Untuk mengisi waktu senggang diawal kuliah, Om Raka menawari Alfath untuk menjadi tutor anak salah satu temannya. Tanpa fikir panjang, Alfath langsung mengiyakan. Dia fikir anak yang akan dia ajar adalah anak kecil, tapi dugaannya salah. Yang menjadi muridnya, adalah siswi kelas 3 SMA.
Namanya Kimmy, gadis kelas 3 SMA yang lumayan badung. Selain malas belajar, dia juga bar-bar. Sudah berkali-kali ganti guru les karena tak kuat dengannya. Apakah hal yang sama juga akan terjadi pada Alfath?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15
Langit sudah mulai gelap dan udara terasa makin sejuk. Tak hanya karena sekarang sudah hampir masuk waktu magrib, tapi juga karena mendung. Di langit yang tampak kehitaman, terlihat beberapa kali kilatan cahaya. Tanda-tanda kalau sebentar lagi akan turun hujan, sudah terlihat jelas.
Alfath menoleh ke arah Kimmy yang duduk di sebelahnya. Sepuluh menit yang lalu, dia mengajak gadis itu pulang, namun Kimmy menolak dengan alasan, besok dia tak akan lagi merasakan udara kota Bandung. Gadis itu akan dimasukkan ke salah satu pesantren yang ada di Jawa Timur.
"Kim, udah mau hujan, yuk lah," ajak Alfath lagi.
"Bentar lagi, Al. Minuman ku aja belum habis," dia menunjukkan botol minuman jus jeruk yang masih tersisa setengah isinya.
Gimana mau habis, orang dipandangi doang, gak diminum, batin Alfath. Tapi cowok itu masih bisa bersabar, dengan alasan, ini hari terakhir Kimmy di Bandung. Namun saat terdengar suara petir, Alfath tak lagi bisa bersabar, cowok itu langsung berdiri.
"Ayo pulang!"
"Bentar lagi, Al."
Alfath membuang nafas kasar, menatap Kimmy penuh intimidasi. "Ya udah aku pulang dulu, serah kamu mau pulang kapan. Mau tidur di sini, juga gak papa. Tuh," dia menunjuk seekor kucing yang tengah tertidur santai di dekat ban motornya. "Bisa jadi temen kamu tidur di sini malem ini."
"Jahat banget sih," gerutu Kimmy.
"Bedain antara jahat sama tegas. Cewek manja plus nakal kayak kamu, emang harus ditegasin. Mau pulang sama aku, atau mau aku tinggal?"
Kimmy tertunduk lesu. "Iya, pulang. Tapi mampir dulu beli makan, aku laper, belum makan dari siang."
"Siapa suruh?"
"Gak ada," Kimmy menggeleng tanpa rasa bersalah.
Alfath mendengkus lalu masuk ke dalam minimarket, hanya sebentar lalu keluar lagi. Dia menyodorkan sebuah donat dengan toping coklat yang biasanya di pajang di dekat kasir pada Kimmy. "Nih, buat ganjel perut, makannya tunggu sampai rumah aja. Keburu hujan kalau mampir makan dulu."
"Tapi aku gak suka toping coklat, sukanya macha."
"Anj_" hampir saja Alfath keceplosan mengumpat gara-gara kesal. Perihal toping saja, jadi masalah. Bukankah biasanya apapun akan terasa enak dalam kondisi lapar? Gak menghargai banget usahanya untuk membelikan makanan. Tak mau debat yang nantinya bikin makin pusing, dia kembali masuk ke minimarket. Untungnya si kasir cantik sekaligus baik, tak keberatan saat Alfath minta tukar varian donat. Sayangnya, tidak ada varian macha.
Alfath keluar lalu menyodorkan donat dengan toping warna putih, entah itu vanila atau susu apalah, dia tak peduli.
"A_"
"Kalau gak mau, gue makan sendiri," potong Alfath cepat.
"Iya, mau." Kimmy mengambil donat tersebut dari tangan Alfath. "Ini gratis apa aku harus ganti uangnya?"
"Ya gantilah! Gak ada yang gratis di dunia ini, termasuk donat," ucapnya agak nyolot. Kimmy memang harus diginiin, kalau enggak, suka seenaknya cewek itu. "Makannya di motor aja." Kalimat itu membuat Kimmy yang baru membuka plastik, jadi berhenti. Dia menghela nafas panjang lalu mengikuti Alfath menuju tempat motornya di parkir.
Alfath sudah siap di atas motor, menunggu Kimmy yang masih sibuk memakai helm.
"Nanti ganti sekalian uang bensinnya," ujar Alfath saat Kimmy naik ke atas motor.
"Iya, dasar pelit."
"Biar cepet kaya."
"Matinya kuburannya sempit."
"Kayak kuburan situ luas aja," balas Alfath.
Alfath melajukan motornya meninggalkan halaman minimarket. Motornya tak bisa melaju kencang karena jalanan macet.
Kimmy justru bersyukur karena jalanan macet. Dengan begitu, dia tidak akan cepat sampai di rumah. Jujur, dia masih ingin menikmati kota Bandung, kota tercinta tempat dia lahir. Sambil mengedarkan pandangan menikmati keindahan lampu jalan yang sudah mulai menyala, dan merasakan sejuknya udara yang menembus pori-pori kulit, dia menikmati donatnya.
Tiba-tiba saja, rintik hujan mulai turun. Motor Sialnya motor Alfath yang masih terjebak di lampu merah, tak bisa langsung menepi. Baru setelah lampu berubah hijau, dia melajukan motornya untuk mencari tempat berteduh. Dia berhenti di depan sebuah ruko yang sudah tutup. Setelah men standar motornya, dia dan Kimmy lari ke teras ruko untuk berteduh.
Alfath melepas helm lalu mengusap wajahnya yang basah dengan kedua telapak tangan. Dinginnya kota Bandung benar-benar sampai membuat dia menggigil. Maklum, dia terbiasa dengan panasnya ibu kota.
"Gara-gara lo, nih, kita jadi kehujanan," Omel Alfath. Dia menoleh kearah Kimmy dan reflek mengumpat. Buru-buru dia membuang pandangannya ke arah lain. Gila, apa yang barusan dia lihat. Braa warna hitam yang dikenakan Kimmy menjiplak sangat jelas dari balik kaos warna baby blue yang dia pakai.
Alfath melepas jaketnya lalu menyerahkan pada Kimmy tanpa menoleh. Dingin-dingin begini, berduaan, lihat yang kayak gitu, takut tiba-tiba kerasukan syaiton. "Cepetan pakai!" titahnya.
Kimmy menerima angsuran jaket dari tangan Alfath lalu memakainya. Sayup-sayup, terdengar suara adzan magrib. Dengan tubuh basah kuyup seperti ini, rasanya mustahil mau singgah di masjid untuk sholat.
"Udah selesai?" sebelum menoleh, Alfath ingin memastikan dulu.
"Udah."
Baru setelah itu, Alfath kembali menoleh ke arah Kimmy.
"Kamu gak kedinginan?" tanya Kimmy.
"Lebih baik kedinginan, dari pada kerasukan setan."
"Al," seru Kimmy sambil merapatkan tubuh ke arah Alfath. Sementara Alfath malah reflek bergerak menjauh. Dia masih normal, didempetin, takut gak kuat iman. "Gak usah sebut-sebut setan bisa gak sih?" tubuh gadis itu langsung merinding. Betapa tidak, hujan-hujan begini, gelap gulita, berada di depan ruka kosong, siapa yang gak takut.
"Setan takut sama setan," cibir Alfath sambil tersenyum miring.
Kimmy tidak marah, dia justru hanya terlihat menghembuskan nafas berat lalu mengambil jarak dari Alfath. Tapi justru respon yang seperti itu, membuat Alfath merasa bersalah. Dia lupa, kondisi kejiwaan Kimmy sedang tidak baik-baik saja sekarang. Selain baru dikhianati teman dan pacar, ditambah besok mau dimasukin pesantren, dobel deh.
"Aku hanya becanda," ujar Alfath. "Lagian buat apa takut. Noh," dia menunjuk ke arah jalan raya yang ramai. "Ramai gitu, mana mungkin ada setan."
Kimmy memperhatikan ruko tempat dia Alfath berteduh. Di depan rolling door, terdapat tulisan dijual/ dikontrakan. "Kayaknya ruko ini udah lama kosong deh, Al."
"Gak usah takut, ada aku."
Kimmy mengambil sisa donat yang tadi dia masukkan ke dalam tas saat tiba-tiba hujan turun. Donat yang tinggal separo itu, langsung dia makan. Namun tatapan Alfath yang seperti orang kepengen, membuat dia berhenti mengunyah. "Mau?"
"Ogah, bekas, lo."
"Bisa gak sih, ngomongnya jangan lo gue," Kimmy memutar kedua bola matanya malas.
"Iya, iya, bawel."
Kruyuk kruyuk
Mata Alfath membulat sempurna mendengar perutnya berdendang, sementara Kimmy, gadis itu langsung tertawa ngakak.
"Gu, maksudnya aku gak lapar, cuma mungkin efek kedinginan aja," Alfath coba berkelit. Sebenarnya dia juga belum makan dari siang, hanya sempat mengisi perut sedikit dengan kue bersama Lula tadi. Udara dingin seperti ini, memang membuat lapar.
"Nih," Kimmy menyodorkan donat yang tinggal seperempat.
"Ogah."
"Aku gak TBC, rabies, flu, apalagi kena covid, jadi aman."
"Masalahnya, ada bekas iler, lo."
Kimmy mendengus kesal sambil menarik kembali tangannya. Dimakannya donat yang tinggal sedikit tersebut dalam sekali hap. Terserah Al mau kelaparan atau apa, dia tak peduli. Menyebalkan sekali cowok itu.