'Apa - apaan ini?'
Aira Tanisa terkejut saat melihat lelaki yang baru saja menikahinya.
Lelaki itu adalah salah satu juniornya di kampus! Disaat Aira sudah menginjak semester 7, lelaki itu baru menjadi maba di kampus mereka!
Brian Santoso.
Lelaki yang dulu adalah mahasiswa dengan sikap dinginnya.
Dan sekarang Lelaki dingin itu telah resmi menikahinya!
Aira sangat lemas memikirkan semua ini. Bagaimana ia menghabiskan setiap harinya dengan lelaki berondong yang dingin itu?
Terlebih saat mereka menikah karena dijodohkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elis Hasibuan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15
"Ada apa?"
Brian yang baru saja pulang dari perusahaan Santoso dibuat bingung ketika memasuki kamarnya. Ia mendapati Aira yang berdiri di tengah ruangan, dengan posisi wanita itu yang bersedekap. Terdapata tatapan permusuhan di wajah Aira.
Brian tahu jika wanita itu sedang kesal kepadanya saat ini.
"Kamu bertanya ada apa?" Aira benar-benar merasa semakin kesal dengan sikap Brian yang terlihat begitu santai.
"Kenapa kamu melakukan hal tadi di perusahaan Brian?!" Aira berseru dengan kuat dan menumpahkan kekesalannya di kamar yang menjadi milik mereka berdua sekarang.
"Hal apa yang aku lakukan di perusahaan?"
Brian mengangkat sebelah alisnya melihat sikap permusuhan Aira. Ia dengan santai membuka jam tangan miliknya dan meletakkannya di atas meja sofa. Ia juga mulai melonggarkan dasinya dan melepaskannya.
Jasnya sejak tadi telah Ia lepas dan ia letakkan di atas sofa. Brian juga melepaskan kemeja itu hingga ia tidak mengenakan atasan apapun lagi.
"Kenakan bajumu!" Aira kembali berseru dengan kuat melihat Brian yang melepaskan pakaian atasnya. Sangat marah sekali.
Brian mendekati Aira dan mengabaikan seruannya untuk memakai baju. Lebih memilih mendekati Aira guna melihat reaksi wanita itu yang begitu kesal kepadanya.
"Kenapa kamu sangat kesal kepadaku? Ayo beritahu aku." Brian sedikit menunduk guna menyamakan tinggi mereka dengan Aira yang bertubuh mungil darinya.
"Kenapa kamu menciumku di perusahaan tadi?!" Tidak mau kalah, Aira akhirnya menyampaikan hal yang membuatnya melamun dan merasa kesal sepanjang hari ini.
"Aku hanya mencium istriku." Dengan santai Brian menjawab.
"Apakah ada masalah dengan itu?" Ia kembali meneliti Aira dan memandangi wanita itu dalam diam.
"Kita sudah sepakat tidak akan membeberkan pernikahan ini pada siapapun Brian!" Dengan menggebu-gebu Aira berbicara.
"Aku memang setuju dengan keinginanmu itu. Aku tidak mengatakan kepada siapapun bahwa aku telah menikah bukan?" Brian kembali menegakkan tubuhnya dan menikmati perdebatan mereka.
Menikah dengan Aira, mereka kerap berdebat karena pernikahan mereka yang tidak diinginkan oleh wanita itu. Lain halnya dengan Brian.
Entah akan seperti apa pemikiran Aira nantinya, jika ia tahu bahwa pernikahan ini terjadi karena usul Brian sendiri. Ia yang meminta papa dan Mamanya menjadikan Aira sebagai istrinya.
"Jika aku mau, aku bisa saja menciummu di depan mereka semua tadi." Brian tersenyum kecil dan mengunci tatapan Aira.
"Aku yakin jika tidak akan ada yang bisa menghentikanku saat itu." Ia mengangguk perlahan melihat Aira yang melotot.
"Aku tidak melakukan itu bukan? Aku menepati janjiku dengan tidak membeberkan pernikahan kita. Memilih menciummu di ruangan yang tidak ada siapapun di sekitarnya."
Penegasan kalimat yang disampaikan oleh Brian membuat Aira semakin kesal.
"Kamu tidak sepantasnya menciumku Brian! Itu salah!" Aira berseru kuat menyampaikan sikap Brian.
Dan sontak saja ucapan Aira membuat Brian menyorot tajam Aira.
"Apa maksudmu?" Brian memilih mendekati Aira dengan tatapan intimidasinya yang kuat.
"Aku tidak boleh menyentuh istriku sendiri, begitu? Dari mana ada cerita seperti itu Aira?!"
Aira yang tanpa sadar telah membuat Brian marah, seketika mundur ketika lelaki itu melangkah maju penuh ancaman.
"Pernikahan kita hanya perjodohan Brian." Aira mencoba mengingatkan.
"Meskipun itu perjodohan sekalipun! Tidak menutupi kenyataan, jika faktanya aku adalah suamimu! Dan Kamu adalah istriku!" Brian kembali berbicara dengan intimidasi yang kuat.
Aira yang bingung dan tidak tahu ingin berdebat seperti apa dengan Brian, hanya memilih diam saat ini.
"Bahkan jika aku menyentuhmu saat ini sekalipun. Tidak akan ada yang bisa melarang aku, walau itu kamu."
Aira melotot mendengar ucapan Brian.
"Kamu tidak percaya?" Dengan kekehan kecil Brian melihat tatapan Aira yang semakin melotot.
"Aku mengalah seminggu ini dan tidak memaksamu untuk melayaniku. Bukan berarti aku tidak bisa menyentuhmu hingga aku puas Aira." Kembali Brian berbicara membuat Aira seketika terdiam.
"Aku hanya ingin agar kamu terbiasa dengan pernikahan ini. Tapi bukan berarti aku akan diam saja, dan tidak menyentuh istriku sendiri."
Ucapan yang dilontarkan oleh Brian membuat Aira seketika menelan ludah. Alasan perdebatan mereka sepertinya telah melenceng jauh dari yang seharusnya.
Aira membuka mulut dan ingin berbicara kembali. Namun ia seketika terkejut ketika lelaki itu menunduk dan meraup pinggulnya dengan kuat.
"Apa yang kamu lakukan!!?"
Secara spontan Aira memeluk leher Brian saat lelaki itu mengangkatnya dengan tiba-tiba. Ia tentu saja ia tidak mau terjatuh dengan sikap Brian.
'Bruk!'
Tapi ia kembali terkejut saat tubuhnya dilemparkan oleh Brian ke tengah ranjang.
"Brian!" Aira mencoba bergerak untuk bangun.
Tapi seketika ia diam ketika Brian mendekat dan menindih tubuhnya. Laki-laki itu menahan pergelangan kedua tangan aira dan menekannya di atas kepala.
"Apa sikap diamku selama seminggu ini membuatmu makin besar kepala Aira?" Bisikan itu disertai dengan tatapan yang tajam da berkabut, membuat Aira diam dan menelan ludah semakin gugup.
Brian saat ini terlihat jauh lebih mengintimidasi.
"Jangan melakukan hal yang aneh-aneh." Aira mencoba mengingatkan. Mengesampingkan rasa gugupnya.
"Hal aneh apa yang aku lakukan rupanya?" Brian menundukkan kepalanya dan mengecup kembali leher Aira.
'Cup!'
Brian mengangkat wajah dengan tatapan mata yang disipitkan, melihat tidak ada tanda di leher Aira. Padahal tadi di perusahaan ia jelas sadar, telah membuat beberapa tanda di leher istrinya tersebut.
"Kamu menghilangkan tanda yang aku buat?" Suaranya yang terdengar pelan membuat Aira sedikit takut.
"Disaat aku memberikan tanda kepemilikanku di lehermu. Kamu menutupi itu Aira?' Brian mengelus bibir Aira dengan tangannya yang sebelah.
Aira yang mencoba memberontak dibuat diam ketika lelaki itu menindih tubuh Aira. Dengan kakinya yang sejak tadi memberontak seketika tidak bisa melakukan apapun.
Brian menjatuhkan tubuhnya di antara kaki Aira.
"Aku sudah berusaha sangat keras membuat tanda itu dan kamu menghilangkannya Aira. Itu membuatku sangat kesal." Brian kembali bersuara dan memandangi Aira dengan sorot tajam yang perlahan mulai berkabut.
" Aku tidak ingin menjadi bahan pembicaraan. Jika ada orang yang menemukan di leherku ada kissmark. Mereka tidak akan berhenti menggosipkan aku nantinya." Dengan sedikit perasaan kesal yang masih tersisa, Aira menjelaskan.
"Di saat setiap orang tidak tahu bahwa aku telah menikah, bukankah mereka akan membicarakan hal yang buruk mendapati tanda merah di Leherku?' Ia kembali berbicara dan melihat Brian dengan tajam.
Meski lelaki itu saat ini berada dalam jarak yang begitu dekat dan sedang meninggi tubuhnya. Aira tidak ingin kalah oleh intimidasi kuat Brian.
"Jika memang benar seperti itu keadaannya, Oke. Aku tidak akan membuatnya di lehermu lagi." Brian mengangguk secara perlahan.
Ucapan istrinya ini memang benar. Tidak ada yang mengetahui jika Aira telah menikah kecuali sahabatnya. Jika mereka melihat tanda merah di leher Aira. Tentu mereka akan membicarakan istrinya.
Namun bukan berarti ia tidak bisa memberikan tanda kepemilikannya di tubuh Aira bukan?
Tatapan mata Brian seketika berkilat dengan pikirkan itu. Ia memandangi Aira yang berada di bawah kuasa tubuhnya.
Melihat Aira seperti ini membuat Brian merasa berkuasa.
'Aku tidak akan membuat tanda di lehermu lagi."
Ucapan Brian membuat Aira tanpa sadar tersenyum untuk pertama kalinya. ia merasa lega karena lelaki itu tidak akan membuatnya menjadi bahan pembicaraan lagi.
"Tentu saja, aku bisa membuat tanda di tempat lain bukan?" Kembali ucapan Brian membuat Aira seketika melotot.
Kenapa ia merasa ucapan lelaki itu akan membuatnya berada dalam situasi yang sulit nantinya?
Aira semakin melotot saat Brian menurunkan tubuh dan menyatukan bibir mereka berdua kembali.
'Cup!'
Ciuman itu kembali dirasakan oleh Aira dengan lebih liar lagi.
.........................................