Menjalani kehidupan rumah tangga yang bahagia adalah idaman semua pasangan suami istri. Hal itu juga yang sangat diimpikan oleh Syarifa Hanna.
Menikah dengan pria yang juga mencintainya, Wildan Gustian. Awalnya, pernikahan keduanya berjalan sangat harmonis.
Namun, suatu hari tiba-tiba saja dia mendapat kabar bahwa sang suami yang telah mendampinginya selama dua tahun, kini menikah dengan wanita lain.
Semua harapan dan mimpi indah yang ingin dia rajut, hancur saat itu juga. Mampukah, Hanna menjalani kehidupan barunya dengan berbagi suami?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Velza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15. Akhir Cerita Hanna dan Wildan
Hari ini akan menjadi momen yang tak terlupakan, yaitu di mana Hanna akan menyandang status barunya sebagai janda.
Kisah perjalanan hidup yang berawal bahagia, kini harus berakhir dengan sebuah perceraian. Kehidupan yang disangka akan berjalan mulus dan indah, sekarang tinggal harapan yang takkan pernah terjadi. Pengkhianatan yang dilakukan sang suami membuat dunianya seolah berhenti berputar. Suami yang dianggap sosok yang setia dan bertanggung jawab, nyatanya telah menorehkan luka yang teramat dalam.
Poligami, salah satu hal yang tak pernah terpikirkan olehnya. Bahkan kata itu akan menjadi trauma di hatinya, meski poligami tak dilarang, tetapi suaminya justru tak menjalankan syariat yang sesungguhnya. Wildan tak meminta izin darinya untuk menikah lagi, setelah menikah dia lebih condong kepada istri mudanya, dan yang paling fatal adalah tega menyakiti hati istri pertama demi menjaga perasaan istri kedua.
Inilah akhir kisah perjalanan rumah tangganya, dia harus siap lahir dan batin dengan status barunya. Dia harus bangkit dari keterpurukan dan membuktikan pada mantan suaminya, jika dia mampu berdiri sendiri tanpa pria seperti Wildan.
Usai hakim membacakan putusan gugatan cerai dan ketuk palu, Hanna tak dapat menyembunyikan luka terbesar yang dideritanya. Hari ini menjadi saksi bahwa dia dan Wildan bukanlah siapa-siapa lagi, melainkan hanya dua orang asing yang dulu pernah terikat sebuah pernikahan.
Atika yang menemani Hanna sejak sudang dimulai, langsung menberikan pelukan sebagai bentuk dukungan agar adiknya itu bisa bangkit dan hidup bahagia dengan caranya sendiri.
"Jangan menangis, Han. Tak ada yang perlu ditangisi atauapun disesali, semua telah terjadi dan inilab kehidupan sesungguhnya yang harus kamu jalani. Tuhan tau apa yang terbaik untukmu dan mulai sekarang buka lembaran baru untuk meraih kebahagiaanmu sendiri. Kakak akan selalu ada untukmu."
"Maafin Hanna, Kak. Hanna belum bisa menjadi adik yang baik, andai dulu Hanna mendengar apa kata Kakak, mungkin hidup Hanna nggak akan seperti ini." Hanna semakin tergugu dalam pelukan sang kakak.
"Sudahlah, tak perlu menyalahkan diri sendiri. Anggap semua yang terjadi sebagai pembelajaran untukmu ke depannya, mungkin memang inilah jalan hidup yang harus kamu lalui sebelum pada waktunya kamu akan menemukan takdir hidupmu yang sesungguhnya."
"Iya, Kak."
Sementara itu di lain tempat, Wildan rupanya masih belum bisa menerima perceraiannya dengan Hanna. Di kamarnya, Wildan tampak melamun sepeulang dari pengadilan agama tadi. Dia berencana ingin mendapatkan Hanna kembali, apa pun caranya. Mengingat perjuangannya untuk mendapatkan Hanna dulu sangat tidak mudah.
Segala usaha dan cara dia lakukan untuk mendapatkan restu dari kakak Hanna, untuk membuktikan kesungguhannya jika dia sangat tulus pada Hanna. Pada akhirnya, Hanna sendiri ikut turun tangan untuk mendapatkan restu dari sang kakak.
Setelah berusaha meyakinkan sang kakak, dengan setengah hati Atika pun merestui adiknya menikah dengan Wildan. Dan beberapa bulan kemudian, Hanna dan Wildan melangsungkan acara pernikahan. Sepanjang acara tak ada raut bahagia di wajah Atika. Hatinya dilanda gundah saat harus merestui pernikahan adiknya.
"Jangan perlihatkan wajah murung. Kasihan Hanna kalau melihatmu seperti itu, jangan rusak hari bahagianya. Kalaupun memang tak menyukai pilihan Hanna, setidaknya jangan memperlihatkan pada semua orang yang ada di sini," tegur Andrean, suami Atika.
Hingga acara selesai, Atika hanya diam dan sesekali tersenyum saat ada tamu yang menyalaminya. Tepat pukul sebelas malam, seluruh tamu undangan sudah meninggalkan tempat acara. Kini sepasang pengantin baru itu menemui keluarga mereka.
"Kak Atika, Mas Andrean, Hanna pamit, ya. Mulai malam ini Hanna akan langsung menempati rumah yang dibelikan Mas Wildan sebagai mahar. Hanna minta maaf, jika selama ini terlalu banyak menyusahkan kalian," tutur Hanna seraya menggenggam tangan kakaknya.
Atika lantas memeluk Hanna dengan begitu erat, seolah tak ingin berpisah dengan adik satu-satunya itu. "Kamu nggak perlu minta maaf, Han. Kamu sama sekali nggak pernah menyusahkan kami. Jaga diri kamu baik-baik, ya. Sekarang kamu sudah jadi tanggung jawab suamimu."
Kedua kakak beradik itu berpelukan untuk beberapa saat dan malam itu Hanna telah sepenuhnya mengabdikan hidupnya pada Wildan.
***
"Mas Wildan!" teriak Novita.
Wildan yang tengah melamun seketika tersentak karena teriakan istrinya itu. "Aku nggak tuli, nggak usah teriak di dekat kuping."
"Kamu itu dari tadi dipanggil, diajak ngoming diam aja. Apa kamu sedang meratapi perceraianmu dengan Mbak Hanna? Sampai aku datang pun kamu nggak tau," cerca Novita.
"Iya, aku menyesal telah mengabulkan permintaan Hanna untuk bercerai. Karena memang dari awal aku nggak ada niat sedikitpun untuk menceraikan dia. Aku akan melakukan apa pun asalkan Hanna bisa kembali padaku," ujar Wildan tanpa memikirkan perasaan istrinya.
"Lalu kamu anggap apa aku ini, Mas? Dulu kamu yang menawarkan pernikahan dan hidup bahagia ke aku, tapi kenyataannya apa? Aku acuhkan aku begitu saja, kamu mengabaikan aku semenjak Mbak Hanna menggugat cerai kamu."
"Bisa diam nggak? Kamu itu cuma bikin tambah pusing kepalaku tau nggak." Wildan beranjak pergi meninggalkan Novita yang menangis dan terluka karena ucapan dan perubahan sikapnya sekarang.
"Kamu sudah berubah, Mas. Kamu bukan Mas Wildan yang kukenal dulu," gumam Novita.
"Aku harus secepatnya hamil supaya Mas Wildan bisa kembali seperti dulu. Ya, aku harus hamil dan melahirkan keturunan untuknya, dengan begitu dia bisa melupakan Mbak Hanna." Novita mengusap kasar air matanya dan dia bertekad untuk secepatnya bisa hamil demi mempertahankan pernikahannya dengan Wildan.