Inara dipaksa untuk menjadi istri ketiga dari pria berusia 45 tahun. Untuk menghindari pernikahan itu, Inara terpaksa menikah dengan pria asing yang sempat ia selamatkan beberapa hari yang lalu.
Tidak ada cinta di dalam pernikahan mereka. Pria tersebut bahkan tidak mengingat siapa dirinya yang tiba-tiba saja terbangun di tempat asing usai mengalami kecelakaan tragis. Meskipun Inara terlepas dari jeratan pria tua yang memaksanya menjadi istri ketiga, tapi wanita itu dihadapkan pada masalah besar yang tengah menantinya di depan.
Siapakah pria asing tersebut sebenarnya? Benarkah ia amnesia atau hanya berpura-pura bodoh demi menghindari masalah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni t, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Baik Inara maupun Johan seketika menahan langkah kakinya saat mendengar suara seorang wanita paruh baya memanggilnya dengan sebutan Tuan Muda. Keduanya pun seketika menoleh dan menatap wajah satu sama lain sebelum akhirnya memutar badan.
"Astaga! Ternyata Anda beneran Tuan Muda," sahut wanita paruh baya yang berkerja di rumah tersebut.
Johan bergeming, hal yang sama pun dilakukan oleh Inara saat wanita paruh baya itu berjalan menghampiri lalu menepuk-nepuk pundak Johan dengan kedua mata berkaca-kaca.
"Tuan Muda kemana aja? Ya Tuhan, apa Tuan Muda tau, Tuan besar sama Nyonya besar nyariin Tuan ke mana-mana," sahutnya membuat Johan seketika merasa bingung. "Kenapa Tuan harus menekan bel segala? Kenapa gak langsung masuk aja? Ini 'kan rumah Tuan sendiri."
Johan masih bergeming. Untuk beberapa saat, otaknya seakan berhenti berfungsi. Bukan hanya itu saja, bibir seorang Johan terasa kelu untuk digerakkan begitupun dengan tubuhnya yang seakan membeku. Pria itu mencoba untuk mencerna apa yang sebenarnya terjadi.
"Maaf, Bi. Maksud bibi apa, ya? Apa bibi kenal sama Johan? Maksud aku, kenapa bibi memanggil suami saya dengan sebutan Tuan Muda?" tanya Inara ingin segera mengobati rasa penasarannya.
"Suami? Johan?" bibi seketika mengerutkan kening merasa tidak mengerti. "Dia ini Tuan Dave, putra sulung keluarga ini."
"Dave?" Inara seketika merasa terkejut.
Johan memejamkan kedua matanya sejenak lalu berbalik dan berlari meninggalkan tempat itu dengan perasaan hancur berkeping-keping. Sementara Inara masih bergeming di tempatnya benar-benar merasa penasaran dengan apa yang terjadi di sini.
"Rumah ini beneran rumahnya Sebastian, 'kan?" tanya Inara.
"Betul, tapi Tuan Muda ko lari?" tanya bibi seraya menatap kepergian Johan dengan perasaan kecewa.
"Eu ... nanti aku balik lagi ke sini ya, Bi," sahut Inara bergegas mengejar Johan seraya menyerukan namanya. "Mas Johan, tunggu aku!" pinta Inara terengah-engah berlari di belakang suaminya.
Johan sama sekali tidak menanggapi teriakan istrinya, pria itu semakin mempercepat gerakan kakinya lalu berbelok memasuki yang sempit. Perasaan seorang Johan benar-benar hancur, ingatan yang ingin ia lupakan ternyata datang dengan sendirinya. Hal yang lebih mengejutkannya lagi adalah, ternyata ia adalah Tuan Muda dikediaman ayah Inara yang merupakan istrinya sendiri.
Lantas, apakah ia dan Inara memiliki ayah yang sama? Atau, mereka hanya saudara tiri saja? Kepala Johan seketika terasa pusing membuatnya sontak menghentikan langkahnya lalu berjongkok seraya memegangi kepalanya sendiri.
"Mas Johan," sahut Inara memasuki yang yang sama segera menghampiri suaminya. "Kamu kenapa, Mas?"
"Kepala Mas sakit, Inara. Sakit banget," ringis Johan seraya memegangi kepalanya sendiri.
"Ya Tuhan, eu ... gimana kalau kita istirahat dulu, Mas."
"Istirahat di mana, Inara?"
Inara mengusap wajahnya kasar benar-benar merasa bingung. Ia pun tidak memiliki tempat untuk pergi selain rumah yang hendak ia tuju yaitu kediaman ayahnya sendiri. Johan mengedip-ngedipkan kedua matanya sendiri mencoba untuk menahan rasa nyeri di kepalanya lalu menatap wajah Inara
"Kamu denger apa yang wanita tadi bilang, Inara? Katanya Mas ini Tuan Muda di rumah ayah kamu?" tanya Johan. "Kalau ternyata kita saudara, gimana?"
"Kita pikirkan itu nanti, ya. Aku khawatir sama keadaan kamu, Mas."
"Gak ada masalah yang lebih penting dari masalah ini, Inara!" tegas Jogan penuh penekanan.
"Iya, masalah ini emang penting, Mas, tapi buat aku, kesehatan kamu lebih penting."
"Gimana kalau ternyata Mas ini Kakak kandung kamu?"
Inara seketika bergeming.
"Gimana kalau ternyata, kamu dan Mas saudara seayah?"
Kedua mata Inara seketika berkaca-kaca.
"Lebih baik kita pulang ke kampung, Inara. Kita gak usah balik lagi ke rumah itu."
Inara menggelengkan kepalanya seraya mengusap kedua matanya yang sempat berair. Ia memang terkejut setelah wanita paruh baya itu mengatakan bahwa rumah tersebut memang kediaman Sebastian yang merupakan ayah kandungnya. Apa yang baru saja diucapkan oleh Johan pun kemungkinan benar. Namun, tidak ada gunanya menghindari masalah ini. Ia yang semula enggak untuk menemui sang ayah kini kembali berubah pikirkan. Ia akan kembali ke rumah mewah itu untuk menuntut kejelasan. Siapa Johan sebenarnya dan apa hubungan suaminya ini dengan Sebastian sang ayah.
"Nggak, Mas. Kita harus balik lagi ke rumah itu," sahut Inara seraya berdiri tegak.
"Nggak, Mas gak mau. Mas takut, Sayang," tolak Johan sontak melakukan hal yang sama seperti sang istri.
"Kita gak boleh ngehindari masalah, Mas. Kita harus siap menghadapi kemungkinan terburuk sekalipun."
"Emangnya kamu siap kalau harus berpisah sama Mas?"
Inara seketika bergeming seraya memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Nggak, Mas gak mau balik lagi ke sana, Inara. Mas belum siap."
"Siap gak siap kamu harus siap, Mas. Kita hadapi masalah ini sama-sama, ya."
Johan terdiam sejenak seraya menatap wajah Inara. Bukankah awalnya ia yang menguatkan istirnya ini? Bukankah ia juga yang membujuk Inara untuk bertemu dengan ayah kandungnya? Lantas, mengapa sekarang dirinya bersikeras untuk menghindar?
"Kamu pikir aku gak takut, Mas?" rengek Inara seketika terisak. "Aku pun sama takutnya kayak kamu, Mas Johan. Bagaimana jika ternyata kita ini saudara seayah? Aku gak siap kehilangan kamu, tapi kita juga gak mungkin menghindari ini dan terjerembab ke dalam jurang yang lebih dalam lagi. Kamu paham 'kan apa maksud aku?"
Johan akhirnya menganggukkan kepala tanda mengerti sekaligus paham dengan apa yang baru saja diucapkan oleh istrinya. Jurang yang dimaksud oleh Inara adalah jurang di mana hubungan mereka merupakan hubungan terlarang dan tidak boleh dilanjutkan. Namun, semua itu butuh kepastian dan hanya dengan kembali ke rumah itu mereka bisa mendapatkan jawaban yang mereka inginkan. Meskipun, ingatan Johan sendiri masih belum kembali sampai sekarang.
"Baiklah, kita balik lagi ke sana," jawab Johan akhirnya membuat keputusan. "Apapun masalah yang akan kita hadapi di depan, kita hadapi sama-sama."
Inara kembali mengusap kedua matanya yang membanjir sebelum akhirnya memeluk tubuh Johan untuk yang terakhir kalinya.
"Aku sayang sama kamu, Mas. Aku tau kamu pun seperti itu, tapi jika kenyataan di depan sana tidak sesuai dengan harapan kita, kita harus siap melepaskan perasaan kita."
Johan menganggukkan kepala seraya menahan air matanya sedemikian rupa.
"Kita pergi sekarang," pinta Inara seraya mengurai pelukan.
Bersambung
otor request up-nya yg banyak boleh 🙏🤭