Antara Benci & Cinta

••••• ••••• ••••• ••••• •••••

"Tenang lah sayang. Pasti nanti Arsen akan mencari mu juga." Suara seorang pria paruh baya, yang dapat dipastikan, dia itu seorang ayah. Perkataannya tenang dan berwibawa.

"Tidak Pa. Re tidak akan bisa tenang sebelum ketemu Arsen. Re tidak tau apa kesalahan Re." Rebecca membalas.

"Memang sudah berapa lama kamu dan Arsen tidak ketemu?"

"Mungkin sudah dua Minggu kami tak pernah lagi ketemu atau telponan. Padahal biasanya, tidak sampai lama begini."

"Arsen pasti banyak pekerjaan."

"Kan dia bisa angkat telponnya kalau Re telpon Pa. Tapi, tiap kali Re hubungi, tak diangkat."

"Jadi maksud kamu Papa yang harus ketemu Arsen untuk minta dia menemui kamu?"

"Tak perlu Pa. Biar Re yang akan menemui Arsen. Kecuali memang Re butuh bantuan Papa, itu baru Papa bisa bantu Re."

Rebecca yang tidak bisa bertemu Arsen tadi, akhirnya datang menemui Papanya di kantor, untuk menumpahkan kekesalan dan rasa sedihnya pada sang Papa saja.

Gadis cantik ini memang dekat dengan Papanya bahkan tak jarang dia lebih suka curhat ke Papanya ketimbang Mama nya. Karena sesibuk apapun Antonie, pasti akan memberikan waktu buat dia. Sebagai anak bungsu Rebecca selalu dimanja terutama Papanya Antonie. Kalau Regina sang mama sikapnya selalu masa bodoh.

"Memang kamu tidak tau apa kesalahanmu sampai-sampai Arsen marah hmm? Coba ingat-ingat lagi mungkin ada dari sikap kamu yang membuatnya marah?" Kata pria paruh baya itu dengan lembut.

"Tidak Pa. Kami baik-baik saja sebelumnya." Jawab Rebecca.

"Jangan seperti ibumu sering lupa. Masa ada asap gak ada apinya. Makanya tenang kan dulu hatimu supaya bisa ingat kalau memang ada kesalahan kamu pada Arsen."

Saat ini Rebecca sedang duduk berhadapan dengan Papanya di meja kerja orang tuanya itu. Tangannya memainkan gantungan kunci mobil, sementara Papanya sedang memeriksa berkas-berkas penting yang butuh diperhatikan. Namun demikian telinganya fokus pada putrinya dan bahkan bisa memberi pendapat dengan santai.

Tok Tok Tok

"Masuk." Suara tuan Antonie berbeda saat bicara dengan putrinya.

"Ada apa?" katanya lagi tegas.

"Ini tuan ada yang ingin bertemu dengan tuan. Namanya Jericho Shawn. Katanya sudah buat janji dengan tuan." Kata sekretaris itu.

"Jericho Shawn? Oh iya saya ingat. Suruh dia masuk."

Sekretaris itu segera keluar untuk menemui orang yang sudah ada janji temu dengan tuannya.

"Re pulang saja Pa.." Rebecca segera berdiri untuk keluar. Dia mengambil tas kecil yang dia gantung di kursi tempat dia duduk.

Dia mau pulang saja bukan karena tidak ingin mengganggu Papanya. Tapi dia tidak suka mendengar percakapan menyangkut bisnis karena yang pasti sangat membosankan di dengar. Apalagi dia yang lagi kalut karena sakit cinta.

Saat hendak keluar dia berpapasan dengan Jericho yang kata sekretaris tadi ingin bertemu Papanya. Mereka hanya saling lewat karena tak saling kenal. Dan memang Rebecca tidak peduli juga.

Gadis cantik ini langsung berjalan menuju lift untuk turun. Mobilnya ada di basement jadi dia langsung masuk ke lift yang akan membawanya langsung ke basement tersebut.

Sesampainya di lift Rebecca langsung berjalan menuju ke posisi mobilnya terparkir. Saat hendak melewati mobil yang persis bersebelahan dengan mobil miliknya itu, dia tak sengaja mendengar pertengkaran kecil sepasang kekasih.

Rebecca mencari arah suara itu terdengar. Ternyata pasangan muda mudi itu ada di sebelah mobil Milik Rebecca.

Mobil warna putih milik anak pengusaha itu memang terparkir dekat pintu keluar masuk basement. Posisinya di bawah tanah kantor perusahaan.

Posisi menurun masuk parkiran itu sering ada OB yang suka ngobrol jika ada orang luar perusahaan yang ingin ketemu. Takutnya ditegur atasan jika ketahuan mengganggu karyawan didalam. Rebecca sempat tidak peduli. Karena memang bukan urusannya kan. Tapi ada hal yang membuat dia mempertajam pendengarannya.

"Apa? Jadi kamu benar-benar mau memutuskan aku?" Terdengar suara seorang pria.

"Iya. Kita putus. Kamu kan juga sendiri yang mau supaya kita putus? ini baca chat yang kamu kirim semalam !" Suara wanita sedang menangis.

"Ah..itu...semalam aku sedang ada masalah dengan keluarga ku...ayahku bertengkar dengan Ibuku. Dan ibuku pergi dari rumah, aku sangat terpukul semalam. Aku sedih.. Tapi kamu malah terus-terusan meneleponku. Aku hanya tak bisa mengontrol emosiku... Maaf kalau aku salah. Aku tidak benar-benar ingin kita putus. Jangan putus yah?" kembali terdengar suara seorang pria.

Rebecca tercengang mendengar percakapan sepasang kekasih itu. Tak berapa lama dia menepuk kepalanya pelan karena teringat sesuatu. Kisah Rebecca dan Arsen hampir mirip dengan yang terjadi pada dua muda mudi itu.