Papaku Seorang CEO

Papaku Seorang CEO

Bab 1: Dijual Kakakku

Flora duduk di sisi ranjang rumah sakit tempat putranya, Gavin, terbaring tak sadarkan diri.

Wajahnya penuh kekhawatiran dan cemas. Sudah beberapa hari sejak kecelakaan mobil yang mengerikan itu, dan Gavin belum juga bangun.

Pintu ruangan terbuka, seorang dokter masuk dengan langkah hati-hati.

“Nyonya Flora, bis akita bicara sebentar?” tanya Dokter Richi yang menangani Gavin.

“Ah, iya, Dok. Silakan duduk dulu.” Flora mengarahkan sang dokter agar duduk di kursi ruang tamu yang ada di ruangan itu.

“Bagaimana kondisi anak saya? Sudah tiga hari dia belum juga sadarkan diri.”

Wajah Flora masih diliputi kecemasan. Anak ceria yang hampir tak pernah sakit tiba-tiba terus tertidur di ranjang perawatan. Akibat terserempet mobil, putranya sampai harus masuk ruang operasi dan mendapatkan jahitan luka di kepalanya.

“Kondisi luka di kepalanya tidaklah berbahaya. Dia hanya mengalami gegar otak ringan. Akan tetapi, kami mendapatkan sesuatu yang mengejutkan dari hasil pemeriksaan darahnya.” Dokter Richi terlihat hati-hati dalam menyampaikan kata-katanya.

“Apa itu, Dokter?” nada bicara Flora sedikit bergetar. Ia semakin khawatir dengan kondisi putranya. Ia hanya ingin putranya segera sembuh dan bisa bermain dengan ceria seperti biasa.

“Hasil pemeriksaan darahnya menunjukkan adanya indikasi penyakit langka, yaitu anemia aplastik. Ini adalah kondisi serius di mana sumsum tulang belakang tidak dapat memproduksi sel darah merah, putih, dan trombosit dengan baik. Kalau dibiarkan terus tanpa ditangani, gejalanya akan semakin parah dan bisa menyebabkan kematian."

Dokter Richi terpaksa tetap mengatakannya. Ia juga sebenarnya kasihan karena menurut informasi yang diterima, Flora merupakan orang tua tunggal yang hidup di negara asing tanpa kerabat.

Flora menutup mulutnya dengan gemetar. Pikirannya berkecamuk dengan berbagai pertanyaan dan kekhawatiran tentang apa yang harus dia lakukan.

“Agar putramu bisa sembuh, dia membutuhkan transpantasi sumsum tulang belakang dari donor yang cocok. Lebih cepat didapatkan, itu akan lebih baik,” kata Dokter Richi.

“Donor? Bagaimana kita bisa mencari donor yang cocok?”

Flora sama sekali tidak paham dengan penyakit yang baru saja disebutkan oleh dokter. Ia baru pertama kali ini mendengar. Rasanya aneh, hanya karena kecelakaan, Gavin divonis menderita penyakit yang katanya langka itu.

“Agak sulit mencari donor yang benar-benar cocok. Kami akan menghubungi bank donor sumsum tulang internasional untuk mencarikan yang cocok. Mungkin akan butuh waktu dan prosedur yang lama. Saran saya, Anda menghubungi semua anggota keluarga Anda baik dari pihak Anda sendiri maupun pihak keluarga Gavin. Semakin banyak yang diperiksa, semakin besar peluang mendapatkan donor yang cocok.”

Flora tertunduk lemas.

“Selain butuh kesabaran mendapatkan donor yang tepat, perlu juga dipersiapkan biaya yang besar. Ada banyak proses pengobatan yang harus dilalui.”

Flora menelan ludahnya. Dia tahu ini bukanlah tugas yang mudah. Dia sengaja tinggal jauh dari negaranya bersama Gavin untuk menghindar dari lelaki yang merupakan ayah biologis anaknya. Tapi sekarang, situasinya telah berubah.

“Iya, Dok, saya mengerti,” jawab Flora pasrah.

“Baiklah kalau begitu, saya ijin pamit. Kalau ada yang perlu ditanyakan, jangan sungkan untuk menemui saya.”

Flora mengantar dokter keluar sampai pintu kamar ruang perawatan putranya. Ia menghela napas. Kehidupannya terasa semakin berat.

“Mama ….”

Flora terkejut mendengar sebuah panggilan lembut dari putranya. Ia membalikkan badan, ternyata Gavin sudah sadar.

“Gavin!” teriaknya.

Flora langsung berlari memeluk putranya. Setelah tiga hari, akhirnya Gavin sadar. Tak bisa diungkapkan betapa bahagia perasaannya saat ini.

“Sayang, syukurlah kamu sudah bangun. Apa ada yang sakit?” Flora menahan air matanya.

Gavin menggeleng.

“Ya Tuhan, terima kasih,” ucapnya penuh rasa syukur. Sekali lagi ia memeluk putranya dengan penuh rasa cinta.

“Ma,” panggil Gavin lagi.

“Iya, Sayang, ada apa?” Flora mengulaskan senyum menatap putra kesayangannya.

“Apa benar aku akan mati?” tanya Gavin dengan polosnya.

Seketika senyuman di wajah Flora memudar.

“Gavin … gavin kok ngomong seperti itu?”

“Gavin dengar percakapan Mama dengan dokter tadi.”

Flora tidak bisa mengelak lagi. Putranya merupakan seorang anak yang kritis dan cerdas, tidak akan mempan jika ia berbohong.

“Sayang, dengarkan Mama.” Flora memegangi kedua tangan putranya. “Kamu pasti akan sembuh, Mama sangat yakin. Mama akan melakukan apapun asalkan kamu bisa sembuh.”

Gavin terdiam sesaat. Ia melihat pancaran ketulusan dari binar matai bunya. “Mama, aku punya satu permintaan,” ucapnya.

“Apa itu, Sayang?” tanya Flora penasaran.

“Gavin ingin bertemu dengan Papa sebelum mati.”

Tangan Flora langsung gemetar mendengar ucapan putranya. Air mata mengalir begitu saja di pipinya. Flora tak bisa lagi menahan kesedihannya. Ia menangis sembari memeluk putranya. Hatinya terasa sakit mengetahui putranya mengalami penyakit yang menyeramkan itu.

“Sayang, kamu pasti akan sembuh. Mama akan merawatmu sampai kamu tumbuh dewasa. Kamu akan baik-baik saja.” Flora mengatakannya dengan berlinang air mata.

“Aku ingin bertemu Papa.”

Sebagai seorang ibu, ia bahkan rela mengorbankan nyawanya untuk ditukar dengan kesembuhan. Segalanya akan ia lakukan demi Gavin, sekalipun ia harus kembali bertemu dengan lelaki sombong yang telah menghamilinya. Tiba-tiba ingatan Flora kembali ke masa enam tahun silam di mana peristiwa itu terjadi.

***

“Kak! Aku nggak mau!” Flora berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman Samantha, kakak kandungnya.

“Diam kamu! Pokoknya malam ini kamu harus melayani Tuan Roman dengan baik. Aku sudah menerima 50 juta darinya!” tegas Samantha.

Tanpa belas kasihan, ia terus menarik tangan adiknya memasuki sebuah hotel yang telah ditentukan.

“Kak, kamu kok tega menjual adikmu sendiri? Aku tidak mau ….” Flora mulai menangis ketakutan. Ia dipaksa memakai pakaian minim dan datang ke hotel untuk melayani seorang pengusaha kaya yang rumornya suka tidur dengan banyak wanita.

“Aku sudah membiayaimu sampai lulus kuliah, jadi ini saatnya kamu berterima kasih kepada kakakmu! Sudah banyak uang yang aku keluarkan untukmu. Kamu hanya butuh tidur semalam saja dengan buaya tua itu dan 30 juta lagi bisa kita dapatkan! Awas kalau ada komplain!” ancam.

Samantha membawa Flora masuk ke dalam sebuah kamar hotel. Ia mengikatnya di atas ranjang agar adiknya tidak bisa kabur.

“Kak! Lepaskan aku! Apa kamu sudah gila?” teriak Flora.

“Minum ini!” Samantha memaksa Flora menenggak alkohol. “Lakukan tugasmu malam ini dengan baik!” perintahnya. Ia langsung pergi meninggalkan Flora di sana sendiri.

Flora hanya bisa menangis di dalam kamar hotel. Ikatan pada kaki dan tangannya sangat kencang hingga ia tak bisa melepaskan. Ia masih tidak bisa menyangka bagaimana seorang kakak bisa menjual adiknya sendiri.

Beberapa saat kemudian, pintu kamar hotel terbuka. Degup jantung Flora semakin meningkat karena ketakutan. Terlihat lelaki itu masuk dan mengunci kembali pintu kamar hotel itu. Flora berusaha melepaskan tangan dan kakinya. Lelaki itu berjalan semakin mendekat ke arahnya dengan sempoyongan.

“Alvaro?” lirih Flora terkejut.

Terpopuler

Comments

Lie Hia

Lie Hia

ku melipir yaa Thor...ini karya baru yaa Thor...semangat yaa...sukses yaa Thorrr...

2023-09-16

1

vellyn🐣

vellyn🐣

udah baca,baca juga ding punya ku

2023-07-10

3

Uneh Wee

Uneh Wee

hadir ka

2023-07-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!