang gedung kantor tempat Sandi bekerja.

Gadis yang hari ini mengenakan dress salur, menganggukkan kepalanya kencang dan menatap Ari penasaran.

"Tapi setelah aku ngomong ini, kamu jangan jauhin aku ya? Dan tolong hargai kejujuran aku." Kata Ari Khawatir, dia juga memegang erat tangan Sandi.

"Iya-iya aku nggak akan jauhin kamu."

"Emmm ..." Mata Ari menatap langit-langit mobilnya, sedang menyusun kata-kata yang pas. Dia takut dicap negatif oleh gadis ini.

"Ihhh ... Cepat ngomong." Sandi mulai tak sabar.

"Ngajakin aku ..." Ari melepaskan tangan Sandi, dia menelungkupkan kepalanya pada setir kemudi. "Sayang ... Aku nggak jadi ngomong, aku takut kamu benci. Jujur aku udah nyaman sama kamu, meskipun baru sebentar kebersamaan kita." Katanya ragu.

Ini pertama kalinya Ari memanggilnya dengan sebutan 'sayang'. Mudah sekali membuatnya salah tingkah. Sandi bahkan lupa perbincangan yang sedang mereka bahas.

"Kenapa kamu diam? Apa kamu marah?" Ari memegang lengannya.

Saat ini Sandi membelakangi lelaki itu, untuk menyembunyikan rona merah di pipi. Begitu lengannya dipegang, dia menoleh. "Ada apa sih mas?" Tanyanya balik.

"Seperti yang kamu bilang pada Melda, kamu nggak peduli dengan masa lalu aku bukan? Apa nggak sebaiknya, kamu nggak perlu tau? Yang penting sekarang aku sama kamu." Ari menatapnya dengan tatapan memohon.

Aish ... Sandi lengah sejenak. "Apa kamu pernah tidur sama mereka? Karena ada drama nangis-nangis dan maki-maki kamu."

Ari menggeleng, "satu-satunya perempuan yang pernah aku tiduri adalah manta calon istriku dulu. Dengan mereka aku tidak sampai tahap itu, kok!" jelasnya. "Sumpah." Ari menunjukkan dua jarinya.

"Kalau nggak sampai bobo bareng, nggak mungkin cewek sampai nangis-nangis." Sandi menyahut. "Tapi mas, kita kan cuma pura-pura pacaran. Jadi nggak usah terlalu serius." Sambungnya. "Aku keluar dulu, tolong buka bagasinya." Sandi melepas sabuk pengamannya dan keluar dari mobil.

Ari melebarkan matanya, dia melakukan hal yang sama dan menghampiri gadis itu. "Biar aku yang bawa." Katanya begitu membuka bagasi.

"Nggak usah, aku bisa sendiri." Tolak Sandi mentah-mentah.

"San ..." Ari menahan tangan yang hendak meraih kardus berisi oleh-oleh. "Jadi gini kan, kamu marah!!"

"Aku nggak marah, aku mau masuk. Kalau aku telat, potong gaji. Kamu mau tanggung jawab?" Sandi sempat melihat ke arah jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Kurang lima menit lagi, batas absen masuk.

Tangan kiri Ari masih menahan tangan Sandi, sedangkan tangan kanannya merogoh dompet di saku belakang celananya. Lalu menyodorkannya pada gadis yang sekarang diakui sebagai pacarnya. "Ambil, aku ganti potongan itu. Asal kamu jangan marah."

Sandi melongo, menatap dompet hitam yang disodorkan padanya. "Ayo ambil, asal kamu jangan marah sama aku." Ari sedikit meninggikan suaranya.

Tersadar, Sandi menepis tangan yang sedang memegang pergelangan tangannya. "Aku nggak marah, jadi lepasin tangan kamu sekarang juga. Aku mau masuk kerja dan nggak mau gajiku dipotong. Aku ini staf baru di sini." Setelah mengatakannya, Sandi mengangkat kardus sendiri dan dengan sedikit berlari. Dia masuk ke gerbang belakang gedung.

1
bunny kookie
top deh pokoknya 👍🏻💜💜
nabila anjani: Ka up lagi dong
Mareeta: tapi yang subscribe cuma 5 orang 😔
jelek kali ya cerita ini?
total 2 replies
nabila anjani
Kak up lagi dong
Mareeta: udah aku up lagi ya
total 1 replies
bunny kookie
up lagi gak kak 😂
Mareeta: aku usahakan pagi ya kak
total 1 replies
bunny kookie
lanjut kak ☺
bunny kookie
nyampek sini aku kak thor ☺
Mareeta: terima kasih 😍 aku ingat dirimu pembaca setia karyaku
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!