"Mulai sekarang gue yang jadi tutor lo sampai ujian kenaikan kelas."
Awalnya Jiwangga hanya butuh Keisha sebagai tutornya, itupun dia tidak sudi berdekatan dengan anak ambis seperti Keisha.
Sayang seribu sayang, bukannya menjauh, Jiwangga malah dijodohkan dengan Keisha.
Lantas bagaimana kelanjutan kisah mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mashimeow, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kapal Oleng Kapten
Jiwangga menjadi sibuk akhir-akhir ini karena jadwal pertandingan melawan sekolah lain sudah semakin dekat. Pemuda itu juga tidak melihat keberadaan Keisha yang sering sekali mengganggunya. Kalau bertemu pun keduanya hanya menatap satu sama lain.
Terhitung tiga hari Jiwangga bisa hidup dengan tenang, menikmati hari sebagaimana semestinya berjalan indah jauh seperti sebelumnya. Keisha pun juga masih sibuk berkeliling di sekolah untuk menerima piala penghargaan.
Tetapi ada perasaan janggal yang membuat Jiwangga bertanya jauh di lubuk hatinya. Ia merasa sedikit kehilangan akan gangguan-gangguan jahil dari perempuan itu?
Jiwangga segera menepis pemikiran tidak masuk akal itu. Mana mungkin dia rindu dengan semua kejahilan yang dilakukan oleh Keisha. Perasaan yang tumbuh saat ini hanya lah kebencian dan jengkel pada si cantik penggemar cireng isi itu. Jika dilihat dari wajahnya, siapa yang akan mengira kalau perempuan berparas ayu seperti Keisha akan bertingkah di luar nalar manusia.
“Jiwa jangan bengong!”
Jiwangga seketika kembali pada kenyataan. Saat mendengar seruan lantang dari Bimo untuk tetap fokus. Namun sepertinya ketidakberuntungan sedang berpihak pada pemuda itu. Bola yang seharusnya berada di tangan, kini berujung mengenai hidung bangirnya. Jiwangga refleks memegang hidung yang nyeri.
Reaksi alami saat tubuh terkena benturan. Ada cairan merah kental mengalir dari lubang hidung pemuda itu. Jiwangga meninggalkan area lapangan sejenak dan memilih untuk duduk di bangku yang tersedia. Ia sambar handuk di atas tas lalu menyeka darah segar yang masih saja mengalir.
“Mikir apaan sih lo tadi sampai nggak fokus gitu?” tanya River.
“Gue panggil juga nggak nyahut,” kata Lucas.
“Lagi banyak hutang apa gimana lo?” tanya Harvey asal. Pemuda bertubuh jangkung itu mengambil satu botol air mineral dingin lalu menuangkannya tepat di atas kepala.
Jiwangga mengusap perlahan handuk di hidungnya. “Gue baik-baik aja,” balas Jiwangga singkat.
“Tumben banget loh kamu ini sampai nggak fokus kayak tadi. Semua yang jadi masalah itu dipikir nanti aja. Sekarang fokus kalian ke pertandingan buat besok. Tinggal hari ini aja kalian bisa latihan. Besok bapak mau kejadian ini jangan sampai terulang lagi. Terutama kamu, Jiwangga. Paham?” tegur Bimo.
”Iya Pak.” Jiwangga menganggukkan kepalanya patuh.
“Latihan hari ini kita sudahi saja biar kalian bisa punya waktu istirahat buat pertandingan besok. Jangan bikin malu sekolah dan lakukan seperti yang biasa kalian lakukan. Bawa pulang piala itu ke Manggala,” pesan Bimo. Pria separuh baya dengan postur tinggi tegap itu menepuk pundak anak didiknya satu persatu lalu pergi meninggalkan lapangan basket.
“Lo serius nggak lagi banyak masalah?” tanya Harvey memastikan.
“Jangan-jangan lo lagi mikirin Keisha ya?” tuduh River. Pemuda itu tersenyum jahil saat menggerakkan kedua alisnya menggoda Jiwangga. “Akhir-akhir ini kan kita sibuk banget tuh mikir buat tanding, dan gue nggak pernah lihat Jiwangga ngamuk-ngakuk lagi kayak biasanya,” goda pemuda itu.
“Siapa juga yang mikirin dia. Lo kalau bikin asumsi jangan yang kurang masuk akal lah. Mana mungkin gue mikirin cewek nggak waras kayak dia,” balas sinis Jiwangga.
“Lo jangan terlalu benci gitu sih, bisa jadi nanti malah lo duluan yang naksir sama Keisha,” sahut Lucas.
Jiwangga terkekeh sinis lalu meludah ke arah lain. “Selera gue bukan dia,” balasnya ketus.
“Ya udah kalau selera lo bukan dia. Lagian juga belum tentu Keisha mau sama lo. Bisa jadi maunya sama gue.” Harvey berkata sambil menenteng tas basketnya sebelum pemuda itu melangkahkan kaki menuju ruang ganti.
Jiwangga memandang ke arah sahabat terdekatnya ini dengan tatapan penuh rasa keheranan. Sudut bibirnya terangkat untuk menyunggingkan sebuah seringaian. Mungkin saja ucapan Harvey hanya sebatas candaan belaka. Ia tidak menganggap itu terlalu serius.
Pemuda itu masih berdiam diri disaat River dan Lucas pergi ke arah yang sama dengan Harvey. Ia menyeka hidungnya yang nyeri itu dengan handuk sampai membuat permukaan yang semula putih menjadi semerah darah. Jemarinya bergerak untuk memainkan ponsel miliknya sambil menunggu giliran ke toilet.
***
Keisha memandang pada sebuah poster di hadapannya dengan mata berbinar penuh kepuasan. Kertas berukuran besar itu dipenuhi oleh banyak gambar muka aib Jiwangga. Pertemuan gadis itu dengan Harvey beberapa hari lalu membuat si cantik mendapatkan ide bagus. Mungkin saja bisa membuat pemuda itu malu tetapi Keisha tidak peduli.
Ada lima foto dengan pose berbeda dalam satu poster. Keisha sampai tidak sanggup menahan tawa saat melihat foto-foto itu untuk pertama kalinya. Kertas berukuran A3 itu terlihat sangat menarik dengan banyak perintilan di setiap sisi. Kembali gadis itu tertawa licik setiap kali memandang wajah aib Jiwangga yang begitu lucu.
Bagaimana dia bisa mendapatkan foto-foto itu?
Keisha tidak sengaja melihat anak-anak Chaos Brotherhood yang tengah berdebat di taman hari ini. Sebenarnya tidak banyak, hanya dua orang saja. Tanpa basa-basi gadis itu pun mendatangi River dan Julian. Kebetulan yang menyenangkan bisa bertemu dengan orang yang ingin dimintai tolong.
“Julian,” panggil Keisha.
Pemuda yang dipanggil pun menoleh. “Eh ada Keisha. Kenapa Kei?” tanya Julian.
“Gue boleh minta tolong sama lo nggak?” tanya Keisha dengan senyuman manis.
“Minta tolong apa tuh? Tenang aja Kei, Abang River pasti bisa lakuin asal nggak disuruh maling ayam sama pesta narkoba aja,” sahut River.
Keisha melirik sinis ke arah pemuda bersurai kuaci separuh pirang itu. “Gue nggak ngomong sama lo!” tukas Keisha.
“Mau minta tolong apa?” Julian bagian tertawa saja melihat sahabatnya dibalas sinis oleh Keisha.
“Boleh nggak gue minta foto-foto aibnya Jiwangga? Buat gue bikin sesuatu nanti waktu dia tampil lawan anak Arcapada,” pinta Keisha.
Julian masih termangu sedangkan River sudah mengeluarkan ponsel canggihnya dari saku celana. Pemuda itu siap mengirimkan semua foto meme milik anak-anak Chaos Brotherhood kapanpun Keisha butuhkan. Si tengil menunjukkan banyak foto Jiwangga yang hanya beberapa orang saja yang bisa melihatnya.
“Ke gue aja. Gue punya banyak aibnya Jiwangga Abram. Anggap aja ini balas dendam gue ke dia yang nggak mau kalah argumen tadi. Udah tahu dia salah tapi sama sekali nggak mau mengakui,” ucap River bersemangat.
“Nah tuh si River punya banyak. Bandar meme emang sih dia. Emang lo mau buat apa fotonya Jiwangga?” tanya Julian.
“Gue mau nyemangatin dia aja besok pas tanding. Biar bawa nama sekolah kita makin semangat gitu,” jawab Keisha. Perempuan itu mengaitkan helai rambut ke belakang telinga. Bukan bermaksud ingin tebar pesona tetapi memang hawanya saja yang panas sekali. “Gue minta yang paling memalukan kalau ada. Makasih ya River,” sambung gadis itu manis.
“Sama-sama juga cantik,” balas gombal River.
Keisha menyimpan poster wajah Jiwangga baik-baik di atas meja belajarnya. Ia memastikan benda itu aman sampai waktunya bersinar esok hari. Tidak membutuhkan waktu lama untuk membuat poster tersebut. Keisha semakin bersemangat untuk menunjukkan hasil karyanya pada Jiwangga saat pertandingan berlangsung.