"Aku tidak mau dijodohkan! Bukankah kalian semua tau kalau aku sudah memiliki kekasih? " "Kami semua tau nak, tapi tidak bisakah kamu menolong papa sekali ini saja, ? " "Tidak! Yang menjadi anak dirumah ini bukan hanya aku saja, masih ada Melodi di rumah ini, kenapa bukan dia saja yang kalian jodohkan! "
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alizar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15
Dea menatap Tony dengan mata yang berkaca-kaca, hatinya hancur mendengar semua tuduhan itu. Dia tidak bisa mempercayai bahwa Arhan, anak yang dia besarkan dengan penuh kasih, mungkin telah terjerumus dalam iri hati yang begitu dalam. Ruangan itu terasa begitu sempit, dinding-dindingnya seakan mendesak masuk.
"Tony, ini tuduhan yang serius. Apakah kamu yakin dengan semua ini?" suara Dea bergetar, mencoba mencari kejelasan di tengah badai yang mengamuk di hatinya.
Tony menghela napas berat, matanya tidak berpaling dari wajah ibunya itu. "Ma, bukti-bukti ini tidak berbohong. Lihatlah sendiri," katanya sambil menunjuk ke arah dokumen-dokumen yang tersebar di meja.
Dea menunduk, memeriksa lembar demi lembar, hatinya semakin berat. Foto-foto, rekaman percakapan, transaksi bank yang mencurigakan—semua menunjuk ke arah yang sama. Arhan, putra pertama nya, terlibat dalam skema gelap untuk mengambil alih semua yang mereka miliki.
Mata Dea semakin kabur oleh air mata, tangannya gemetar. "Bagaimana mungkin ini terjadi? Bagaimana mungkin, anakku...," suaranya tercekat, tidak mampu melanjutkan.
Tony mendekat, merangkul bahu istrinya dengan lembut. "Ma, kita harus kuat. Kita harus menghadapi ini bersama-sama. Arhan harus bertanggung jawab atas tindakannya."
"Arkan, " Panggil Dea lirih dan Arkan mendekati ibunya itu.
"Jadi ini alasan mengapa kamu berpura-pura lumpuh nak? " Arkan mengangguk. Tangannya terulur mengusap pelan pipi sang ibu.
"Iya ma, Selama ini Arkan gunakan sandiwara itu untuk mencari semua bukti buktinya. Itulah mengapa selama ini Arkan masih bersandiwara lumpuh meskipun Arkan sudah sembuh total sejak beberapa tahun yang lalu. " Jawab Arkan membuat Dea semakin menangis
"Ya ampun nak, " Dea tak bisa berkata kata lagi, Arhan. Putra pertamanya yang ia besarkan dengan penuh kasih ternyata begitu tega melakukan ini semua kepada adiknya.
Padahal dirinya dan Tony selalu bersikap adil kepada kedua anak mereka, tapi seperti nya memang Arhan lah yang tidak cukup dengan segalanya. Itulah mengapa ia juga ingin merebut apa yang Arkan miliki, hanya karena ia iri. Dirinya iri karena tidak bisa menyaingi adiknya sendiri.
Padahal apa yang Arkan punya selama ini baik itu dari rumah, apartemen, restoran, hingga perusahaan itu adalah hasil kerja keras Arkan sendiri selama ini. Dea dan Tony sama sekali tidak ikut campur atas apa yang sudah dimiliki Arkan.
Namun seperti nya, Arhan sudah salah paham dengan semuanya, Arhan mengira jika semua kekayaan yang dimiliki Arkan adalah dari Dea dan Tony.
Melihat Dea yang semakin menangis membuat Arkan menjadi tidak tega. Ia memegang kedua tangan ibunya itu dan menggenggam nya dengan erat. "Ma, pah. Maafin Arkan ya, seharusnya Arkan tidak melakukan ini semua. Seharusnya Arkan tidak merusak hari kebahagiaan mama dan papa. Seharusnya Arkan bisa memberitahu kan masalah ini secara pribadi saja tapi Arkan justru malah -"
"Arkan, stop nak. Ini bukan salahmu, tidak masalah acara ini menjadi kacau sekarang. Papa tau apa yang kamu lakukan ini adalah demi kebahagiaan kamu, mama dan juga papa. Beruntung kamu memberi tau segalanya dengan cepat nak. Jika terlambat saja, papa tidak tau apa yang akan terjadi selanjutnya. "
Di luar, langit menggumamkan petir, seolah-olah alam pun turut berduka atas tragedi yang melanda keluarga ini.
Langit mendung menggantung di atas rumah besar itu, petir bergemuruh seolah ikut merasakan kepedihan yang dirasakan oleh Tony dan Dea. Pesta pernikahan yang seharusnya menjadi kenangan manis, kini berubah menjadi lakon tragedi keluarga. Tenda-tenda yang semula berdiri megah, kini luluh lantak, seolah menggambarkan kekacauan yang terjadi di hati setiap tamu yang hadir.
Tony, dengan mata yang sembab, berdiri tegak di tengah kehancuran itu. Jantungnya terasa lega, namun ada kepedihan yang tak terhingga saat mengetahui bahwa salah satu darah dagingnya, Arhan, harus berurusan dengan hukum karena kejahatannya. Arhan, yang selama ini terlihat sempurna di mata semua orang, ternyata menyimpan sisi gelap yang begitu pekat.
Dea, sang ibu, duduk terpaku dengan air mata yang terus mengalir membasahi pipinya. Rasa kecewa dan sedih bercampur menjadi satu, bagai badai yang mengamuk di hatinya. Dia tak pernah menyangka bahwa anak yang dia besarkan dengan penuh kasih bisa melakukan hal yang tercela.
Di sudut lain, para tamu berbisik-bisik, merasakan keguncangan yang sama. Mereka menyaksikan bagaimana sebuah keluarga yang terlihat sempurna secara tiba-tiba terpuruk karena skandal yang menyeret nama baik keluarga ke dalam lumpur. Melihat semua kekacauan yang ada, akhirnya mereka semua pun memutuskan untuk pulang kerumah masing masing. Setelah mereka mengucapkan selamat dan berduka atas semua yang telah terjadi,
Apalagi dengan, petugas kepolisian yang sudah membawa Arhan pergi, lengkap dengan borgol yang melingkar di pergelangan tangannya. Mereka semua melihat bagaimana Arhan dibawa pergi, dengan kepala tertunduk, melangkah gontai meninggalkan puing-puing pesta pernikahan yang seharusnya menjadi simbol kebahagiaan tapi kini hanya menjadi kenangan pahit yang akan terus menghantui setiap langkah hidupnya.
Tapi mereka semua tidak tau isi dari kepala Arhan yang sebenarnya sudah merencanakan rencana licik untuk membalas Arkan, yang sudah mempermalukan dirinya didepan khalayak umum.
Di tengah kekacauan itu, Tony mendekati Dea, menggenggam tangan istrinya erat-erat. "Ini adalah awal yang baru, sayang," bisiknya lembut. "Kita akan melewati ini bersama-sama." Di bawah langit yang masih mengguruh, keduanya berdiri, memandang reruntuhan yang kini menjadi saksi bisu dari tragedi dan kelegaan yang bersamaan mendera keluarga mereka.
"Arkan, Melody. Pulanglah nak. Ini sudah terlalu larut, " Ucap Dea pada putra dan menantu nya.
"Tidak ma, kita malam ini menginap disini saja. Iya kan mas, " Jawab Melody dan memandang Arkan.
"Iya ma, Arkan dan Melody menginap disini saja. Kita akan membantu membersihkan semua kekacauan yang ada. Lagi pula, para tamu juga sudah pada bubar kan. "
"Yasudah kalau begitu, buk Salamah dan juga pak budi menginap juga ya disini. Ini terlalu malam untuk kalian pulang kerumah. Jarak rumah kalian dari sini begitu jauh, " Tony juga berujar kepada besan nya itu
Salamah dan budi melirik kearah Melody, melihat Melody yang mengangguk mau tak mau mereka pun setuju. "Kalau begitu, maudy saja yang pulang bu. Maudy ada urusan diluar. " Suara Maudy terdengar membuat mereka semua menatap nya
"Urusan? Urusan apa kak?, " Melody bertanya dengan alis yang berkerut samar
"Iya nak. Lagi pula ini sudah hampir tengah malam, memangnya urusan apa? " Tanya Salamah sedikit rasa penasaran
"Lagi pula, diluar sedang berguntur kak. Hujan sebentar lagi mau turun, lebih baik kakak jangan pergi. " Ucap Melody yang memang benar adanya
Maudy bingung. Pasalnya Arman tadi mengiriminya pesan untuk segera datang ke salah satu hotel yang berada dijalan x. Karena ada tamu yang harus ia layani sesegera mungkin. "Adalah pokoknya. Aku tidak bisa menginap, aku harus segera pergi. " Maudy langsung pergi begitu saja tanpa mendengarkan Teriakan ibunya yang terus memanggil namanya
"Sudahlah bu, mungkin urusan itu memang penting. " Ucap Melody mendekati Salamah. Meski sebenarnya dalam hati ia juga turut penasaran hal penting apa yang dilakukan oleh Maudy dijam yang sudah hampir tengah malam ini.
"Sudah sudah, kalau begitu ayo kita segera masuk. Seperti nya hujan lebat akan turun, " Ucap Arkan melihat keadaan diluar yang tampak mendung