dayn seorang anak SMA intorvert yang memiliki pandangan hidup sendiri itu lebih baik daripada berinteraksi dengan orang lain, tapi suatu hari pandangan hidupnya berubah semenjak bertemu dengan seorang gadis yang juga bersekolah di sekolah yang sama, dan disinilah awal mula ceritanya dayn merubah pandangan hidupnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hamdi Kun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pernyataan perasaan dari Meira yang sangat mengejutkan
Setelah berpikir sejenak akhirnya akupun pergi meninggalkan meira di belakang sekolah, aku melangkah perlahan menuju ruang OSIS yang saat itu sedang dalam keadaan sunyi. Pikiranku sudah bulat. Aku harus menemui Rika dan memberikan jawaban atas perasaannya. Perasaan yang ia ungkapkan dengan begitu tulus sebelumnya, sesuatu yang tidak pernah aku bayangkan akan kuterima dari seseorang sepertinya.
Namun, sebelum aku sempat mencapai pintu, suara langkah cepat terdengar di belakangku.
“Dayn!”
Aku menoleh dan melihat Meira berlari mendekat, wajahnya terlihat gelisah.
“Meira, ada apa?” tanyaku heran.
Dia berhenti tepat di depanku, napasnya terengah-engah. Sebelum aku sempat mengatakan apa-apa lagi, tangannya mencengkeram ujung bajuku. “Tolong… jangan pergi ke Rika,” katanya dengan suara bergetar.
Kata-katanya membuatku bingung. “Apa maksudmu?” tanyaku perlahan.
Tapi sebelum Meira sempat menjawab, Rika muncul dari balik pintu ruang OSIS. Dia berdiri di sana dengan tatapan tajam yang langsung tertuju pada Meira.
“Meira,” Rika memanggilnya dengan nada dingin, “Kamu lagi-lagi mencoba menghalangi Dayn, ya?”
Meira tampak ragu, namun cengkeramannya di bajuku semakin erat. Dia menggeleng pelan, wajahnya menunduk seolah mencoba menyembunyikan emosinya.
“Aku nggak bermaksud begitu,” katanya, suaranya hampir seperti bisikan. “Tapi aku… aku nggak bisa diam saja.”
“Apa maksudmu?” Rika melangkah maju, matanya menatap Meira dengan tegas. “Kenapa kamu selalu muncul di saat aku ingin bicara dengan Dayn?”
Meira menggigit bibirnya, tangannya yang gemetar mulai melepas pegangannya dari bajuku. Dia menunduk sejenak, sebelum akhirnya menarik napas dalam-dalam.
“Aku…” Dia berhenti, matanya mulai berkaca-kaca. Tiba-tiba, dia menatap Rika dengan ekspresi penuh tekad, lalu memejamkan matanya. “Aku suka Dayn! Aku nggak bisa bohong lagi. Aku menyukainya lebih dari sekadar teman!”
Kata-kata itu menggema di lorong. Aku terpaku di tempat, tidak percaya dengan apa yang baru saja kudengar. Rika pun tampak terkejut, matanya membelalak. Untuk beberapa saat, waktu seakan berhenti.
Namun, ekspresi terkejut Rika dengan cepat berubah. Wajahnya memerah, matanya berkilat penuh emosi yang sulit dijelaskan. Dan sebelum aku bisa berkata apa-apa, plak!
Tamparan keras mendarat di pipi Meira.
Aku terdiam, tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Meira tersentak, tangannya secara refleks menyentuh pipinya yang memerah. Matanya terbuka lebar, air mata yang tadi tertahan kini mengalir tanpa henti.
“Rika!” Aku berseru, tapi suaraku terdengar kecil di tengah suasana yang mendadak tegang.
Rika berdiri di tempatnya, napasnya tersengal. Tangannya yang baru saja menampar Meira sedikit bergetar. Tapi yang paling mengejutkan adalah ekspresi di wajahnya. Dia sendiri tampak bingung, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja dia lakukan.
“Kenapa kamu…?” Meira berbisik pelan, suaranya hampir tidak terdengar.
“Aku… aku nggak tahu!” Rika akhirnya berkata, suaranya bergetar. “Aku nggak tahu kenapa aku melakukannya. Aku cuma… aku cuma marah!”
Aku menatapnya dengan cemas. Dia terlihat seperti ingin menangis, tapi juga berusaha keras untuk tetap tegar.
“Beraninya kamu bilang kamu suka Dayn sekarang?” katanya, nadanya masih bergetar. “Setelah semua ini… setelah aku mengungkapkan perasaanku… kenapa sekarang?”
Meira tidak menjawab. Dia hanya berdiri di sana, air matanya mengalir, sementara tangannya tetap memegang pipinya yang memerah.
Keheningan menyelimuti kami bertiga. Tidak ada yang berani memecah suasana. Aku merasa seperti terjebak dalam mimpi buruk yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya.
Rika menatapku sejenak, lalu kembali menatap Meira. Matanya yang penuh emosi bercampur dengan sesuatu yang tidak bisa kupahami.
“Dayn…” dia memanggilku pelan, suaranya hampir seperti bisikan. Namun, sebelum dia melanjutkan, dia mengalihkan pandangannya dan menghela napas panjang.
Aku ingin mengatakan sesuatu, tapi lidahku terasa kelu. Perasaan bersalah dan bingung melingkupi diriku, membuatku tidak tahu harus berbuat apa.
Meira akhirnya menunduk, isakannya semakin terdengar jelas. Namun, dia tidak mengatakan apa-apa lagi.
Dan di saat itulah aku sadar, hubungan kami bertiga tidak akan pernah sama lagi.
episode 15 bersambung....