NovelToon NovelToon
One Night Stand

One Night Stand

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / One Night Stand / Hamil di luar nikah
Popularitas:7.8k
Nilai: 5
Nama Author: Fatzra

Aruna terjebak ONS dengan seorang CEO bernama Julian. mereka tidak saling mengenal, tapi memiliki rasa nyaman yang tidak bisa di jelaskan. setelah lima tahun mereka secara tidak sengaja dipertemukan kembali oleh takdir. ternyata wanita itu sudah memiliki anak. Namun pria itu justru penasaran dan mengira anak tersebut adalah anaknya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fatzra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 34

Tiba-tiba tahun Aruna mendorong Julian. "Stop, Julian jangan bertindak terlalu jauh,"

Pria itu duduk di sebelah Aruna. "Kenapa? Kau membiarkan aku dekat denganmu hanya karena aku Ayah Raven atau kau menyimpan perasaan untukku?" tanyanya dengan wajah datar menatap kosong ke arah depan.

Aruna menatap lekat-lekat pria itu. "Karena keduanya adalah alasanku membiarkanmu dekat dengan kita," jawabnya dengan nada sedikit bergetar nyaris tak terlihat. Namun, Julian berhasil membaca keraguan yang ada di hati Aruna.

Julian berdehem, memandang ke sembarang arah. "Baiklah. Aku harap kau mengatakan itu secara sadar dan bukan semata karena kasihan kepadaku," ucapnya, lalu membenahi kancing kemejanya.

Aruna meremas sprei, lalu menggigit bibir bawahnya. "Maafkan Aku,"

Julian tersenyum menarik satu sudut bibirnya. "Tidak perlu minta maaf. Harusnya Aku yang meminta maaf karena sudah keterlaluan."

Aruna tersenyum kikuk "Kau tidak marah padaku?" tanyanya.

Julian hanya menggeleng seraya tersenyum. Bagaimana ia bisa marah dengan orang yang sangat dicintainya. Walau apapun yang dilakukan wanita itu, ia rasa tidak ada alasan untuk membencinya.

"Kau tidak menyiapkan makan siang untukku?" tanya Julian mencairkan suasana.

Aruna terkekeh, lalu merapikan bajunya. "Memangnya, Tuan mudah mau disiapkan makan siang apa?"

Julian terkekeh, lalu berdiri. "Bukankah sebutan, Tuan muda itu harusnya untuk anak kita sekarang?"

"Tentu saja, karena dia adalah anakmu." Aruna melangkah menuju ke dapur. Julian mengikutinya.

"Apa yang harus aku masak?" tanya Aruna seraya berkacak pinggang menatap pria itu.

Selama ini Aruna tidak mengetahui makanan favorit pria itu. Obrolan mereka tidak sejauh itu, bahkan mereka terlalu fokus membahas anak mereka dan juga kehidupan mereka.

Julian agak memiringkan kepalanya agar sejajar dengan wanita itu. "Apakah aku lupa memberitahumu, untuk saat ini makanan favoritku adalah masakanmu jadi kuserahkan semuanya padamu," ucapnya, lalu menjentikkan jarinya ke jidat Aruna, dengan santai ia meninggalkan wanita itu keluar.

Aruna berdecak kesal, mengusap jidatnya yang terasa nyeri. Namun, ia terdiam sejenak memikirkan masakan apa yang harus diolahnya. Untuk mencari referensi masakan wanita itu membuka layar ponselnya, lalu mengetikkan resep masakan. Seketika layar ponselnya penuh dengan beberapa resep menu makanan.

"Astaga mau makan saja Aku sampai pusing seperti ini." Aruna menepuk jidatnya. Akhirnya ia tertarik dengan salah satu resep dan segera mencari bahannya kemudian mengolahnya menjadi makanan yang lezat.

Sementara Julian ia memilih bermain-main dengan Raven di luar rumah. Ia seperti mengulang masa kecilnya saat bermain dengan anak itu. Mereka terlihat seperti teman akrab bukan seperti ayah dan anak. Pria itu sangat bersyukur karena bisa sedekat itu dengan anaknya.

Baru juga bermain-main sebentar, ponsel Julian bergetar di dalam sakunya. Ia menggulir layar ponselnya, lalu menekan tombol untuk mengangkat telepon.

"Halo, Pak Robert," ucapnya dengan pria di ujung telepon yang ternyata adalah Robert. Perbincangan mereka tidak jauh-jauh dari bisnis atau meeting untuk kegiatan pekan raya yang akan segera diselenggarakan. "Setelah makan siang saya langsung ke sana, Pak," sambungnya, lalu mengakhiri panggilan itu.

Aruna membawa nampan berisi makanan dan minuman, lalu meletakkannya ke meja. Ia berjalan ke arah Julian. "Itu makananmu sudah siap di meja," ucapnya dengan wajah datar.

Julian menaikkan satu alisnya, lalu masuk ke dalam. Ia melihat makanannya sudah tersaji di meja. Tanpa basa-basi ia langsung duduk dan melahap makanan itu. "Cukup enak," gumamnya.

Setelah selesai makan pria itu meneguk minumannya hingga habis, lalu berpamitan kepada Raven dan juga Aruna untuk bekerja. Namun, kali ini anak itu sedikit manja dan tidak mau di tinggal. Entah kenapa Raven bersikap seperti itu. Padahal selama ini anak itu sangat nurut dengan ibunya dan menjadi anak yang mandiri, apakah semua itu ia lakukan karena terpaksa?

"Ayah, jangan pergi," rengek anak itu seraya memegangi kaki Julian.

Julian berjongkok, lalu memeluk anak itu. "Raven, ayah pergi untuk bekerja. Kalau kau mau ikut boleh, tapi harus nurut sama paman Vincent, ya,"

Aruna mengurutkan keningnya, ia terlihat cemas. "Kau yakin mau ngajak Raven?" tanyanya.

Julian menganggukkan kepalanya. "Tentu saja. Kenapa kau tidak ikut sekalian?"

"Kalau Raven ikut, terpaksa aku juga ikut," jawab Aruna.

Julian terkekeh, lalu menggendong Raven masuk ke dalam mobil, sementara Aruna masuk lewat pintu yang sebelahnya, ia duduk di dekat Raven.

Vincent mulai melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Setelah hampir 30 menit mereka sampai di kantor Robert. Aruna dan Raven menunggu di mobil, sementara Julian dia langsung masuk ke dalam.

Raven tampak takjub melihat tempat itu gedung tinggi dengan ratusan lantai, serta orang-orang keluar masuk menggunakan seragam yang bagus. Ia bercita-cita ingin memiliki perusahaan seperti itu.

Julian di dalam sangat lama Raven mulai bosan menunggu di dalam mobil. Ia menoleh ke arah Vincent. "Paman apakah aku tidak boleh masuk ke dalam?"

"Tidak boleh. Yang boleh masuk hanya para karyawan dan juga orang-orang yang berkepentingan seperti ayahmu. Kecuali kalau kau di kantor ayah. Kau baru boleh masuk," ucap Vincent menjelaskan.

"Memangnya Ayah punya tempat seperti ini?" tanya Raven dengan ekspresi wajah menggemaskan.

Vincent tersenyum. "Punya, bahkan ada di beberapa tempat, tidak hanya satu."

"Wah, Ayah hebat, ya," ucap anak itu terkesima.

Vincent menganggukan kepalanya, lalu tersenyum. "Ya, ayahmu pekerja keras dan juga sangat bertanggung jawab,"

Raven menganggukkan kepalanya paham, lalu menoleh ke arah ibunya. "Mama kapan aku bisa pergi ke kantor ayah?"

Aruna membelalakkan matanya. "ke kantor ayah? tempatnya sangat jauh dari sini. Mungkin besok saat kau dewasa kau bisa pergi ke sana."

"Benarkah?"

Aruna menganggukan kepalanya. Belakangan ini Raven sangat senang membahas tentang ayahnya, seringkali ia dibuat takjub dengan cerita mengenai ayahnya. Ia pun bercita-cita ingin seperti ayahnya yang mempunyai banyak usaha.

Setelah menunggu cukup lama akhirnya Julian keluar dari gedung yang menjulang tinggi itu. Ia tampak terburu-buru masuk ke dalam mobil karena sudah merindukan Raven. Ia paham jika anak itu mungkin bosan berada di dalam mobil.

"Maaf sudah menunggu ayah terlalu lama." ucap Julian kepada anak itu.

"Tidak apa-apa ayah. Raven senang menunggu ayah bekerja,"

"Terima kasih anak ayah memang pengertian. Malam ini temani ayah menghadiri acara yang di selenggarakan kantor ya. Raven harus jadi pangeran kecil ayah, dan mama jadi ratunya," ucapnya, lalu menatap Aruna penuh arti.

"Wah, asyik, Raven mau, Pa," sahut anak itu dengan binar wajah bahagia.

"Vincent, jalan ke butik. Aku perlu membeli pakaian untuk nanti malam," perintah Julian kepada anak buahnya itu.

"Baik, Tuan."

Mobil yang mereka tumpangi melaju dengan kecepatan sedang menuju ke butik. Setelah sampai di butik mereka masuk ke dalam banyak sekali pakaian bagus di sana dan harganya pun tidak murah. Seorang wanita berseragam menyambut mereka. Julian menyuruh pegawai itu untuk mencarikan baju untuk Aruna dan juga Raven Ia ingin melihat mereka tampil berbeda malam ini untuk mendampingi dirinya.

"Julian barang-barang di sini harganya terlalu mahal kenapa tidak cari yang murah saja?" tanya Aruna memberi pertimbangan.

"Kau tidak perlu memikirkan itu, wanitaku harus tampil cantik malam ini apalagi anakku dia harus jadi pengarang kecil yang tampan." jawab Julian, lalu tersenyum kepada wanita itu.

Aruna tersenyum tipis, kemauan Julian tidak terbantahkan Ia hanya menurut saja. Dari pada mempermalukan pria itu di acaranya yang sangat penting.

Aruna mencoba beberapa baju yang diambilkan oleh pegawai butik tersebut, namun, belum ada yang cocok untuk dirinya. Ia memilih-milih lagi pakai yang melakukan dikenakannya nanti malam.

Setelah sekian banyak mencoba baju-baju itu, akhirnya ia menemukan satu yang cocok, yang menurutnya lebih sopan untuk dipakai menghadiri acara resmi. Namun, masih terlihat elegan dan modis.

Julian terkesima melihat Aruna mengenakan pakaian pilihannya memang terlihat bagus dan modis saat dipakai.

"Sempurna."

1
Fatzra
Halo semuanya, terima kasih yang sudah membaca cerita ini. jangan lupa follow + like+ komen, ya. biar Author semangat updatenya 🥰
Terima kasih.
Ritsu-4
Datang ke platform ini cuma buat satu cerita, tapi ternyata ketemu harta karun!
Sterling
Asik banget bisa nemuin karya yang apik seperti ini.
Murasaki Kuhouin
Jauh melebihi harapanku.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!