NovelToon NovelToon
Hantu Nenek Bisu

Hantu Nenek Bisu

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Rumahhantu / Mata Batin / TKP / Hantu
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: iwax asin

kisah fiksi, ide tercipta dari cerita masyarakat yang beredar di sebuah desa. dimana ada seorang nenek yang hidup sendiri, nenek yang tak bisa bicara atau bisu. beliau hidup di sebuah gubuk tua di tepi area perkebunan. hingga pada akhirnya sinenek meninggal namun naas tak seorangpun tahu, hingga setu minggu lamanya seorang penduduk desa mencium aroma tak sedap

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iwax asin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29 Penjaga Lorong Tengah

Penjaga Lorong Tengah

Aji berdiri di depan pagar besi rumah tua itu. Hari sudah menjelang malam, kabut perlahan turun dari arah kebun belakang. Pohon-pohon di sekitar rumah Bu Kasih seolah membungkuk, memandangi rumah itu dengan kegelapan di punggung mereka.

Ia mengenakan jaket tebal, menenteng sebuah tas kecil berisi peralatan doa dan minyak cendana. Napasnya tertahan saat melihat jendela depan rumah itu terbuka setengah—padahal tadi siang, Erik sudah bilang semua jendela sudah diperbaiki dan dikunci rapat.

“Sudah mulai membuka diri...” batinnya.

Aji bukan dukun, bukan pula orang pintar dengan gelar-gelar magis. Ia hanya seorang lelaki desa yang kebetulan diberkahi kepekaan tinggi terhadap hal-hal gaib. Sejak kecil ia sering melihat “mereka” yang tak kasat mata. Dan malam ini, ia merasa dipanggil. Bukan oleh manusia. Tapi oleh sesuatu... yang telah lama tertidur.

Siska sedang duduk di ruang tengah saat Aji mengetuk pintu. Ia agak ragu membuka, tapi setelah tahu tamunya adalah Aji, lelaki yang beberapa kali membantu warga saat kerasukan, ia lega.

“Mas Aji?” tanyanya heran. “Kok tahu rumah ini?”

Aji hanya tersenyum tipis. “Rumah ini yang memanggil saya, Mbak.”

Siska terdiam. Kata-kata itu terdengar aneh, tapi entah kenapa, ia tidak merasa takut mendengarnya. Malah lega.

“Masuk, Mas. Suami saya belum pulang dari puskesmas,” ujarnya sambil mempersilakan masuk.

Aji melangkah pelan, memandangi tiap sudut rumah. Langkahnya berhenti di dekat lorong panjang yang menghubungkan ruang tengah ke kamar belakang.

Dari sanalah... angin dingin mengalir.

“Lorong ini yang paling berat,” bisiknya.

Siska mengangguk. “Saya sering dengar suara dari sini. Langkah... bisikan. Kadang bunyi seperti anak kecil main di atas loteng.”

Aji menunduk, menempelkan telapak tangan di dinding kayu dekat lantai.

“Ada portal terbuka di sini,” gumamnya. “Dan saya curiga, bukan hanya satu...”

Tiba-tiba lampu gantung di ruang tengah berkedip tiga kali, lalu mati.

Gelap.

Siska menjerit kecil.

Aji langsung merogoh tas dan menyalakan lilin kecil. Begitu api menyala, bayangan-bayangan di dinding seolah menari.

Dari arah lorong, terdengar bunyi “...sret... sret...” seperti sesuatu diseret perlahan.

Siska memegang tangan Aji, gemetar.

“Dia datang,” bisik Aji pelan.

Aji meletakkan lilin di lantai dan duduk bersila menghadap lorong. Ia menutup mata dan mulai membaca pelan. Bukan mantra rumit. Hanya dzikir lembut dan doa perlindungan.

Tapi sesuatu mulai berubah. Suhu ruangan turun drastis. Kabut tipis muncul dari celah lantai. Dan... bau amis darah menyeruak, menusuk hidung.

Tiba-tiba, dari ujung lorong, muncul sosok bayangan putih. Perlahan, merayap ke depan. Rambutnya panjang menutupi muka. Tubuhnya kecil, seperti bocah. Tapi caranya berjalan tidak wajar—kaki menapak tapi tubuh seperti melayang.

Siska menutup mulutnya, takut menjerit.

Aji membuka mata. Pandangannya tajam menatap makhluk itu.

“Siapa kamu?” tanyanya pelan.

Makhluk itu berhenti. Kepala tertunduk. Kemudian, suara kecil—datar, lirih, hampir tak terdengar—keluar dari kegelapan.

“Jangan buka... jangan buka... jangan buka...”

Siska menangis pelan. Aji tetap tenang.

“Apa yang jangan dibuka?”

Sosok itu mengangkat tangan—menunjuk ke loteng.

Kemudian, ia menghilang. Seketika.

Namun... dari atas loteng, suara tertawa pelan mulai terdengar. Tawa seorang perempuan tua. Parau. Dalam. Menggelegar.

“Heh... heh... hehhh...”

Siska menjerit. Aji berdiri cepat dan membacakan ayat Kursi lantang.

Lilin padam.

Lorong sunyi.

Tapi aroma darah belum pergi.

Sekitar pukul tiga dini hari, Erik baru tiba di rumah. Ia terkejut melihat Aji masih duduk bersila di ruang tengah, ditemani Siska yang wajahnya sangat pucat.

“Ada apa ini?” tanyanya tegang.

Aji hanya menoleh. “Pak Dokter, saya harus bicara. Rumah ini menyimpan sesuatu. Dan saya tidak yakin semua penghuninya masih manusia.”

Erik terdiam. Jantungnya berdegup. “Maksud Anda?”

“Di loteng ada benda yang diikat secara gaib. Dan di lorong tengah, ada penjaga... tapi juga ada satu makhluk lain. Yang dendam. Yang ingin keluar.”

Siska mulai menangis. “Jangan-jangan... semua ini karena kita pindah ke sini...”

Aji menatap keduanya. “Bukan. Kalian bukan penyebab. Tapi kalian... pembuka jalan.”

Diam sesaat.

Aji lalu berdiri, mengambil segenggam beras kuning dari dalam tas, dan meletakkannya di ambang pintu kamar belakang.

“Saya akan kembali besok malam. Jangan naik ke loteng. Jangan buka pintu kamar belakang. Dan kalau kalian dengar suara bayi menangis... biarkan saja. Jangan ditanggapi.”

Erik dan Siska hanya saling pandang. Untuk pertama kalinya, mereka benar-benar merasa tidak sendirian di rumah itu.

Dan bukan dalam arti yang baik.

1
Sokkheng 168898
Nggak sabar nunggu kelanjutannya.
BX_blue
Penuh kejutan, ngga bisa ditebak!
iwax asin
selamat datang
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!