NovelToon NovelToon
Ranjang Kosong Memanggil Istri Kedua

Ranjang Kosong Memanggil Istri Kedua

Status: sedang berlangsung
Genre:Kaya Raya / Beda Usia / Selingkuh / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Di balik kemewahan rumah Tiyas, tersembunyi kehampaan pernikahan yang telah lama retak. Rizal menjalani sepuluh tahun tanpa kehangatan, hingga kehadiran Hayu—sahabat lama Tiyas yang bekerja di rumah mereka—memberinya kembali rasa dimengerti. Saat Tiyas, yang sibuk dengan kehidupan sosial dan lelaki lain, menantang Rizal untuk menceraikannya, luka hati yang terabaikan pun pecah. Rizal memilih pergi dan menikahi Hayu, memulai hidup baru yang sederhana namun tulus. Berbulan-bulan kemudian, Tiyas kembali dengan penyesalan, hanya untuk menemukan bahwa kesempatan itu telah hilang; yang menunggunya hanyalah surat perceraian yang pernah ia minta sendiri. Keputusan yang mengubah hidup mereka selamanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23

Setelah sarapan, Rizal segera meminta Riska untuk menginformasikan tim keamanan pribadi. Meskipun hanya berbelanja di mall, Rizal tidak ingin mengambil risiko sekecil apa pun.

Ia memastikan dua mobil dikerahkan: mobil mereka, dan satu mobil berisi empat petugas keamanan berbadan tegap yang menyamar sebagai bodyguard pribadi.

Rizal menggandeng tangan Hayu erat saat mereka berjalan menuju mobil. Hayu merasa sedikit canggung melihat pengamanan yang begitu ketat, tetapi ia mengerti bahwa ini adalah harga dari ancaman Tiyas.

Setibanya di salah satu pusat perbelanjaan paling mewah di Jakarta Selatan, Rizal langsung membawa Hayu menuju butik pakaian wanita.

“Pertama, kita harus urus lemari pakaian Ratu-ku,” ucap Rizal sambil tersenyum menggoda.

Hayu merasa tidak enak. Sejak menikah, ia memang belum sempat membeli pakaian baru, dan sebagian besar pakaiannya adalah pakaian kerja pembantu yang lama atau pakaian santai yang dibelikan Rizal saat ia masih bekerja.

Rizal memilihkan beberapa gaun santai, pakaian rumah sutra, dan beberapa setelan kasual bermerek yang tampak elegan. Saat pelayan butik membisikkan harga salah satu dress kepada Rizal, Hayu secara tidak sengaja mendengarnya.

Mata Hayu langsung terbelalak kaget. Ia segera meraih lengan Rizal dan menggelengkan kepalanya.

“Mas, jangan! Kita beli di pasar saja, Mas. Itu terlalu mahal. Aku tidak butuh pakaian semewah ini,” bisik Hayu dengan wajah tidak enak.

Rizal tertawa kecil, suara tawanya hangat dan menenangkan. Ia mencubit hidung Hayu gemas.

“Jangan khawatir, Sayang. Uangku nggak akan habis hanya untuk beli pakaian yang pantas dipakai oleh istriku. Kamu adalah Istri Direktur, Ratu di rumah kita. Pakaian ini hanyalah bagian kecil dari apa yang pantas kamu dapatkan,” jawab Rizal dengan nada penuh kasih, lalu berbisik kepada pelayan, “Tolong bungkus semua yang dicoba Ibu tadi.”

Hayu hanya bisa menganggukkan kepalanya pasrah.

Ia menyadari bahwa suaminya bukan hanya memanjakannya, tetapi juga ingin memastikan martabatnya sebagai nyonya rumah tercermin dalam setiap aspek kehidupannya.

Setelah selesai dengan pakaian, mereka melanjutkan ke lantai bawah menuju supermarket mewah untuk berbelanja kebutuhan pokok.

Rizal mendorong troli besar, sementara Hayu mulai sibuk memilih bahan-bahan segar.

“Aku akan buatkan kamu Cumi Asam Manis yang lebih banyak lagi malam ini, Mas,” ucap Hayu dengan mata berbinar.

Rizal tersenyum puas. “Aku akan tagih janji itu.”

Mereka segera berjalan ke bagian seafood.

Rizal tidak tanggung-tanggung, ia mengambil beberapa bungkus cumi segar berukuran besar, menumpuknya di troli.

Rizal memborong cumi dan bahan lainnya seperti udang, aneka sayuran hijau, dan bumbu-bumbu rempah yang langka, mengisi troli hingga penuh. Rizal bahkan mengambil beberapa botol wine mahal untuk koleksinya.

Sementara Rizal sibuk memborong daging dan seafood, Hayu membeli buah untuk salad dan berner roti untuk sarapan mereka di hari-hari berikutnya.

Hayu memilih bahan dengan teliti, memastikan semuanya segar, kembali ke kebiasaannya yang detail saat mengatur rumah tangga.

Saat mereka berbelanja, dua petugas keamanan menyamar berjalan beberapa langkah di belakang mereka, mata mereka tajam mengawasi setiap sudut lorong, memastikan tidak ada wajah asing yang mendekati Rizal dan Hayu.

Rizal sendiri tidak pernah melepaskan pandangannya dari istrinya, dan ia terus menggenggam tangan Hayu setiap kali mereka berpindah lorong.

“Mas, ini sudah terlalu banyak!” protes Hayu, melihat troli mereka yang menggunung.

“Tidak ada kata terlalu banyak, Sayang. Rumah kita harus selalu siap menyambut Ratu-nya. Ayo, kita bayar. Mas sudah lapar lagi, memikirkan Cumi Asam Manis buatanmu,” goda Rizal, mendorong troli menuju kasir.

Setelah semua barang selesai dibayar, Rizal dan Hayu segera diantar kembali ke mobil mereka, meninggalkan keramaian mall dengan perasaan yang lebih ringan dan lemari yang sudah penuh.

Saat Rizal dan Hayu berjalan menuju pintu keluar mall yang mengarah ke area parkir, Hayu melihat sebuah gerobak kecil di dekat pintu masuk yang menjual Dorayaki segar.

Aroma manis dari adonan yang dipanggang segera tercium.

Melihat jajanan itu, Hayu tiba-tiba teringat bahwa ia belum membelikan sesuatu yang manis untuk Rizal, dan ia juga ingin berterima kasih kepada para pengawal yang telah menjaga mereka dengan ketat.

"Mas, sebentar,” pinta Hayu, menarik lengan Rizal pelan.

“Ada apa, Sayang? Apa ada yang tertinggal?” tanya Rizal.

Hayu menunjuk ke gerobak Dorayaki itu. “Aku ingin membelikan Dorayaki untukmu, Mas. Dan untuk para pengawal juga. Mereka sudah bekerja keras menjaga kita.”

Rizal tersenyum bangga. Sikap Hayu tidak pernah berubah, selalu memikirkan orang lain, bahkan di tengah kemewahan dan ancaman.

Ia melihat bagaimana Hayu memperlakukan orang lain dengan hormat, dan itu membuatnya semakin mencintai istrinya.

“Tentu, Sayang. Ayo,” jawab Rizal.

Rizal menunggu di samping troli yang dipenuhi barang belanjaan, sementara Hayu berjalan ke gerobak Dorayaki.

Rizal memastikan empat pengawal yang menyamar itu tetap menjaga jarak aman, tetapi masih bisa melihat mereka dengan jelas.

Hayu memesan beberapa bungkus Dorayaki dengan berbagai rasa.

“Semuanya tolong yang paling enak ya, Pak. Untuk enam orang,” pinta Hayu kepada penjual dengan ramah.

Setelah membayar, Hayu kembali ke Rizal. Ia mengambil tiga bungkus dan menyerahkan salah satunya kepada Rizal.

“Ini, Mas. Untukmu. Rasa matcha kesukaanmu, kan?”

“Astaga, kamu ingat, Sayang? Aku senang kamu sudah kembali seutuhnya,” ucap Rizal, menerima Dorayaki itu dengan senyum lebar, terkejut dan terharu karena Hayu mengingat detail kecil kesukaannya.

Hayu kemudian berbalik ke arah dua pengawal yang berada beberapa langkah di belakang mereka.

Meskipun mereka berpakaian rapi layaknya eksekutif, Hayu tahu peran mereka.

“Bapak-Bapak, terima kasih banyak sudah menjaga kami. Tolong diterima ya. Kalian pasti lelah,” ucap Hayu dengan sopan, menyodorkan dua bungkus Dorayaki kepada mereka.

Kedua pengawal itu saling pandang, sedikit terkejut, namun segera menerima pemberian itu dengan hormat.

“Terima kasih banyak, Bu Hayu. Maaf, kami tidak bisa menerima,” jawab salah satu pengawal, sedikit sungkan.

“Ambil saja. Saya yang minta. Kalian sudah membuat saya merasa aman,” balas Hayu, memaksa dengan senyum tulus.

Para pengawal itu akhirnya mengangguk. “Terima kasih, Bu. Selamat menikmati.”

Rizal mengawasi interaksi itu dengan perasaan bangga yang membuncah. Hayu kini resmi menjadi Nyonya Firdaus, tetapi ia tetaplah Hayu yang rendah hati.

“Ayo, Sayang. Aku tidak sabar untuk mencicipi matcha ini sambil kita bahas rencana pembangunan benteng kita di rumah,” ajak Rizal, merangkul Hayu.

Mereka pun berjalan menuju mobil. Rizal tahu, memiliki Hayu di sisinya adalah kekayaan terbesarnya, dan ia akan melakukan apa pun untuk melindunginya.

Setelah mobil mereka tiba di halaman rumah, Rizal dan Hayu segera disambut oleh para asisten rumah tangga yang sudah dipekerjakan kembali.

Namun, Rizal menolak membiarkan mereka membawa semua belanjaan.

Ia hanya meminta mereka membantu membawakan tas pakaian dari butik, sementara troli besar berisi bahan makanan langsung dibawa Rizal dan Hayu ke dapur.

Di dapur yang luas dan modern, Hayu mulai mengeluarkan satu per satu belanjaan dari troli.

Rizal menarik kursi tinggi dan duduk di samping Hayu. Ia mulai membantu mengeluarkan bahan-bahan, membaca label, dan mengelompokkan barang-barang.

“Cumi, Udang, daging, ini semua masuk ke freezer,” ucap Rizal sambil memegang bungkus cumi yang diborongnya.

Hayu tersenyum melihat keseriusan suaminya. Ia meraih tangan Rizal yang hendak memasukkan buah ke tempat yang salah.

“Mas, sudah, biar aku saja,” kata Hayu lembut, mengambil alih buah-buahan itu dan meletakkannya di keranjang buah.

“Kamu kan seharusnya istirahat, Mas. Biar pembantu yang lain yang menata.”

Rizal menggelengkan kepalanya. Ia menarik Hayu mendekat dan mencium pipinya.

“Sayang, suamimu ini nganggur, jadi bisa bantu kamu,” goda Rizal.

“Lagipula, aku tidak mau kamu kelelahan. Kamu baru saja pulih. Kita bagi tugas, ya? Aku bantu pindahkan yang berat-berat, kamu yang atur penempatannya. Aku ingin menghabiskan waktu denganmu, meskipun hanya menata bawang.”

Hayu tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.

Melihat seorang Direktur perusahaan besar duduk di dapur, bersemangat menata bahan makanan, adalah pemandangan yang mengharukan.

Hal ini membuktikan bahwa bagi Rizal, status mereka tidak penting; yang penting adalah kebersamaan.

“Baiklah, Tuan Direktur,” balas Hayu, tertawa kecil.

“Kalau begitu, tolong pisahkan berner roti ini, Mas. Jangan sampai masuk freezer.”

Saat mereka asyik menata, Hayu tiba-tiba berhenti dan menatap suaminya. Hatinya dipenuhi rasa syukur yang meluap-luap.

“Mas, terima kasih untuk semuanya, ya,” ucap Hayu, suaranya tulus dan sedikit bergetar.

“Terima kasih karena sudah menyelamatkanku dari jurang itu, dari amnesia, dan dari keraguan. Terima kasih karena sudah menjadi suami yang luar biasa.”

Tanpa menunggu jawaban, Hayu memeluk tubuh suaminya erat-erat di kursi dapur, menyandarkan kepalanya di dada bidang Rizal.

Rizal membalas pelukan itu tak kalah erat, mengecup puncak kepala Hayu.

“Jangan berterima kasih, Sayang. Itu adalah tugasku. Tugas seorang suami untuk melindungi ratunya,” bisik Rizal.

“Sekarang, ayo kita lanjutkan menata. Kita punya banyak cumi yang harus segera masuk freezer, agar nanti malam bisa jadi Cumi Asam Manis yang paling lezat.”

Mereka pun melanjutkan kegiatan menata belanjaan, mengisi dapur dengan tawa dan kehangatan, seolah ancaman di luar sana tidak berarti apa-apa selama mereka bersama.

Hayu melepaskan pelukan itu sejenak, menatap Rizal dengan mata mengerjap.

“Mas, nggak bosan makan Cumi Asam Manis terus?” tanya Hayu, sedikit khawatir suaminya akan cepat merasa jenuh dengan masakan yang itu-itu saja.

Rizal menggelengkan kepalanya. Ia kembali memeluk tubuh istrinya erat-erat, menyandarkan dagunya di puncak kepala Hayu.

“Nggak akan pernah bosan, Sayang,” jawab Rizal dengan suara dalam dan tulus.

“Bukan cuma karena rasanya yang enak, tapi karena masakan itu punya arti, Hayu. Itu adalah pengingat bahwa kamu memilih aku, dan itu adalah rasa pertama yang aku cicipi saat kamu menjadi istriku. Jadi, selama kamu yang memasak, aku nggak akan pernah bosan. Masakan itu simbol cinta kita.”

Rizal mengusap punggung Hayu dengan lembut.

“Kamu sudah memulihkan ingatanku. Sekarang, biarkan Cumi Asam Manis itu memulihkan semangatku, ya?”

Hayu menganggukkan kepalanya dan tersenyum kecil.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!