Azira membenci Ayahnya karena tega meninggalkan Ibu, dan dia bahkan lebih membenci istri kedua Ayahnya sebab jika bukan karena wanita itu, Ibu tidak akan pernah menginjak dunia malam. Tidak, sejujurnya Azira membenci Ayah dan keluarga Ayahnya yang bahagia serta harmonis. Pernah memandang rendah Azira dan Ibunya yang miskin, mereka bahkan tanpa ragu membunuh Ibunya.
Azira sangat membenci mereka semua!
Karena kebencian inilah dia terpaksa memasuki keluarga Ayah, menghancurkan kehidupan bahagia putri terkasih Ayah dan merebut calon suaminya, Azira melakukan semua itu.
Dia pikir balas dendamnya telah selesai setelah melihat keluarga Ayahnya hancur, dan dia pun siap dihancurkan oleh suami paksaan nya. Namun, siapa sangka bila suami paksaan nya tidak hanya tidak menghancurkannya namun juga menyediakan rumah untuknya kembali?
Apa ini?
Apakah ini hanya penyamaran sang suami untuk membalas dendam kepadanya karena telah merebut posisi wanita yang dicintai?
Atau justru sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lili Hernawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2.7
"Bangun sayang, Allah ingin berbicara denganmu..." Bisiknya lagi dengan penuh kasih, memancing Azira untuk mengikuti kemana arah suara itu berasal.
Terengah-engah, Azira tidak tahu dari arah mana datangnya suara ini. Tidak, maksudnya ia bingung dari arah mana Ibunya memanggil.
"Ibu.. apakah kau ingin membawa ku pergi?" Seketika pikiran ini terlintas di kepalanya.
Ia bahkan tidak perduli dengan ajakan Ibunya untuk bangun menyapa Tuhan. Tidak ada suara yang menjawabnya, Azira pikir diamnya pertanda bahwa Ibu mengiyakan pertanyaannya.
"Tapi..tapi bagaimana dengan balas dendam ku kepada mereka?" Azira ingin ikut bersama Ibunya namun entah kenapa ia sedikit tidak rela membiarkan mereka bersenang-senang di dunia ini. Sedangkan Ibunya pernah sangat menderita di dunia ini. Bagaimana mungkin dia rela pergi tanpa meninggalkan balasan apapun.
Sunyi, tidak ada balasan apapun. Lagi-lagi Azira berpikir Ibunya sudah melupakan kejahatan keluarga itu.
"Ibu, mereka adalah orang yang membuat mu seperti ini. Terutama Ayah-"
"Aku tidak perduli dan bangunlah!"
"Hah..hah.. mimpi.." Azira langsung terbangun dari tidurnya.
Lalu dia mengusap keningnya yang sudah berkeringat banyak.
"Ternyata hanya sebuah mimpi." Gumamnya linglung.
Pasalnya perasaan itu benar-benar nyata. Ia juga sempat dibuat kebingungan dengan kelembutan Ibunya yang langka karena biasanya, Ibu akan berteriak keras kepada Azira agar mendengarnya.
"Mimpi sialan, mengganggu tidur ku saja." Gerutunya kesal sambil mencoba tidur kembali.
Namun belum sempat ia memejamkan matanya, azan Subuh sudah berkumandang merdu. Memanggil dan membangunkan orang-orang dari tidur lelapnya, menyeru agar mereka memenuhi panggilan Sang Maha Kuasa.
"Sial!" Umpatnya tidak puas.
Ia tidak lagi berselera untuk tidur kembali dan membawa langkahnya langsung ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
20 menit kemudian, Azira keluar dari kamar dengan wajah yang lebih segar. Acara mandinya memang singkat karena ia sendiri bukan tipe gadis yang memakai banyak perawatan di dalam kamar mandi. Ia hanya perlu menggunakan sabun, shampoo, dan pasta gigi saja untuk mandi.
Bagaimana bisa ia melakukan banyak perawatan? dulu ia adalah orang miskin dan tidak mampu membeli barang-barang seperti itu jadi dia terbiasa mandi seadanya.
Bahkan walaupun dulu tidak punya sekarang di kamar ini ia punya segalanya jika berbicara tentang kecantikan. Namun sayang, karena ia tidak terbiasa dari dulu dengan barang-barang ini maka jadilah Azira tidak meliriknya.
Hei, jangan salah, meskipun tidak menggunakan perawatan apapun kulitnya tetap halus dan cantik. Tidak ada bedanya dengan menggunakan perawatan, begitu membuat iri.
Yah, walaupun tidak sebersih kulit Humairah yang selalu melakukan perawatan, Azira bisa dibilang murni.
Setelah selesai menggunakan pakaian yang ada di lemari lengkap dengan jilbab asal pakainya, ia lalu keluar dari kamarnya sambil membawa piring bekas semalam.
Masuk di dapur, lagi-lagi dua pembantu tadi malam ia temukan di sana.
"Pagi, non." Sapa mereka terlihat sopan namun Azira bisa melihat sikap mereka sedikit kaku.
Menganggukkan kepalanya, Azira lantas mencuci piring yang tadi untuk ia gunakan sarapan lagi.
"Non Azira.." Panik mereka sambil mengambil alih piring yang ada di tangan Azira.
Mengernyit tidak suka, Azira berpikir apakah pembantu ini ingin menghentikannya?
"Non, pakai piring yang sudah kering saja daripada piring ini, lihat, ini masih basah, non."
Dengan panik salah satu pembantu memberikan Azira piring yang sama namun sudah kering.
"Hem." Responnya tidak perduli seraya melanjutkan tangannya menyendok nasi goreng seporsi.
Menaburkan suir ayam diatasnya, tangan Azira dengan lancar mengambil 2 telur mata sapi yang setengah matang.
Sebenarnya ini sudah matang namun karena Azira orang kampung yang biasa makan telur mata sapi yang sudah sangat matang, maka jadilah ia menganggap telur ini sedikit tidak matang karena masih basah di wilayah kuningnya.
"Pagi, Azira." Sapa Humairah begitu semangat.
Melirik, Humairah terlihat sedikit pucat seperti sedang sakit pagi ini.
"Pagi." Sapanya balik.
"Kenapa kau mengikuti ku?" Tanya Azira bingung karena sedari tadi Humairah terus saja membuntutinya.
"Aku ingin sarapan bersama dengan mu." Jawab Humairah langsung tanpa menyembunyikan apapun.
Mengernyit terganggu, Azira tidak tahu motif apa yang Humairah gunakan untuk mendekatinya. Apakah itu alasan yang baik atau tidak, ia tidak bisa menebaknya.
Melihat kewaspadaan Azira, Humairah tahu jika saudaranya ini mungkin terganggu dengannya. Tapi harus bagaimana lagi, Humairah tidak ingin menjauh dari saudaranya. Ia ingin terus dengan Azira.
"Baiklah." Putus Azira sulit menolak.
"Sarapan di taman?" Tanya Humairah girang.
"Baiklah."
Sesampainya di taman, mereka langsung melahap sarapan masing-masing dengan damai. Entah pemahaman diam-diam apa yang mereka telah tanamkan tetapi yang pasti tidak ada yang saling mengganggu.
"Kenapa tidak ikut sarapan dengan yang lain?" Tanya Azira memulai pembicaraan ketika ia sudah menyelesaikan sarapannya.
"Aku sedang tidak sholat jadi langsung saja sarapan, lagipula jam setengah tujuh nanti aku akan langsung pergi kerja."
Mengangguk paham, diam-diam Azira mengamati wajah cantik Humairah yang indah. Lalu pandangannya kemudian berpaling menatap langit yang perlahan mulai terang.
Entah mengapa Azira merasa jika Humairah sama persis dengan suasana pagi ini, begitu indah dan damai.
"Aku dengar..kau akan segera menikah, apa benar?" Tanya Azira dengan suara kecilnya.
"Ahaha.. pasti mbok Yem yang sudah menceritakannya kepada mu. Alhamdulillah.. itu benar Azira, aku akan segera menikah."
Humairah tidak bisa menahan emosi kebahagiaannya yang meluap-luap ketika mengatakan ini.
Mata persik Azira tiba-tiba menyipit penuh muslihat, "Kapan?"
Tidak terpengaruh dengan ekspresi aneh Azira.
"Insyaa Allah satu minggu lagi dan mulai besok kami akan mulai melakukan beberapa persiapan." Jawab Humairah jujur.
Karena Azira sekarang adalah saudaranya maka kenapa tidak mengatakan semuanya saja?
Humairah ingin semua orang berbahagia di saat pernikahannya nanti dan ia berharap adanya Azira bisa menghidupkan suasana rumah setelah kepergiannya nanti.
"Aku turut bahagia mendengarnya." Bisiknya lemah.
Menundukkan kepalanya, diam-diam pikiran licik Azira bekerja. Terus berputar-putar untuk menemukan celah mana yang akan ia gunakan dihari itu.
"Ahaha..aku harap kau juga segera menemukan jodohmu agar segera menyusul ku nanti."
Humairah dengan tulus berdoa agar Azira juga bisa menemukan laki-laki yang pantas untuknya. Menjadi imam untuknya dan mampu membimbing saudaranya ini ke jalan yang benar.
Jauh dalam hatinya ia berdoa untuk Azira, untuk saudaranya terkasih.
Meskipun beda Ibu tapi tetap saja mereka adalah saudara dan Humairah pun tidak perduli dengan hal itu karena saudara tetaplah saudara baginya.
"Ya, aku akan segera menyusul mu." Bisik Azira dengan senyuman simpulnya.
...🍃🍃🍃...
"Non Humairah gak dijemput sama mas Kenzie, yah?" Tanya mbok Yem penasaran karena melihat majikan tersayangnya itu sedang memanaskan mobil.
Tersenyum lembut, "Enggaklah mbok, kita kan lagi masa penenangan sebelum akad."
"Sudah tahu masa penenangan tapi masih aja pergi kerja."
"Mama, ih!" Manja Humairah seraya memeluk Mamanya sayang.
"Hari ini dan seterusnya Humairah gak usah pergi kerja soalnya tadi calon mu udah nelpon kalau ia sudah urusin kamu surat cuti selama pernikahan." Bisik Mamanya lembut.
"Ih, kok gak bilang-bilang Humairah sih? Mas Kenzie kok tega yah!" Gerutu Humairah kesal.
Padahal dia sudah siap-siap pergi dan berdandan rapi pagi ini. Eh ujung-ujungnya juga enggak jadi pergi.