NovelToon NovelToon
Menjadi Selamanya

Menjadi Selamanya

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak / Cinta Paksa / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:14k
Nilai: 5
Nama Author: Kiky Mungil

Divi hampir menyerah saat pengajuan pinjamannya ditolak, dengan alasan Divi adalah karyawan baru dan pengajuan pinjamannya terlalu besar. Tapi Divi memang membutuhkannya untuk biaya operasi sang ibu juga untuk melunasi hutang Tantenya yang menjadikan Divi sebagai jaminan kepada rentenir. Dimana lagi dia harus mendapatkan uang?

Tiba-tiba saja CEO tempatnya bekerja mengajak Divi menikah! Tapi, itu bukan lamaran romantis, melainkan ada kesepakatan saling menguntungkan!

Kesepakatan apa yang membuat Arkael Harsa yakin seorang Divi dapat memberikan keuntungan padanya? Lantas, apakah Divi akan menerima tawaran dari CEO yang terkenal dengan sikapnya dingin dan sifatnya yang kejam tanpa toleransi itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kiky Mungil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chap 15. Genggaman Yang Hangat dan Nyaman

Pagi ini Divi meyakinkan dirinya, berusaha memberikan pengaruh-pengaruh positif dalam pikirannya.

Ibu akan baik-baik saja...

Ibu akan sehat lagi...

Ibu nggak akan tinggalin aku...

Kata-kata itu terus saja berputar dalam pikirannya, seperti mantera yang paling ampuh. Tapi nyatanya, dalam perjalanan menuju rumah sakit, telapak tangannya tetap sedingin es batu. Sekuat apa pun ia meremas tangannya sendiri, tetap tidak mengurangi kebekuan di kedua telapak tangannya.

Grab!

Divi tersentak kala Arkael mengambil kedua tangan Divi, lembut sekali sentuhan pria itu, kemudian dibawanya tangan Divi hingga ke depan mulutnya, setiap gerakan yang dilakukan tak lepas Divi menatapnya, sesekali pun Bimo melirik adegan manis itu.

Dihembuskannya napas hangat dari mulut Arkael ke tangan Divi, lalu mengusap-usap lembut, terus dia lakukan itu tanpa ada yang bicara menginterupsi sampai dia rasa tangan Divi tidak lagi sedingin es.

"T-terima kasih, Pak." kata Divi. Ia merasa canggung, tentu saja. Mereka hanya bertiga di dalam mobil itu, dan Bimo adalah satu-satunya orang yang tahu soal kesepakatan yang ada diantara Arkael dan Divi, jadi bentuk perhatian semacam ini yang seharusnya terjadi di depan orang lain selain Bimo, tentu saja memberikan Divi getaran yang aneh. Getaran yang Divi tekan kuat-kuat agar tidak memancing rasa-rasa yang lain, yang mungkin nantinya akan membahayakan perasaannya sendiri.

"T-tangan saya udah baik-baik aja sekarang." katanya sambil menarik tangannya dari tangan Arkael, tapi Arkael malah menahannya dan menggenggamnya.

"Jangan takut, Ibu kamu akan baik-baik saja." kata Arkael seolah tidak mendengarkan kata-kata Divi.

"I-iya Pak. Tapi tangan saya..."

"Tangan kamu akan tetap saya amankan, jangan sampai dingin lagi."

Mendengar itu, malah membuat Bimo reflek menahan suara tawanya yang lampir lepas dari bibirnya yang terkatup.

Lirikan galak dilemparkan Arkael untuk temannya itu.

"Tangan saya nggak..."

"Sssh! Diam! Fokus tenangkan dirimu saja!" Titah Arkael sambil menguatkan genggaman tangannya pada tangan Divi yang katanya 'diamankan' entah dari apa, dan entah kenapa. Tapi satu hal yang Arkael tahu, saat ini wanita yang berstatus istri pura-puranya itu tengah merasakan kecemasan, dirinya pun juga pernah merasakan hal serupa, dulu sekali.

"Tapi saya..."

"Mendekatlah."

"Eh?"

Karena Divi hanya melebarkan mata, masih mencoba mencerna sepertinya untuk apa dia duduk mendekat kepada Arkael, tangannya yang berada dalam genggaman hangat itu saja sudah membuat jantungnya jedag-jedug, jadi Arakel lah yang menggerakkan bokongnya untuk duduk menggeser lebih dekat kepada Divi, menipiskan jarak diantara mereka, walaupun tetap ada jarak yang tersisa sedikiiiiit.

"Kamu harus tenang, segala pikiran buruk bisa menjadi sugesti, begitu pun dengan pikiran baik, jadi, pikirkan yang baik-baik saja."

"I-iya Pak."

Bagaimana bisa tenang sih? Tangan gue digenggam lembut gini, mana hangat banget lagi, rasanya nyaman. Duh! Oke, sadar Div, ini orang cuma sandiwara...tapi untuk apa juga sandiwara di depan Pak Bimo?

* * *

Akhirnya mereka tiba di rumah sakit, melihat tangan tangan Divi yang berada dalam genggaman tangan Arkael tentu saja membuat petugas yang kala itu sempat mengusir Divi terllihat bingung dan gugup.

"P-Pagi Pak Kael." sapa sekuriti itu.

Arkael hanya mengangguk singkat.

"Pagi Pak." Divi menyapa sekuriti itu dengan ramah.

"P-pagi Mbak..."

Mendengar sahutan sekuriti itu membuat langkah kaki Arkael mengerem mendadak, Bimo pun nyaris menubruk punggung temannya itu. Arkael kemudian menghadap sekuriti itu dengan tatapan datar, tatapan yang membuat si sekuriti berpikir cepat mengingat kesalahan apa yang sudah dia perbuat.

"Nyonya!" kata Arkael dengan penuh penekanan dan nada peringatan. "Divi istriku. Jadi jangan asal panggil."

"Oh, m-maafkan saya Pak Kael, maafkan saya Nyonya."

"I-iya Pak, nggak apa-apa." kata Divi. Sumpah dia merasa canggung sekali, pasalnya mereka ada di tengah-tengah pintu masuk yang jelas akan menjadi pusat perhatian semua orang yang ada di rumah sakit itu.

Tanpa menunggu si sekuriti mengeluarkan lagi kalimat-kalimatnya, kaki Arkael sudah kembali melangkah, menarik Divi dalam genggamannya. Kaki mereka terus menuju ruang perawatan VIP dimana Ibu Inna dirawat.

Di dalam sana sudah ada Arin, Ron, bahkan Kakek yang duduk di kursi roda, dan Seli!

"Seli?" Divi tentu saja terdistrak dengan kehadiran Seli yang berada dekat dengan pintu. Seli hanya mengangguk formal dan sopan menyambut kedatangan Divi, Arkael juga Bimo.

Divi langsung mendekati tempat tidur dimana Ibu sudah bersiap dengan pakaiannya menuju ruang persiapan, tinggal menunggu perawat-perawat yang datang menjemput Ibu. Divi langsung memeluk ibunya, sekuat tenaga dia menahan suaranya agar terdengar tegar dan baik-baik saja, dia juga meminta ibunya untuk semangat dan jangan takut. Kehadiran semua orang disana yang mendukung dan memberikan semangat kepada Ibu Inna dan Divi membuat senyum hangat Ibu Inna terbit pada wajahnya.

Ketika akhirnya tiga perawat datang bersama dengan dua orang dokter untuk membawa ibu ke ruang persiapan operasi, Ibu menyempatkan diri untuk mengucapkan terima kasih kepada Arkael, juga kepada Tuan Argam. Pada akhirnya air mata Divi meleleh ketika kalimat terakhir Ibu sebelum masuk ke ruangan dimana anggota keluarga tidak lagi bisa ikut menemani adalah ibu menitipkan Divi pada Arkael dan keluarga. Ibu meminta agar Divi dibahagiakan dan untuk tidak meninggalkan Divi.

Divi masih bisa menahan suara isaknya, tapi begitu pintu di depan mereka tertutup, tangis Divi pun pecah. Divi menangis dalam pelukan Seli, teman yang padahal belum lama saling mengenal itu tahu bagaimana perjuangan Divi untuk bisa bertahan demi ibunya. Seli mengusap lembut punggung Divi, menenangkan Divi sekaligus meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja.

Dua jam berlalu, Ron sudah membawa kembali Tuan Argam ke kamarnya, karena beliau juga butuh istirahat, Arkael ikut dengan kakeknya, karena sebelum meninggalkan tempat, kakeknya mengisyaratkan ada beberapa hal yang ingin dia bicarakan dengan cucu laki-laki semata wayangnya itu.

Sementara Divi di ruang tunggu bersama Seli, Arin juga Bimo.

Arin selalu cekatan, dia dengan sangat inisiatif membelikan semua orang kopi instan, meski Divi tidak bisa menelan apa-apa saat ini. Fokusnya hanya kepada lampu yang menyala merah di atas pintu ruang operasi, tanpa bahwa operasi masih terus berlanjut.

"Minum dulu, Div." kata Seli pelan.

"Apa Nona mau minum air mineral? Teh? Atau cokelat hangat?" Arin menawarkan.

"Nggak usah, terima kasih." kata Divi lemah, dengan senyumnya yang tipis.

"Tapi tangan lo-kamu dingin." kata Seli.

"Tangan aku..." Ucapannya berhenti begitu teringat dengan apa yang dilakukann Arkael di dalam mobil selama perjalanan menuju rumah sakit tadi. Tangannya terasa sangat hangat dan nyaman dalam genggaman pria itu, tapi ketika mengingatnya kini, hatinya terasa nyeri.

* * *

"Kakek nggak meragukan perhatianmu pada cucu mantuku. Kamu memberikan kamar perawatan terbaik untuk Ibu mertuamu, menugaskan Arin, mengangkat Seli. Tapi bukan berarti Kakek percaya dengan perasaanmu."

"Maksud Kakek?"

"Jangan kamu pikir Kakek nggak tahu apa alasanmu selalu menolak dijodohkan dengan gadis-gadis pilihan mamamu itu. Kamu itu menunggu mantanmu itu kembali, ya, kan?"

Arkael mendengkus, bersikap seolah ucapan Kakeknya adalah sesuatu yang basi dan tidak penting. Padahal dalam hatinya ia cukup terkesiap dengan insting sang Kakek yang jarang sekali meleset.

"Kakek nggak perduli dengan alasamu menikahi Divi, entah apa benar karena cerita cinta yang kamu ceritakan dan kau tunjukkan di depan semua orang, atau karena hal lain, yang jelas, seorang laki-laki sejati selalu dan pasti memegang janjinya. Dan kamu baru saja berjanji pada seorang ibu yang telah melahirkan anak gadisnya dengan nyawa taruhannya, kamu telah menyanggupi untuk membahagiakan anaknya, menjaga dan melindungi anaknya, dan nggak akan pernah meninggalkannya."

"Sebenarnya apa maksud Kakek ngomong ini ke aku?"

"Kakek hanya mengingatkan, jika kamu melanggar janjimu, maka jangan harap kamu bisa menyandang namamu dengan rasa bangga. Dan semua yang selama ini kamu kuasai akan beralih pada seseorang yang tidak semestinya. Kamu pasti nggak mau hak mu pindah tangan, kan?"

Pikiran Arkael bercabang setelah keluar dari kamar sang Kakek. Tujuannya membuat kesepakatan pernikahan ini menjadi terlihat kabur, Keinginannya untuk membalas rasa sakit hati pada sang mantan terkadang hilang, terkadang timbul. Bahkan bayangan untuk kembali bersama pada wanita yang dulu pernah membuatnya menutup hati untuk wanita lain tidak lagi membuatnya tertarik.

Ia justru lebih tertarik untuk menyingkirkan Seli yang tengah merangkul Divi, membiarkan Divi menyandarkan kepalanya pada pundak Seli, dan salah satu tangan Seli menggenggam tangan Divi yang Arkael yakini tangan itu pasti dingin.

Ia lebih tertarik untuk menggantikan posisi Seli saat ini dan....selamanya?

.

.

.

Bersambung~

1
Boma
😄😄ketauan boong,pasti kecelakaanya di sengaja
Boma
maksudnya ini apa ya,apa kecelakaan di sengaja biar divi maubalik lgi ke arkael
Muri
kok ada yaaa ayah bejat kaya gitu sama anak kandungnya sendiri.
Boma
mau ya divi moga kael mau nerima kamu sepenuhnya,walau pun kamu gak perawan lgi
Umie Irbie
yaaaah...divi udah ngg prawan sama ayah nya sendiri😏😫 kirain bisa di gagalin 😒😩 ternyata tetap di pake,😩😒😫 iyaaa itu mah ngg pantas untuk kael
Boma
ya ampun ayah kandung iblis itu mah
Boma
terus berjuang el,untuk meyakinkan divi
Boma
pasti divi salah paham,di kiranya akan mengakhiri pernikahan kontraknya
Boma
padahal kakek cuma ingin tau perasaan kael yg sesungguhnya
Boma
mending jujur aja divi,kalo perasaan itu ada,tapi sllu menepisnya,karna tak sepadan dgn arkael,moga kakek merestuimu divi
Boma
pasti rana,makin runyam
DwiDinz
Siapa tuh yg nguping? Rana atau divi? 🤔
Boma
kamu aja yg ambil,biar nanti terbiasa😄
Umie Irbie
kok ayah siiii thoooor 😱🤔🤔 punya
traumakah ????
Umie Irbie
othooooor random bangeeeet dewhhh,. masa rumahnya kael yg mewah ada tokek 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤪
Umie Irbie: wahhahahahahaha,. 🤣🤣🤣🤣🤣 di hotel pulaaaa 😒😒😒🤣🤪
Kiky Mungil: mending kalo di rumah, tapi ini di hotel kak, eh, tokeknya juga mau ikut bobo dihotel kayaknya 😅😅😅
total 2 replies
Boma
kirain ada yg ngetuk pintu,eh toke😄ada2 saja
Kiky Mungil: tokeknya jadi room service 😅
total 1 replies
Boma
apa dia bilang wc ya ujungnya😁
Umie Irbie
duuuuh,. bahasa inggris yaks😒😣 artinya apaan siii,. masa kudu copy paste dulu ke google transit 😏😣😒
Kiky Mungil: jangan kak...bahaya artinya 😋😋
total 1 replies
Umie Irbie
hahahaah,. baca nya sweet bangeeet siiiii 🤣🤭🤭
Umie Irbie
hahahaha,. hukuman nya kok enak sekali yaaaaa 🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!