Sebuah insiden kecil memaksa Teresia, CEO cantik umur 27 tahun, menikah dengan Arga, pemuda desa tampan umur 20 tahun, demi menutup aib. Pernikahan tanpa cinta ini penuh gengsi, luka, dan pengkhianatan. Saat Teresia kehilangan, barulah ia menyadari... cintanya telah pergi terlalu jauh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Helliosi Saja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 23
Larut malam, café akan tutup
Angin malam mulai berhembus dingin. Lampu-lampu café satu per satu mulai diredupkan. Arga menatap kosong ke jalanan, tempat mobil sport Rio tadi menghilang membawa Tere pergi. Hatinya terasa perih, seolah ditusuk ribuan jarum.
Jaka menepuk pelan bahu Arga.
“Ga… pulang yuk, jangan dipikirin lagi…”
Baru saja mereka hendak melangkah, sebuah mobil mewah berhenti di samping mereka. Kaca jendela perlahan turun, dan tampaklah Azka, asisten pribadi Papa Adrian.
Azka turun dengan tergesa.
“Kamu Arga, kan?”
Arga menatap bingung.
“Iya, saya Arga… kenapa, Pak?”
“Mohon ikut saya. Tuan Adrian minta saya menjemput kamu. Ini penting.”
Arga menggeleng.
“Maaf, Pak. Saya lebih nyaman pulang ke kosan. Lagipula nggak enak merepotkan…”
Azka memohon, matanya penuh cemas.
“Tolong, jangan buat saya kehilangan pekerjaan. Kalau kamu nggak ikut, saya pasti dipecat…”
Arga terdiam sejenak, merasa kasian dan iba meliahat orang suruhan mertua nya. lalu dia menatap langit malam. Dalam hati, dia pasrah pada nasibnya.
“Baiklah, Pak. Tapi tolong antar saya ke kos dulu, saya mau ambil pakaian…”
Jaka yang dari tadi diam hanya melongo heran.
“Wah, Ga… jadi lu dijemput orang kaya beneran, nih…”
Mereka masuk ke mobil. Jaka gugup setengah mati duduk di dalam mobil mewah. Sesekali dia elus-elus jok kulit, bikin Arga mesem kecil walau hatinya remuk.
Sesampainya di kos, Arga pamit pada Babe Udin.
“Babe, makasih sudah mau nerima saya selama ini. Doain saya ya, Be…”
Babe Udin menatap penuh tanya.
“Ga, ini siapa? Lu dibawa orang kaya gini? Jelasin dulu, Ga…”
Jaka cepat menyela.
“Besok aja, Be. Capek banget, Be. Panjang ceritanya…”
Babe Udin hanya mengangguk berat hati. Arga pun pergi membawa satu tas kecil miliknya.
Di rumah besar keluarga Tere
Papa Adrian duduk di ruang tamu. Wajahnya penuh amarah yang ditahan. Mama Linda duduk di sampingnya, mencoba menenangkan.
Saat suara mobil terdengar di halaman, setelah itu rio berpamitan untuk pulang. Teresia masih menunggu sampai akhirnya mobil rio tak terlihat lagi. Tere melangkahkan kaki ke rumah nya, dengan hati yang bahagia.
Papa Adrian berdiri. Pintu terbuka, Tere masuk dengan wajah ceria, tapi seketika itu juga… Plak! Tamparan keras melayang ke pipi Tere.
Tere terkejut.
“Pa?! Kenapa?!”
Papa Adrian menahan nafas berat, matanya penuh kecewa.
“Kamu pikir Papa ini buta?! Kamu keluar dengan siapa, hah?! Dengan Rio?! Kamu mau bikin malu keluarga ini?!”
Tere menahan air mata.
“Papa nggak berhak ngatur hidup aku! Aku cinta Rio!”
Papa Adrian tambah murka.
“Cinta?! Kamu buta, Re! Rio itu laki-laki kotor! Dia nggak pantas buat kamu!”
Mama Linda buru-buru memeluk anaknya, menenangkan.
“Sudah, Pa… cukup… jangan begini sama anak kita…”
Tere menangis, belum pernah seumur hidupnya melihat Papa-nya semarah ini.
“Aku akan tetap bersama Rio! Aku akan menikah dengan dia! Arga? Aku nggak cinta dia! Jangan paksa aku, Pa!”
Tanpa menunggu, Tere berlari naik ke kamarnya, meninggalkan Papa Adrian yang berdiri lemas menahan marah dan sedih.
Papa Adrian menatap Mama Linda.
“Aku hanya ingin dia bahagia, tapi dia buta melihat siapa Rio sebenarnya…”
Mama Linda menatap suaminya, matanya berkaca-kaca.
“Kasihan anak kita, Pa… dan kasihan juga Arga…”
Arga tiba di rumah besar itu
Saat mobil Azka berhenti, Arga menatap rumah megah itu dengan perasaan getir. Hatinya benar-benar pasrah. Dia tahu, ini bukan rumah untuk orang seperti dia. Tapi inilah jalan hidup yang harus dia jalani.
Azka membukakan pintu.
“Silakan masuk, mas Arga…”
Arga melangkah pelan ke dalam, tak tahu badai apa lagi yang menantinya.