London, sebuah tempat yang menyisakan kenangan termanis dalam hidup Orion Brox. Dalam satu hari di musim panas, ia menghabiskan waktu bersama gadis cantik yang tak ia ketahui namanya. Namun, rupa dan tutur sapanya melekat kuat dalam ingatan Orion, menjelma rindu yang tak luntur dalam beberapa tahun berlalu.
Akan tetapi, dunia seakan mengajak bercanda. Jalan dan langkah yang digariskan takdir mempertemukan mereka dalam titik yang berseberangan. Taraliza Morvion, gadis musim panas yang menjadi tambatan hati Orion, hadir kembali sebagai sosok yang nyaris tak bisa dimiliki.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
One Day In London 15
Jika dulu Riu sangat cekatan dalam menikahi Vale, tampaknya sekarang Olliver yang meniru. Laki-laki itu juga ingin cepat-cepat menikahi tambatan hatinya.
Lamaran resmi yang sebelumnya diperkirakan antara tujuh sampai sepuluh hari ke depan, nyatanya segala sesuatu telah siap dalam enam hari saja. Perangkat seserahan, mulai dari kosmetik, pakaian, dan perlengkapan lain, semua sudah dipesan. Termasuk set perhiasan yang uangnya dari Orion.
Ya, tidak main-main. Janji akan membantu yang diucapkan Orion kemarin, ternyata setara dengan satu set perhiasan yang nilainya ratusan juta. Sungguh, Orion sangat mendukung rencana pernikahan Olliver dengan Tara.
Namun, bukan hanya Orion yang mendukung niat tersebut. Si bungsu Reyver pun turut mendukung. Dia pulang dari luar negeri demi ikut menyaksikan prosesi lamaran dari sang kakak. Selain itu, kedua kakak Riu juga turut serta—Annisa dan Camelia. Mereka tak hanya pulang dan hadir dalam acara, tetapi juga memberikan sejumlah uang meski tidak sebanyak Orion.
Kini, mereka semua sudah berkumpul di rumah Riu. Reyver, Annisa, dan Camelia, sudah tiba dari semalam. Sekarang tinggal persiapan sambil menunggu penerbangan nanti siang.
"Olliver, semuanya sudah kamu pastikan, kan? Siap semua, tidak ada yang terlewat, kan?" tanya Annisa, memastikan sekali lagi bahwa acara keponakannya akan berjalan lancar.
"Sudah, Tante. Barusan aku sudah dikonformasi sama pihak hotel, katanya barang-barang seserahan sudah tiba di sana. Mobil yang akan kita sewa nanti malam, juga sudah disiapkan dari sekarang."
Annisa tersenyum. "Baguslah kalau begitu. Pokoknya jangan sampai ada kesalahan dalam persiapan. Kita harus meninggalkan kesan baik pada Tara dan keluarganya. Ahh, aku jadi nggak sabar ketemu Tara secara langsung. Pasti dia sangat istimewa, buktinya bisa mencuri hatimu, Olliver."
Digoda demikian, Olliver hanya tersenyum lebar. Namun, dalam hati sangat setuju dengan ucapan Annisa. Tara-nya memang istimewa, sangat istimewa.
Membayangkan sosok Tara membuat Olliver kembali berdebar tak keruan, terus terlintas dalam angan, betapa indah dan manisnya kehidupan mereka setelah menikah nanti. Melakukan apa pun bersama-sama, bahkan sampai punya anak bersama.
Karena terlalu hanyut dalam lamunan indahnya, Olliver pun tergerak pergi ke kamar. Bukan apa-apa, melainkan untuk melihat kembali sekotak perhiasan yang sudah dipersiapkan.
Ya, dari semua barang seserahan, hanya sekotak perhiasan itu yang tidak dikirim lebih awal. Olliver membawanya sendiri nanti.
"Tunggu aku di sana, Sayang," gumam Olliver di tengah senyum manisnya.
________
Niat baik yang tidak ditunda-tunda, memang sering mendapatkan kemudahan dan kelancaran. Tak terkecuali niat baik Olliver untuk melamar Tara. Perjalanan dari Jakarta ke Surabaya sangat lancar, tidak ada kendala sedikit pun. Sesuai dengan perkiraan, mereka tiba di Surabaya tepat jam setengah tiga. Masih ada cukup waktu untuk beristirahat dan bersiap-siap, karena berangkat ke rumah Tara masih sekitar jam tujuh nanti.
Sebelumnya, Olliver sekeluarga sudah mem-booking kamar di hotel tersebut. Jadi, sekarang mereka tinggal beristirahat tanpa repot mengurus ini itu.
"Pa, kalau menentukan hari pernikahan kami nanti, jangan lama-lama ya. Tara udah setuju kok nikah dalam waktu dekat, cuma nunggu keputusan Papa dan Om Nero aja."
Entah untuk keberapa kalinya Olliver mewanti-wanti sang ayah agar tidak menunda-nunda hari pernikahan. Katanya 'semakin cepat semakin bagus'. Bahkan, Olliver sampai berulang kali memastikan bahwa dirinya bisa meng-handle segala macam hal yang dibutuhkan dalam pernikahan, dalam waktu dekat.
"Olliver, Papa tahu kamu sudah tidak sabar menikahi Tara. Tapi, terlalu buru-buru juga tidak bagus. Belum genap seminggu kamu dan Tara resmi pacaran, jadi minimal menikah ya bulan depan. Jangan meminta nikah dalam hitungan hari. Persiapan pernikahan tidak semudah itu," jawab Riu.
"Tapi, katanya Papa dulu hanya butuh dua minggu untuk menikahi Mama," protes Olliver.
Riu menggeleng-geleng. Rasanya gemas juga dengan Olliver, yang sepertinya sedang dilanda kasmaran akut, makanya menunggu satu bulan saja seolah tidak sabar.
"Aku dan mamamu menikah dengan cara sederhana, tidak ada pesta. Kamu mau seperti itu?"
Olliver menggeleng samar. Mana mungkin dia mau menikah tanpa pesta, malah kalau bisa dia ingin mengundang seluruh orang di dunia dalam acara pernikahannya, agar bisa berbangga pada segenap penjuru karena berhasil memenangkan hati Tara.
"Satu bulan itu tidak lama, percayalah. Papa yakin, nanti satu bulan itu akan terasa singkat karena habis untuk mempersiapkan ini itu," sambung Riu, yang kemudian disetujui oleh Olliver meski dengan perasaan yang agak enggan.
Berbeda dengan Olliver dan anggota keluarga lain yang memilih diam di hotel sambil mengistirahatkan badan, Orion justru memilih keluar dan jalan-jalan cari angin, katanya.
Jujur, pembahasan tentang pernikahan Olliver sangat dominan, dan hal itu membuat Orion teringat dengan Sunny, sang pujaan yang masih entah di mana. Itu sebabnya Orion memilih pergi sejenak, mencuci mata dan pikiran dengan angin baru di tempat itu.
Tanpa mengganti celana dan kemeja yang ia kenakan dalam perjalanan tadi, Orion pergi meninggalkan hotel. Dia menyusuri jalan di sekitar sana, menatap padatnya kendaraan, juga menikmati bisingnya kota yang masih sibuk.
Beberapa menit berlalu, tak terasa sudah cukup jauh Orion meninggalkan hotel. Sampai kemudian, dia berniat membeli minuman dingin di sebuah minimarket yang ada di tepi jalan.
Akan tetapi, belum sempat langkah kaki Orion memasuki bangunan tersebut, matanya justru menangkap satu sosok yang tidak asing, sosok wanita yang sekian purnama ia rindukan. Sunny.
"Aku nggak salah lagi, dia adalah Sunny," batin Orion tanpa mengalihkan pandangan, terus memastikan bahwa penglihatannya tidak keliru. Memang Sunny-nya yang kini berdiri di depan sana, keluar dari minimarket sambil membawa kantong belanjaan.
Tak ingin kehilangan jejaknya lagi, Orion mempercepat langkah dan mendekati wanita itu.
"Sunny!" panggil Orion.
Namun, wanita itu tidak menoleh, tetap fokus dengan langkahnya sendiri.
"Sunny!" Orion kembali memanggil, sembari menggenggam tangan wanita yang kini berada tepat di depannya.
Wanita yang tak lain adalah Tara, terkejut seketika, karena tiba-tiba ada seseorang yang menggenggam tangannya tanpa permisi. Namun, dia lebih terkejut saat melihat wajah lelaki tersebut. Sebentuk wajah yang sangat tidak asing baginya.
"Sunny, akhirnya aku menemukanmu," kata Orion dengan tatapan yang amat berbinar.
Di depannya, Tara langsung terdiam. Tubuhnya seolah membeku di tempat.
"Kamu masih ingat aku, kan? Aku yang dulu—"
"Orion," ucap Tara dengan lirih—antara sadar dan tidak, tetapi cukup untuk membuat Orion menghentikan perkataannya.
Orion makin senang. Demi apa wanita yang selama ini dia cari ternyata mengenali namanya. Apakah mungkin Sunny-nya juga menyimpan perasaan yang sama?
"Aku nggak nyangka kamu bisa tahu namaku. Sunny, ini seperti mimpi, aku bisa ketemu kamu lagi."
Mendengar ucapan Orion, Tara tak bisa berkata-kata. Dia mengenali Orion bukan karena masa itu, melainkan karena wajahnya yang sangat mirip dengan Olliver—hanya beda dalam penampilan.
Mungkin ... inilah alasannya mengapa dulu saat pertama kali bertemu Olliver, Tara merasa familier dengan wajah itu. Ternyata bukan karena mereka pernah bertegur sapa sewaktu kecil, melainkan karena wajah yang serupa pernah mampir sehari dalam perjalanan hidupnya.
Namun bodoh, dia sama sekali tak mengingat itu semua, setidaknya sampai beberapa detik yang lalu.
Bersambung...
Apa ya yng di minta Orion
lanjut thor 🙏
Dan Tara prilaku mu mencerminkan hati yng sdng galau , kenapa juga harus mengingkari hati yng sebenarnya Tara
Orion kalau kamu benar cinta ke Tara terus lah perjuangkan.