6 tahun yang lalu, seorang lelaki telah menghancurkan impian Flora untuk menjadi seorang penyanyi. Akibat malam panas yang dilalui bersama lelaki itu, ia hamil dan harus pergi ke luar negeri untuk bersembunyi.
Kini, ia kembali lagi membawa seorang anak laki-laki yang lucu bernama Gavin. Meskipun terlihat seperti anak ceria pada umumnya, Gavin mengidap penyakit langka yaitu Anemia Aplastik.
"Mama, Gavin sakit parah, ya? Apa Gavin akan mati?" Pertanyaan itu keluar dari mulut kecil Gavin dengan kepolosannya.
Mata Flora sampai berkaca-kaca. Ia tidak tega melihat putranya yang harus terbaring di rumah sakit. "Tidak, Sayang. Kamu pasti akan sembuh!" Katanya dengan optimis.
"Mama ... sebelum mati, Gavin mau ketemu Papa. Gavin mau punya Papa," pintanya.
Usianya baru 5 tahun, namun Gavin sudah pandai mengutarakan kemauannya. Kasih sayang Flora yang besar membuatnya memutuskan untuk kembali ke negara yang pernah ia tinggalkan demi mempertemukan Gavin dengan ayah kandungnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15: Gavin Hilang
"Hah! Dasar atasan gila! Kenapa kasih tugas mendadak begini!" gerutu Flora.
Ia tengah berkutat di depan layar monitor mengerjakan materi untuk presentasi besok. Ia sudah mengatakan kepada Alvaro akan mengerjakannya di rumah nanti malam. Namun, atasannya itu memintanya menyelesaikan hari itu juga. Padahal seharian ia juga sudah lelah membantu memeriksa berkas-berkas kerjasama yang perlu Alvaro tanda tangani.
Waktu pulang hampir tiba. Ia harus segera pergi menjemput Gavin di sekolahnya. Sementara, pekerjaan belum juga terselesaikan.
"Bagaimana? Sudah selesai?" tanya Alvaro.
Ia berdiri di depan pintu ruangan memperhatikan Flora yang masih sibuk bekerja.
"Anda bisa melihat sendiri, kan? Saya masih berusaha menyelesaikannya hari ini. Jadi, jangan ganggu saya!" jawab Flora dengan ketus tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar monitor.
"Sudah, lanjutkan saja besok. Ayo pulang!" perintah Alvaro.
"Tidak, Pak. Sebentar lagi ini mau selesai. Saya tidak mau punya beban dan membuat Anda punya kesempatan mengganggu saya malam ini!" jawab Flora.
"Simpan pekerjaanmu sekarang! Lanjutkan besok! Kalau tidak mau, kabel akan aku cabut dan pekerjaanmu hilang!" ancam Alvaro. Ia sudah berdiri di dekat stop kontak di mana kabel yang terhubung ke monitor ada di sana.
Flora terkejut. Ia semakin berpikir atasannya itu memang gila sekaligus psikopat. Terpaksa ia menyudahi pekerjaannya, menyimpan file, dan mematikan monitornya. Flora meraih tasnya dan berjalan menghampiri Alvaro.
"Anda mau apa sebenarnya? Kenapa sangat suka mengganggu saya?" protesnya.
"Cepat ke parkiran di basement! Kita ketemu di sana!" perintah Alvaro tanpa menjawab pertanyaan itu lebih dulu.
"Saya mau langsung pulang, Pak," tolak Flora.
Alvaro memegangi lengah Flora saat wanita itu hendak melewatinya. "Kamu ke basement sendiri atau aku gandeng tanganmu ke sana. Kita jalan bersama supaya ada yang melihat kita?" ucapnya setengah mengancam.
"Baiklah, saya akan ke sana sendiri," kata Flora. Ia terpaksa mengiyakan kemauan atasannya.
Alvaro melepaskan tangannya. Ia berjalan lebih dulu ke arah lift dan masuk ke dalam. Sementara, Flora menunggu giliran berikutnya. Ia tidak ingin kedekatan mereka menjadi topik pembicaraan di perusahaan.
"Kita mau kemana, Pak?" tanya Flora saat memasuki mobil milik Alvaro.
"Menjemput Gavin," jawab Alvaro singkat. Ia lantas mengemudikan mobilnya.
Flora terdiam sesaat mendengar perkataan Alvaro. "Saya bisa menjemputnya sendiri seperti biasa," katanya.
"Tapi aku sedang ingin bertemu dengan anakku," kata Alvaro dengan ekspresi datarnya.
Flora tidak percaya, lelaki itu semakin berani mengakui Gavin sebagai anaknya. Percuma saja apa yang dikatakannya selama ini, Alvaro tetap melakukan sesuatu seenaknya sendiri.
Sesampainya di depan gerbang sekolahan Gavin, suasana sudah cukup lengang. Jam pulang memang sudah terlewat lima belas menit. Hanya tersisa beberapa mobil saja yang terparkir di sana.
"Aku saja yang turun," kata Flora.
"Aku juga ikut turun!" kata Alvaro tak mau kalah.
Keduanya berjalan beriringan menuju ke arah gerbang sekolah. Mereka disambut oleh satpam dan diarahkan untuk menemui guru piket.
"Selamat sore, Miss. Gavin ada di mana?" tanya Flora kepada seorang wanita yang bertugas di kantornya.
Guru tersebut tampak kebingungan. "Apa Anda ibunya Gavin?" tanyanya.
"Iya," jawab Flora.
"Kebetulan tadi Gavin sudah dijemput tantenya. Katanya Anda tidak bisa menjemput hari ini. Kalau tidak salah namanya Samantha."
"Apa?"
Kepala Flora terasa pusing saat mendengar nama itu disebut. Wajahnya berubah pucat pasi. Ia tidak menyangka jika kakaknya sampai datang ke sekolah anaknya.
"Kenapa? Kamu menyuruh kakakmu menjemput Gavin?" tanya Alvaro bingung.
"Em, ya sudah, Miss. Terima kasih informasinya," kata Flora seraya pamit dari sana.
Ia menarik tangan Alvaro agar ikut dengannya pergi meninggalkan sekolahan itu. Ia sudah sangat panik sampai tidak bisa berpikir lagi. Otaknya tiba-tiba seperti benang yang ruwet.
"Hey, sebenarnya ada apa? Wajahmu sangat pucat. Apa ada masalah?" tanya Alvaro khawatir.
Flora memegangi kepalanya yang semakin pusing. Untung saja Alvaro menahan tubuhnya sehingga tidak jatuh limbung ke tanah. Ia membantu Flora berjalan masuk ke dalam mobil dan memberinya minum.
Flora terduduk lemas seperti tidak bersemangat. Ia memgecek ponselnya, berharap segera ada yang menghubunginya.
"Hei, kamu kenapa sebenarnya?" tanya Alvaro.
"Dia kakakku ... Samantha. Dia yang dulu membuat aku mabuk sampai bisa tidur denganmu," ucap Flora.
Alvaro masih belum mengerti apa yang baru saja Flora katakan.
"Seharusnya malam itu aku melayani Tuan Roman. Kakakku sudah menjualku padanya. Tapi malah kamu yang datang ke kamar itu."
Alvaro terdiam. Ia tidak menyangka kejadian malam itu seperti yang Flora ceritakan. Malam itu, ia sengaja masuk ke kamar sebelah untuk menghindari Prilly dan ternyata bertemu dengan Flora.
"Kakakku mengira kalau Gavin itu anak Tuan Ramon. Dia pasti akan membawa Gavin bertemu dengan lelaki itu," kata Flora dengan cemas.
Drrtt .... Drrtt ....
Ponsel Flora berbunyi. Telepon masuk dari nomor tak dikenal. Ia yakin itu dari Samantha.
"Halo?" Flora langsung mengangkat telepon yang masuk itu.
"Halo adikku sayang ...."
Benar saja dugaan Flora. Orang yang meneleponnya adalah kakaknya sendiri. "Kak, dimana anakku! Kamu menyembunyikannya dimana?" tanyanya dengan nada emosi.
"Oh. Galak sekali kamu. Anakmu baik-baik saja, tenanglah."
"Kalau sampai anakku terluka, aku tidak akan melepaskanmu, Kak!" bentak Flora.
"Datanglah ke Kebun Binatang XXX kalau kamu tidak ingin melihat anakmu aku lempar ke kandang macam. Aku akan menunggumu di sana sekarang!"
Flora masih gemetar setelah mendengar telepon dari kakaknya.
"Apa itu dari kakakmu?" tanya Alvaro.
Flora menoleh ke arah Alvaro. "Antar aku ke kebun binatang XXX. Gavin ada di sana," ucapnya dengan lemas.
makasih author
tapi Aq suka
semangat thorr 💪🏻💪🏻💪🏻💪🏻💪🏻