STUCK WITH A MR. XANDER

Rumah Sakit Medicare.

Jeje tidak menyangka kalau keisengannya telah membahayakan nyawa Xander.  Penyesalan dan rasa bersalah bercekol di dalam dada ketika melihat Xander terbaring lemah tempat tidur ruang rawat inap.

Airin dan Ningrum sedang berbicara empat mata di luar ruangan tersebut. Membicarakan masalah perjodohan.

"Maafkan Jeje, Airin. Jeje tidak bermaksud seperti ini." Ningrum merayu Airin agar tidak membatalkan perjodohan tersebut. Sebenarnya Ningrum sangat terkejut saat melihat Xander pingsan karena segumpal upil kecil yang diberikan Jeje. Apa ini yang disebut penyakit kebersihan atau takut kotor? Tapi, bukankah yang dialami Xander ini sudah mengarah ke penyakit psikologis, misalnya gangguan mental atau kecemasan yang berlebih?

Agak ngeri sih, tapi karena Xander adalah sultan yang kekayaannya sangat berlimpah maka Ningrum tetap ingin melanjutkan perjodohan itu. Terdengar egois, tapi Ningrum melakukan semua itu demi masa depan putrinya.

"Tapi sikap Jeje sudah sangat keterlaluan! Bagaimana nanti kalau mereka menikah dan Jeje terus melakukan hal jorok seperti tadi!" Airin tidak mau mendengarkan rayuan Ningrum. Dia akan tetap membatalkan perjodohan tersebut, karena tidak ingin putranya terluka. Dia sangat menyayangi Xander lebih dari apa pun.

"Jeje tidak akan berani melakukan hal itu, Airin. Percaya kepadaku." Ningrum masih berusaha keras meyakinkan sahabatnya itu.

Airin melipat kedua tangannya di dada, menghela nafas kasar, mempertimpangkan perkataan Ningrum. Sebanarnya sangat disayangkan kalau perjodohan Xander dan Jeje dibatalkan, apalagi dia sudah mengetahui bibit, bebet dan bobot Jeje meski dari keluarga sederhana.

"Aku akan mempertimbangkannya!" ucap Airin pada akhirnya seraya masuk ke dalam ruang rawat Xander.

Ningrum bersorak di dalam hati lalu mengikuti langkah Airin memasuki ruang rawat tersebut.

"Kalian pulang saja, ini sudah malam," ucap Airin pada ibu dan anak itu.

"Jeje akan tetap di sini. Boleh 'kan Airin? Biar dia merawat calon suaminya." Ningrum segera mengajukan putrinya agar tetap tinggal di sana.

"Bu!" protes Jeje seraya melirik tajam ibunya.

"Sttt! Nggak usah membantah kamu! Xander seperti ini karena ulah kamu, Paham!" ucap Ningrum sambil melotot tajam pada putranya.

"Nggak usah repot-repot, kalian pulang saja. Aku bisa menjaga putraku sendiri!" Airin takut kejadian yang menimpa Xander terulang lagi, maka dia tidak mengizinkan Jeje tetap di sana.

"Eh! Nggak bisa gitu dong. Jeje harus bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Percayakan semuanya pada Jeje, aku yakin kalau dia bisa merawat Xander dengan baik. Sekarang lebih baik kita yang pulang dan biarkan mereka berdua di sini," ucap Ningrum ngotot lalu menarik paksa tangan Airin keluar dari ruangan tersebut meninggalkan Jeje dan Xander berduaan di dalam sana.

"Ningrum, kamu ini apa-apaan sih!" omel Airin pada temannya itu ketika sudah berada di luar kamar rawat itu.

"Airin, tolonglah berikan Jeje kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Aku yakin sekali kalau putriku sekarang sedang merasa bersalah dan menyesal atas segala perbuatannya yang sudah dilakukan kepada Xander," ungkap Ningrum seraya mengatupkan kedua tangan di depan dada, memohon pada temannya itu.

"Ck!"Airin hanya berdecak menanggapi permohonan Ningrum.

"Airin!" Ningrum sekarang berlagak seperti anak kecil sambil menggoyangkan lengan Airin dengan manja dan sok imut. Bisa dibayangkan ekspresi muka Ibu Ningrum saat ini? wk wk wk.

"Hih, iya-iya!" Airin melepaskan tangannya, dia agak risih dengan segala polah dan tingkah temannya itu.