NovelToon NovelToon
World Imagination

World Imagination

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Epik Petualangan / Akademi Sihir / Kehidupan Tentara / Perperangan / Barat
Popularitas:772
Nilai: 5
Nama Author: LIMS OFFICIAL

Sean, bocah 11 tahun yang berlayar sendirian menuju sebuah negara yang diamanahkan sang kakek. 11 tahun telah berlalu sejak ia dan kakeknya terpaksa meninggalkan sebuah negara, tempat Sean lahir. Di negara inilah, dia akan bertemu dengan orang-orang baru yang menemani kerja kerasnya. Namun kisahnya tidak semenyenangkan itu. Bersamaan dengan pengaruh baik, ada banyak tantangan gila menantinya di depan. Dia hanya bocah 11 tahun!

Apakah Sean dan teman-temannya bisa menghadapi setiap masalah demi masalah yang tak kunjung pergi? Simak dan ikuti perjalanannya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LIMS OFFICIAL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Lain Kali

"Kau sudah siuman?" tanya Marito ketika Chloe dengan mata yang benar-benar terbuka. "Sudah berapa lama... aku tidak sadarkan diri?" tanya Chloe memastikan.

"Jam tidur normal" jawab Marito sambil menyalakan sebatang rokok di tangannya.

Chloe memperhatikan kegiatan itu. "Kau masih melakukannya?" tanya Chloe menghela nafas memaklumi. "Aku hanya menyalakannya. Tadi malam kau mengenang kematian keluargamu, anggap saja ini dupa untuk mereka" jawab Marito santai.

Chloe tidak menjawab. Ia mengubah posisinya menjadi duduk. "Daisuke menjadi penggantimu hari ini" ujar Marito sibuk membaca buku.

"Terimakasih" gumam Chloe malas membahas Na Ra. Awalnya dia sudah mulai menerima keberadaan gadis itu, namun kebencian kembali menyelimuti dirinya akibat pengakuan Joon padanya.

"Dia tidak salah, Chloe"

"Dia adalah putri dari pembunuh, Marito"

"Tapi dia hanya seorang putri, dia bukan pembunuhnya"

Chloe terdiam. "Aku tidak akan memperingatimu untuk berdamai dengan anak kembar itu, hanya saja gadis itu... dia terlalu baik untuk kau anggap penjahat"

Marito bangkit berdiri. "Pikirkan kembali, sebelum bocah itu datang merecokimu"

Chloe menyendiri di kamarnya. Tatapannya sendu, namun ada api kelelahan yang bercahaya di matanya. Ia kehilangan harapan untuk hidup.

"Siapa?" tanya Chloe ketika seseorang mengetuk pintu kamarnya. Seseorag membukanya dan dia, Sean.

Setelahnya,

"Besok kau daftar ulang? Baguslah, selamat atas pencapaianmu" ujar Chloe mendengar alur kegiatan Sean untuk besok hari.

Sean tertawa kecil sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Kak Chloe, apa aku boleh bertanya?"

"Mengenai?"

"Kisah hidupmu"

Chloe menatap bocah itu terkejut. Tatapannya berubah. "Tidak apa jika kau tidak mau" tambah Sean segera.

Chloe menghela nafas.

"Akan kuceritakan" ujarnya. Sean menatap Chloe terkejut. Namun ia segera tersenyum.

Beberapa saat,

"Kutukan... kata?" gumam Sean merasa asing dengan kemampuan sihir yang dimiliki Chloe.

"Bagaimana fungsi kutukan ini? Apa dia memiliki kelemahan juga? Apa dia memiliki titik batas? Apa kapasitasnya besar?" tanya Sean semakin penasaran.

"Aku bisa mengatakan sesuatu sesuai keinginanku, dan itu akan terjadi. Tapi tidak semua kalimat bisa kuucapkan" ujar Chloe mulai menjelaskan dan kembali menutupi area mulutnya.

"Mengapa begitu?" tanya Sean penasaran. "Karena aku membuat titik fokus pada tenggorokanku, aku menggunakan energi untuk mengeluarkan kutukan itu. Jika aku menggunakan perintah yang di lever berbeda, kemungkinannya tenggorokanku hancur"

Sean yang mendengarnya terkejut. Baru kali ini dia mendengar sebuah sihir yang berbeda sekali dari apa yang pernah ia saksikan.

"Kakak selalu menutup bagian hidung ke bawah karena itu bukan? Lalu mengapa kau juga selalu menggunakan perban pada tubuhmu?" tanya Sean tambah penasaran.

Chloe bangkit dari ranjang. Ia membuka bajunya. Dadanya yang bidang akhirnya terlihat. Chloe membuka perban yang dimaksud.

Mata Sean terbelalak kaget ketika ia akhirnya tahu alasan Chloe sering menggunakan perban.

Dari leher belakang hingga ke punggung terdapat luka bekas benda tajam yang panjangnya 30 cm, namun ada luka bakar yang mengelilingi luka bekas benda tajam itu. Lalu pundaknya terdapat luka lebam, yang tampaknya sudah cukup lama di sana. Dada Chloe terdapat luka berbentuk X. Lengan kanan dan kirinya diisi beberapa luka bakar, bekas gigitan hewan buas, dan luka sayatan yang cukup banyak.

Dan itu hanya luka pada tubuh bagian atas. Chloe tidak menunjukkan luka pada kedua kakinya.

"Banyak... sekali" gumam Sean terkejut. Chloe duduk di tepi ranjang. "Apa luka itu masih sakit?" tanya Sean lagi. "Hanya lebam di pundak, sisanya tidak"

Tatapan bocah itu antara khawatir, sedih, tapi juga takut. Luka di tubuh Chloe, terlalu banyak untuknya.

"Kenapa bisa sebanyak itu?" tanya Sean terheran. "Sebagian saat masa kecil, dan sebagian ketika aku melaksanakan misi" jawab Chloe mulai menutup kembali luka-luka itu dengan perbannya.

"Artinya aku juga akan mendapat luka semacam itu? Mengerikan sekali" gumam Sean dengan polos. "Jika kau berhati-hati kau akan baik-baik saja" jawab Chloe terkekeh mendengar hal itu.

"Jadi kak Chloe tidak berhati-hati?" tanya Sean memiringkan kepalanya seraya menyilangkan kedua lengannya. "Aku kerepotan menjaga timku" jawab Chloe tertawa kecil dan matanya menyipit.

Sean mengangguk-angguk paham. "Apa kakak menderita selama ini? Teriakan kakak tadi malam terdengar sangat menyakitkan"

Chloe terdiam menatap bocah itu terkejut.

"Guru pelit informasi sekali jika aku bertanya soal masa lalu kalian. Jadi lebih baik aku mendengarnya langsung dari sumbernya. Tidak masalah juga jika-"

"Keluarga bangsawan yang berkunjung itu, adalah keluargaku. Dan mereka sekarang mencariku, untuk dijadikan pengganti pemimpin utama"

Sean terdiam. Menatap Chloe yang kini menunduk dalam dengan tatapan sendu.

Setelah ia menutup semua luka itu, kini ia membuka perban di area wajahnya. Mata Sean semakin terbelalak kaget ketika melihat apa yang ada di sana.

"Itu-"

"Ini adalah sihir kutukan yang sudah kumiliki sejak lahir. Karena gambar aneh ini, aku mendapat banyak sekali masalah"

Sean menatap Chloe dengan perasaan campur aduk. Bocah itu menemukan perbedaan raut wajah setiap orang di rumah.

Chloe adalah anggota yang wajahnya tampak kehilangan cahayanya. Ekspresi apapun yang dikeluarkannya akan selalu terlihat menyedihkan dan seakan ia adalah orang yang putus asa.

Marito dan Chloe hampir sama. Hanya saja, ekspresi apapun yang dikeluarkan Marito akan terlihat seperti orang yang selalu menahan amarah dan kejam.

"Aku dituduh membunuh anggota keluargaku oleh pria itu, dan karena itulah aku kabur. Aku sempat menjadi imigran gelap, tapi seorang duda tua yang baru saja ditinggal istri dan anaknya mengasuhku dan membuat identitas baru untukku"

"Beberapa luka di tubuhku ini diakibatkan serangan dari pengawal yang diperintahnya. Sisanya akibat misi gagal dan berhasil"

Chloe menunjukkan tatapan penuh kebencian. "Apa ayah atau ibumu memiliki sihir semacam itu?" tanya Sean memastikan. "Keluargaku tidak memilikinya. Bahkan sejak dulu, aku dibenci kakekku akibat hal ini"

"Bagiku, ini bukan keistimewaan. Ini kesialan. Aku dibuat menderita oleh gambar aneh ini"

Bocah itu justru menanggapinya dengan tersenyum. "Kakak tahu, nona itu menceritakan banyak hal tentangmu" ujar Sean tersenyum.

"Dia hanya akan mengatakan hal-hal yang-"

"Nona sampai menangis ketika menceritakanmu, kak"

Chloe menatap Sean tidak percaya.

"Dia menceritakan betapa kejamnya mereka membunuh kakek, lalu seorang gadis baik hati yang menjadikanmu sebagai adik favorit. Dia terus mencarimu. Dia sering dianggap tidak ada, namun nona rela menjadi pengemis agar bisa ikut dengan keluarganya keliling dunia dan mencarimu. Dia bercerita banyak hal tentangmu"

Tatapan Chloe seketika berubah. "Aku tahu kau menderita, namun setidaknya untuk mengobati hal itu... pandanglah nona Na Ra, yang selalu menantimu"

Chloe tertegun. "KAK CHLOE!" keduanya beralih menatap teriakan sumber suara.

Zoe, dia tampak panik. "Ada apa?" tanya Chloe bangkit berdiri. Sean juga turut bangkit.

"Nona Na Ra, dia... dia-"

"Tenanglah, kak"

Zoe mengatur nafasnya.

"Ada raksasa muncul di alun-alun kota, dan dia membawa nona menuju gerbang! Raksasa itu akan membawanya kabur!"

"Apa?!"

Beberapa saat,

"Na Ra!" Hyun Min terus mengejar raksasa yang membawa lari adiknya. "Di suasana seperti ini, dia merepotkan saja!" gerutu Kyung Min kesal.

Marito yang bersama mereka sontak menghentikan acara berlarinya. Daisuke tentu turut berhenti.

"Hey, tidak ada waktu-"

Kyung Min tidak bisa melanjutkan ucapannya. "Jika kau merasa kerepotan untuk menyelamatkannya, kembalilah. Kau justru yang akan merepotkan kami"

Tatapan Marito penuh kebencian, setelah ia meninju pipi Kyung Min sampai bibir pemuda itu terluka.

Kedua anak kembar itu terdiam. "Pantas saja sepupu kalian itu kabur, kalianlah iblis yang menjelma jadi manusia" gumam Marito kini ia bergerak sangat cepat, layaknya kilat.

Daisuke menghela nafas. "Aku tidak akan meminta maaf, karena perkataannya benar" ujar Daisuke dan ia segera menyusul Marito meninggalkan mereka.

Setelah keduanya pergi, "Tuan!" Sung menghentikan langkahnya, seraa mengatur nafas. "Pengawal dan ayah sudah bergerak ke gerbang desa"

Di sisi lain, "Tutup gerbangnya segera!" perintah Daisuke dari kejauhan. Anggota militer yang sudah siaga segera melaksanakan perintah itu.

Daisuke bergerak lebih dulu memotong kedua kaki raksasa itu. Akibatnya raksasa itu terjatuh.

Marito bergerak memotong tangan yang tampak menggenggam sesuatu. Namun, "Tidak ada!" Marito dibuat terkejut.

Dia segera menghindar ketika raksasa itu kembali menyerang. "Di dalam mulut!" ujar Daisuke dengan mata putihnya.

"Cih!" gumam Marito berdecak kesal. Raksasa itu kembali beregenerasi, dan dia mulai menyerang anggota militer yang berjaga.

"Menghindar!" perintah Marito menggunakan rambut panjangnya untuk menahan raksasa itu kabur.

Daisuke memotong mulut raksasa itu, dan tampak tubuh seseorang yang tidak lain ialah Na Ra, akan terjatuh. "Sial!" gumam Marito yang menahan raksasa itu, sementara Na Ra mulai merosot.

Sebuah kilat hijau melewati mereka, dan ia meraih Na Ra segera. "Dia-" gumam Joon di sana tampak terkejut.

Chloe berhasil meraih gadis itu.

"Zoe!"

"Baik"

Zoe segera melempar peledak pada kepala raksasa itu. Raksasa itu mulai oleng ketika Marito melepas rambutnya. Tubuh raksasa itu justru akan merosot mengenai Chloe.

"Chloe awas!"

"Cih!"

Sesuatu membentengi Chloe segera. Na Ra, tubuh gadis itu menahan kuku tajam yang akan mengarah pada mereka. Gadis itu terjatuh.

Chloe meraihnya.

"Dai!"

"Baik!"

Mata Chloe melotot terkejut melihat keadaan Na Ra yang bersimba darah.

"Na Ra!" Joon mulai menghampiri putrinya.

"Kau..."

"Chloe tidak-"

"LENYAPLAH!"

Teriakan itu menggema dan berhasil menghancurkan beberapa gedung di sana.

Angin kencang mulai menghempaskan mereka. Perlahan tubuh raksasa itu mulai tertusuk sesuatu, dan mulai menyerang seluruh tubuhnya.

"Chloe!" Daisuke berusaha meraih Chloe yang tidak sadarkan diri. Mata biru Marito terlihat. "Geistesraum: drei Dimensionen"

"Apa... ini?" Chloe terkejut ketika ia berada di tempat yang gelap. "Chloe!" seseorang menariknya keluar.

Chloe tersadar. "Berhenti!" ucapnya segera. "Untung saja" gumam Marito terduduk lemas. Gadis itu kembali menggunakan sihir tingkat tinggi.

Namun di saat itulah, Chloe mengeluarkan darah yang berlebihan dari tenggorokannya.

"Kak Chloe!" Zoe dan Sean menghampirinya.

"Kak!"

"Kak!"

"Chloe!"

Beberapa saat, di rumah sakit,

"M-Minum..."

"Kak Chloe! Akhirnya!"

Chloe kini tersadar. Tenggorokannya terasa sangat haus, seakan ia tidak minum selama berhari-hari.

"Di mana ini?" tanya Chloe dengan suara yang lemah. "Di rumah sakit, kakak tidak sadarkan diri dari tadi siang" jawab Sean yang menjaganya.

"Sebentar akan kuambilkan-"

"Bagaimana keadaan Na Ra?"

Sean menghentikan langkahnya. Bocah itu tersenyum padanya. "Dia masih belum sadarkan diri, untungnya guru cepat membawanya untuk ditangani" jawab Sean.

Setelahnya ia meninggalkan Chloe sendiri. "Kali ini aku tidak terkejut dengan kebiasaanmu" ujar Chloe mengubah posisinya menjadi duduk, menyadari Daisuke dan Marito yang memilih masuk dari jendela.

"James dan Jiali menyebalkan sekali, dia hanya memperbolehkan satu orang untuk menjaga dirimu" gerutu Daisuke duduk di sebelah Chloe.

Chloe menghela nafas memaklumi. "Kau mengkhawatirkan gadis itu? Mengejutkan sekali" ledek Marito memilih duduk di jendela dan menyilangkan kedua tangannya.

Chloe tidak menjawab. "Air?" gumam Chloe terkejut ketika Daisuke menyodorkan sebotol air padanya.

"Bocah itu pasti lama kembali, minumlah" tutur Daisuke setelah Chloe menerimanya.

Suara Chloe masih parau dan serak. "Untung saja tenggorokanmu tidak hancur. Seandainya kau tidak menyudahi ucapanmu, maka kau yang akan mati" ujar Daisuke memijit kepalanya pusing.

Bisa dibilang, dia adalah orang paling payah di rumah. Zoe masih lebih teliti darinya dalam mengerjakan misi.

Tapi kelebihan Daisuke yang tidak bisa ditiru mereka, dia tidak menjadi beban dan justru jadi orang yang kerepotan membawa teman-temannya yang terluka.

"Aku memukul sepupumu tadi pagi" lapor Marito menatap lurus. "Kau... memukulnya?" tanya Chloe terkejut. "Jika kakak laki-lakimu masih hidup, usianya sama dengan anak kembar itu bukan?" tanya Daisuke.

"Salah" jawab Chloe menunduk. "Mereka seusiaku" jawab Chloe ragu.

"Begitu ternyata. Apa dia pernah meminta maaf pada seseorang? Tadi sore dia meminta maaf pada Leon"

Chloe menatap mereka terkejut. "Kalian..." gumam Chloe tidak percaya.

"Aku punya saudara laki-laki, Chloe. Aku sama seperti gadis itu. Jadi aku sangat membenci figur kakak laki-laki yang tidak becus seperti mereka. Sebentar lagi mereka kepala tiga, tapi pikiran mereka masih terlalu naif. Sean bahkan lebih pintar dari mereka"

Chloe terdiam dan tahu apa yang terjadi, melalui penjelasan Marito itu.

"Yang terpenting sekarang kalian sudah memberi mereka pelajaran. Aku tidak pernah punya nyali untuk menghajar mereka sejak dulu" gumam Chloe terkekeh.

"Sungguh? Ternyata kau yang dulu seorang pecundang" ledek Daisuke segera. Chloe hanya memasang wajah masam.

"Jadi kau akan daftar ulang besok? Selamat! Sebentar lagi kau akan menjadi siswa resmi"

Daisuke panik seketika ketika mendengar suara Jiali yang semakin mendekat.

"Leon-"

Ucapannya terhenti ketika jendela di tutup, dan Marito sudah terjun bebas lebih dulu. "Sialan!" gumam Daisuke kesal dan mengepal tangannya.

"Daisuke?!" pemuda itu mendadak jadi patung dan perlahan ia menoleh pada Jiali yang datang bersama Marito. "H-Halo!" sapa Daisuke gelagapan seraya terkekeh dan ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Sepertinya kau menyelinap dari jendela, ya?" tanya Jiali tersenyum sinis.

Chloe dan Sean hanya bisa tertawa kecil mendengarnya. "LEON SIALAN!"

...****************...

"Kak Zoe?" Sean mengetahui yang akan menemaninya daftar ulang hari itu ialah Zoe.

"Ya, aku ada misi pagi ini yang harus kutuntaskan" jawab Marito membenarkan. Wajah Sean murung sesaat. Daisuke segera menyenggol gadis itu dengan sengaja. Marito menghela nafas.

"Anu, guru. Ada perkenalan wali murid. Usiaku baru 19 tahun, sementara wali murid berwajib itu minimal 20 tahun dan maksimal 25 tahun. Untuk anak titipan, guru harus menunjukkan surat titipannya"

Marito tentu terkejut mendengarnya. Pada generasinya, untuk proses daftar ulang tidak semerepotkan itu.

"Aku tahu misimu, jadi biar aku saja yang menyelesaikannya" ujar Daisuke menghela nafas.

"Baiklah, Sean kita akan ke akademi hari ini. Mungkin saja mereka mengadakan sesi wawancara nanti, jadi bersiaplah" pesan Marito menyetujui.

Wajah bocah itu kembali cerah. Ia berlari menuju kamar dengan penuh semangat. "Astaga, dia bersemangat sekali" gumam Jiali terkekeh.

"Ini bekal kalian" pesan Jiali meletakkan masing-masing bekal rekan-rekan serumah dinasnya. "Terimakasih" tutur Chloe muncul dan meraih kotak bekal itu.

"Hey, apa kau sudah baik-baik saja?" tanya James ragu melihat kondisi Chloe yang belum pulih sepenuhnya.

"Lumayan, Zoe ikut denganku hari ini. Kita ke kota selatan" Chloe memberi perintah. "Baik!" jawab Zoe segera bergegas bersiap.

"Kak, tadi aku berjumpa dengan nona Na Ra di toko bunga. Dia mencarimu" lapor Zoe baru teringat.

Chloe tampak terkejut. "Seseorang semakin dekat dengan keluarganya" ledek James dengan santai. "Diamlah" ketus Chloe kesal.

"Benar juga, besok dia sudah kembali berlayar menuju negeri asalnya. Lebih baik kau temui dia untuk terakhir kali, Chloe" saran Daisuke mengenakan jaketnya.

"Biarkan saja, terlalu banyak berinteraksi dengan mereka hanya membuka ruang kecurigaan dan membuang waktu" jawab Chloe acuh.

Sean mendengarnya di anak tangga. "Setidaknya ucapkan salam perpisahan!" ketus Sean tidak terima. Mereka yang mendengarnya terkejut.

"Kakak ini, cara berpikirnya aneh sekali! Nona baik hati itu kemarin juga terluka saat melindungimu. Apa kau tidak ingat?" tanya Sean menyilangkan kedua tangannya. Chloe terdiam.

Bayangan Na Ra menggunakan tubuhnya untuk menjadi tameng kembali terlukis di benak Chloe. Bahkan gadis itu sampai tertusuk kuku tajam raksasa itu, dan hampir mati. Dia bagaikan sate padang.

(Lapar euy)

Marito menghela nafas lelah memecah suasana hening di antara mereka. "Ayo, Sean. Sudahi ikut campurmu, aku tidak suka jadi antrian paling belakang" ujar Marito tampak sudah siap.

"Baik, guru!" bocah itu mengenakan sepatunya. "Kami juga berangkat dulu" ujar Jiali terkekeh. James mengikuti gadis itu dan kini tersisa Daisuke, Zoe, dan tentu saja Chloe.

"Akhir-akhir ini dia meniru gaya bicara Leon kecil" gumam Daisuke cukup terkejut dengan pembelaan bocah itu pada sosok Na Ra.

Chloe hanya tertegun dengan wajah menunduk. "Aku tidak meminta dia melindungiku, kenapa dia melakukannya?" gumam Chloe datar.

"Kau ingin mati, tapi dia bertahan hidup untukmu" ujar Daisuke berhasil mendapat tatapan tenang dari Chloe.

"Itu saja yang bisa kusimpulkan dari peristiwa kemarin. Apa yang dikatakan Sean benar. Jalan pemikiran seorang intelijen itu, aneh"

Chloe menatap punggung Daisuke yang menjauh. "Baiklah, aku berangkat dulu" pamit Daisuke sambil melambai. "Berhati-hatilah!" pesan Zoe.

Kini menyisakan mereka saja. "Penyesalan selalu datang di akhir, kak. Jangan sampai kau mengalami hal serupa denganku"

Chloe menatap Zoe terheran. Ia sedang memasukkan kotak bekalnya pada tas yang akan ia gunakan.

"Apa maksudmu?" gumam Chloe tanpa sadar. "3 hari sebelum Mario melakukan misi, aku bertengkar dengannya. Aku berkata bahwa dia kurang ajar, sebab dia jarang mengirimi kabar pada kakek dan nenek. Setelahnya, aku mendapati kabar oniisan terpaksa membunuhnya karena dia menjadi raksasa"

Chloe tertegun mendengarnya. "Kami tidak sempat berdamai. Mirisnya, aku mengetahui dari rekannya bahwa dia didiagnosa kanker darah. Usia kami sama, tapi dia meninggalkanku lebih awal dan lebih menyedihkan lagi aku tidak bisa berkunjung ke makamnya karena jasadnya tidak ada"

Zoe menceritakan itu sambil tertawa kecil beberapa kali. Chloe menatap punggung pemuda itu. Ada banyak penderitaan di sana.

"Aku yakin sekali kau tidak bodoh, kak. Kau intelijen termuda pada generasimu. Dan posisimu sekarang adalah kepala pasukan intelijen utama dua dari lima pasukan yang ada. Untuk menjabat dengan posisi itu, kecerdasanmu pasti diuji"

"Kau tidak harus menyebutkan identitasmu yang asli pada nona. Tapi setidaknya, ucapkan terimakasih karena dia rela hampir mati demi kau tetap hidup"

Di sisi lain,

"Sean, dari mana kau belajar mengatakan hal tadi padanya?" tanya Marito terheran. "Kakek" jawab Sean tersenyum. "Oh ya? Kakekmu sangat dermawan sepertinya" gumam Marito paham.

"Jake terakhir kali hanya mengirimkan laporan terkait si egois Joe. Dia belum juga memberikan laporan terkait Sean. Balasan surat yang kuterima hanya urusan lulusnya bocah. Surat berisi pertanyaanku tidak mereka tanggapi"

"Siapa sebenarnya kau ini, Sean Colbert ?"

Marito menatap Sean untuk beberapa saat setelahnya ia kembali menatap lurus ke depan.

Mereka akhirnya tiba di akademi. Semua proses dilewati dengan sabar.

"Guru, dulu guru mendapat berapa banyak teman di akademi ini?" tanya Sean penasaran. "Ada beberapa. Tapi aku paling dekat dengan Dai, dan seorang mendiang" jawab Marito tersenyum.

"Hee.. jadi oniisan itu bisa dibilang sahabat guru, bukan?" tanya Sean terkejut. "Ya" jawab Marito tersenyum simpul.

"Guru tidak ada menaruh perasaan pada oniisan?" tanya Sean lagi. "Bocah macam apa kau ini? Belajarlah yang giat agar kau bisa mengalahkanku, baru kau bisa menanyakan hal itu padaku" jawab Marito seraya menyentil kening bocah itu.

...****************...

"Sudahlah, Na Ra. Dia tidak akan muncul, kau tidak ingat dia intelijen? Dia pasti mementingkan misinya daripada membuang waktu denganmu"

Na Ra dibuat murung setelah harapannya dipatahkan Hyun Min yang sudah bosan menemani adiknya menunggu di luar kapal.

"Tuan, nona. Segeralah masuk, kita akan segera berlayar" ujar Sung dari kapal. "Baiklah" jawab Hyun Min berjalan memasuki kapal.

"Apa yang kau tunggu? Ayo masuk" perintah Hyun Min meraih tangan adiknya. Gadis itu hanya berpasrah.

"NONA NA RA!"

Suara itu tidak asing. Chloe tiba. Langkah gadis itu kini berbalik, dan berlari pada Chloe.

Chloe mengatur nafas.

"Tuan Chloe-"

"Maafkan aku nona. Kau sampai harus dirawat darurat karena melindungiku. Terimakasih sudah menyelamatkanku"

Na Ra terdiam dengan ekspresi terkejut. Setelahnya ia tersenyum. "Aku-"

Chloe terdiam ketika Na Ra memeluknya. Keluarga mereka yang menyaksikan itu bahkan terkejut.

Na Ra melepas pelukan itu. "Tolong jaga diri, dan aku ingin kau mengirimiku surat" pesan Na Ra tersenyum lembut. "Nuna ?!" batin Chloe lagi-lagi melihat wajah mendiang gadis yang disayanginya.

"Baiklah, aku pasti akan melakukannya nanti" jawab Chloe tertawa kecil.

"Terimakasih atas kunjungannya" Na Ra sudah berada di atas kapal dan memperhatikan Chloe. Gadis itu tersenyum simpul.

"Aku akan menunggumu kembali pulang, kak Han"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!