NovelToon NovelToon
Mari Kita Menikah! Tapi...

Mari Kita Menikah! Tapi...

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Pernikahan Kilat / Obsesi / Cinta Seiring Waktu / Bercocok tanam
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: CatVelvet

"Mulai sekarang, kau bekerja sebagai istriku," tegas Gyan Adriansyah kepada istrinya, Jasmine.

Nasib sial tengah menimpa sang gadis cantik yang terkenal sebagai bunga desa. Mulai dari beredarnya video syur yang menampilkan siluet mirip dirinya dengan calon tunangan. Terungkapnya perselingkuhan, hingga dijadikan tumbal untuk menanggung hutang ayahnya pada pria tua.

Namun, ditengah peliknya masalah yang terjadi. Takdir kembali mempertemukan dirinya dengan musuh bebuyutannya semasa kecil dengan menawarkan pernikahan kontrak. Jasmine tak punya pilihan yang lebih baik daripada harus menikahi pria tua.

Akan seperti apakah pernikahan mereka? Gyan yang ia kenal dulu telah berubah drastis. Ditambah lagi harus menghadapi ibu mertua yang sangat membencinya sejak lama.

Yuk simak keseruan ^⁠_⁠^

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CatVelvet, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3. Masalah baru

Di hotel bintang lima, hotel Nawasena.

Didalam ruang kerja pribadinya. Gyan menatap sebuah foto seorang gadis desa yang tersenyum ceria memakai seragam SMA sambil membawa beberapa bunga Chrysant dalam genggaman dihalaman rumahnya. Gyan menghela napas dalam-dalam seraya menaruh foto itu dalam laci meja kerjanya.

Teringat dengan pertemuan dirinya beberapa jam yang lalu di minimarket. Suatu kebetulan yang jarang terjadi. Seakan takdir telah mengaturnya dengan baik. Bahkan ia sempat merasa cukup terkejut dengan pertemuannya barusan. Sudah lama sekali dan tanpa sengaja ia dipertemukan lagi dengan gadis itu.

Ada debaran aneh yang mengusik perasaannya ketika secara tak sengaja menatap gadis itu sebelum memasuki minimarket. Terlihat dibalik kaca transparan gadis itu sedang duduk tenang menikmati secangkir minumannya.

Namun hal yang aneh juga terjadi ketika tiga orang laki-laki melewatinya sambil membicarakan ingin berkenalan dengannya dan melakukan hal yang buruk. Amarah yang begitu besar secara cepat menjalar menguasai dirinya. Ia tak bisa jika tak melakukan sesuatu untuk melindunginya.

Gyan menyandarkan punggungnya dengan pasrah dan memposisikan dengan nyaman. Pandangannya sedikit menengadah menatap langit-langit ruang kerjanya. Pikirannya melayang pada masa beberapa tahun silam saat dirinya berusia 8 tahun.

Saat itu usia Jasmine berusia 5 tahun. Gyan bisa mengingat dengan jelas bahwa itu adalah pertama kali ia mengenal Jasmine, yang tak lain adalah cucu dari sahabat baik kakeknya.

Setiap setahun sekali. Selama itulah setiap kali ia libur panjang disekolah nya. Keluarganya selalu mengunjungi kampung halaman kakeknya. Namun semenjak sang nenek meninggal, keluarga Gyan membawa kakek ke kota untuk tinggal bersama mereka serta menjalani beberapa serangkaian perawatan medis untuk tetap menjaga kesehatan kakek.

“Gadis itu. Dia adalah anak nakal yang selalu menggangguku saat aku masih kecil,“ gumam Gyan.

Gyan menatap meja kerjanya. Terdapat sebuah bingkai foto penampakan hotel legendaris yang tengah ia kelola saat ini. Mata elangnya tertuju pada foto itu sekarang. Gyan meraih bingkai foto itu. Kemudian ia membuka kembali laci dimana ia menyimpan foto Jasmine pemberian dari kakeknya.

Kakek sempat beralasan bahwa foto itu dikirimkan melalui pos. Awalnya Gyan sempat mempercayainya, namun melihat kebetulan yang terjadi saat mereka bertemu membuat pikiran Gyan menemukan sesuatu yang ganjal. Kakeknya berbohong. Ia pasti meminta langsung dari sahabatnya. Mungkin saja anggota keluarga Jasmine sedang berada dirumah sakit ini sehingga mereka bisa bertemu dan kakek meminta foto cucu sahabatnya. Insting Gyan cukup tajam.

Sejak ibunya mulai mencarikan jodoh untuk Gyan. Kakeknya juga tak mau kalah antusias menjodoh-jodohkannya dengan cucu sahabatnya.

Gyan mensejajarkan kedua foto itu di kedua tangannya dan kembali bergumam, “Untuk mendapatkan hotel yang selama ini ku perjuangkan ternyata 'kuncinya' ada di kamu?“

Gyan menatap kedua foto itu secara bergantian. Senyuman tipis tersungging jelas pada salah satu sudut bibirnya. “Sepertinya aku terpaksa harus mendapatkan mu dengan segala cara, apakah ini bisa disebut juga kesempatan emas untuk balas dendam?“

***

Jasmine seperti manusia yang hidup tanpa ruh. Pandangannya kosong. Matanya sembab dan sedikit pucat dengan kantung mata hitam yang terlukis jelas di wajahnya yang sendu. Seakan awan mendung berada tepat diatas kepalanya. Wajahnya terus terlihat muram. Bahkan ia yang dikenal sebagai anak yang periang, kini menjadi anak yang sangat pendiam.

Jasmine melamun seraya menatap jendela kamar kakeknya dirawat. Tatapannya nyalang dan masih tak henti mempertanyakan dalam hati 'mengapa dia tega melakukan hal itu padaku? Apa salahku?' pertanyaan yang masih belum mendapatkan jawaban apapun. Namun terus saja menggoreskan luka yang semakin dalam. Membuatnya semakin sesak.

Ponselnya berdering untuk yang kesekian kali. Sahabatnya terus berusaha menelponnya. Banyak pesan masuk dari Nessa yang ia abaikan begitu saja. Sahabatnya terus mengirimi bukti-bukti kelakuan bejat Rendy. Jasmine malas untuk menanggapi telpon dari sahabatnya. Bagaimana tidak, hampir setiap hari sahabatnya selalu mengadukan semua kelakuan Rendy yang terungkap satu persatu melalui telpon tanpa henti hingga berjam-jam. Rasanya seperti menjejalkan kenyataan pahit ke dalam mulutnya hingga ia sulit untuk menelan. Terlalu sesak.

Jasmine ingin sekali mendengar pengakuan langsung darinya. Jika harus sakit. Maka biarlah sakit sekalian. Agar dirinya bisa benar-benar sadar untuk tak berharap lebih pada seseorang yang pernah menjadi mimpi masa depannya.

“Jasmine?“ Suara parau dengan nada lembut memanggil namanya. Namun Jasmine tak kunjung menyadari.

Cucu kesayangannya kembali meneteskan air mata. Tetesan yang mengalir terasa hangat membasahi pipi. Bibirnya terkunci tanpa isak tangis. Namun air mata itu terus menggenangi mata indahnya.

“Jasmine?“ panggilnya untuk yang kedua kali. Namun kali ini sang kakek turun dari ranjangnya dan menyeka air mata di pipi cucu kesayangannya.

Jasmine tersentak hingga refleks ikut menyeka air matanya dengan cepat. “Oh kakek? Kapan kakek bangun?“

“Hehe… barusan. Kenapa kamu masih terus menangisi laki-laki itu?“

“Jadi kakek sudah tau ya?“

“Tentu saja kakek tau, mana mungkin kakek nggak tau apa-apa tentang cucu kesayangan kakek.“

Jasmine menunduk menahan air mata yang ingin kembali menetes. Namun pada akhirnya tetap gagal juga. Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya dan kembali terisak. Walau disisi lain hatinya terus mengutuk dirinya 'kenapa cengeng banget sih?!' tapi apa daya, jika air mata ini memang sulit tertahan. Kakek berusaha untuk menenangkannya dengan membelai lembut kepalanya menunggu cucunya tenang.

Dengan sabar kakek menunggunya selama beberapa menit berlalu. Perlahan Isak tangis itu mereda hingga suaranya kembali stabil. Kakek membuka segel botol air minum dan membuka tutupnya. Ia menyodorkan kepada Jasmine agar langsung meminumnya. Jasmine menyambutnya sambil tersenyum.

“Sudah tenang?“ tanya Kakek sambil menunjukkan senyumnya.

Jasmine menghela napasnya dalam-dalam dan membuangnya secara perlahan. “Sudah,“ jawab singkat.

Jasmine sempat bertanya-tanya tentang reaksi kakeknya yang terlihat tenang saat kondisinya sedang down. Tanpa basa-basi Jasmine langsung mengutarakan pertanyaannya pada kakek. “Kenapa kakek menanggapi nasib yang menimpaku dengan santai? Apa kakek nggak merasa sedih?“

Kakek justru terkekeh. “Hahaha… tentu saja kakek sedih. Kakek sedih melihat air matamu terkuras sia-sia karena laki-laki yang nggak pantas buat kamu. Tapi untungnya dia nggak berjodoh dengan kamu. Dari awal, kakek memang punya firasat buruk tentang dia.“

Jasmine menangapi dengan senyuman pahit. “Firasat kakek tepat sasaran kalau begitu.“

“Kalau begitu cepatlah berhenti menangisinya, itu tidak akan ada gunanya. Sedangkan dia disana malah memikirkan gadis lain.“

“Aku pasti akan melupakannya kek, hanya soal waktu. Saat kembali kerumah nanti aku akan kembali mengurus perkebunan. Aku akan menyibukkan diri dengan membuka warung makan. Masih banyak hal yang bisa ku kerjakan agar pikiran ku ter-alihkan.“ ucap Jasmine menyemangati diri.

Tiba-tiba sang ibu datang dengan wajah kesal hampir menangis sambil menjewer telinga suaminya. Ayah adalah putra pertama dari kakek. Ibu memotong pembicaraan mereka secara tiba-tiba saat memasuki kamar rawat inap.

“Kita tidak akan pulang dan mendapatkan perkebunan itu lagi!“ ucap ibu mengalihkan pembicaraan mereka.

Sontak saja hal itu sangat mengejutkan bagi kakek dan juga Jasmine. Jasmine bangkit dari kursinya.

“Apa?“ tanya Jasmine tak percaya.

Ayah nampak meringis kesakitan hingga akhirnya ibu melepaskan tangannya. Ayah masih tak berani menatap putri semata wayangnya, serta kakek yang berada disampingnya. Jasmine dan kakek menatap penuh tanya akan kejelasan kata-kata barusan.

Ibu memukul ayah. “Ayo ngaku sama mereka! Bisa-bisanya membuat masalah disaat seperti ini!“ bentak ibu mendesak ayah.

Ayah hanya menunduk dalam-dalam penuh rasa bersalah. Bibirnya seolah berat mengucap kejujuran. Namun Jasmine mendekat menggoyang-goyangkan lengan ayahnya. Berharap masalah yang datang kali ini bukanlah masalah besar.

“Ayah! Sebenarnya ada apa?“

Kakek pun ikut maju mendekati wajah putranya yang masih tak berani menatapnya. Pasalnya, kakek tau betul bagaimana tabiat putranya.

“Kau membuat masalah apalagi sampai menyusahkan anak dan istrimu? Jawab Yuda!“ desak kakek dengan tatapan sinis.

Ayah semakin merasa bersalah dan semakin tak berani menatap mereka. Bibirnya semakin terkunci rapat tak berani mengungkapkan. Hal itu tentu saja membuat ibu menjadi gemas. Pada akhirnya ibu-lah yang menjelaskan kesalahan ayah.

“Dia… berhutang dengan si kades itu mulai dari dua tahun lalu dan merahasiakannya dari kita. Ayahmu dengan cerobohnya menandatangani perjanjian tanpa membacanya dengan teliti bahwa jumlah bunganya sangatlah besar. Pada akhirnya dia menyerahkan rumah dan juga tanah perkebunan satu-satunya yang kita miliki sebagai jaminan untuk melunasi hutang-hutang itu,” ucap ibu gemetar. Ia meremas rambutnya yang acak-acakan. Betapa frustasinya. “Haahhh… dia membuatku gila” keluh ibu.

Mendengar penjelasan mengejutkan itu membuat mata kakek dan Jasmine membelalak lebar. Kakek tak bisa berkata apa-apa. Saking syok-nya dan sulit menerima kenyataan yang terjadi, kakek sampai hampir pingsan dan tubuhnya terhuyung. Beruntung Jasmine langsung merangkul tubuh ringkih kakeknya.

“Kakek! Ya ampun, ibuk tolong bantu aku,” pinta Jasmine, takut tak mampu menahan tubuh kakek. Ibu langsung menanggapi permintaan Jasmine. Sedangkan ayah, ia juga ingin menolong namun kakek menepis tangannya dengan kasar agar tidak menyentuhnya. Seakan tak sudi.

Mereka membantu kakek berbaring di ranjang pasien. Jasmine mencoba membantu menenangkan kakek dengan meminta kakek untuk mengatur pernapasannya agar lebih tenang selama berulang kali. Sedangkan ibu tak henti-hentinya menghujani ayah dengan tatapan sinis dan tajam. Ayah tak bisa berkata apa-apa, hanya diam tertunduk.

***

1
Roxanne MA
yuk bantu ramein karya ku jugaa💖
Roxanne MA
akhirnya up jugaa
ARM
oke kak siyap 👍🏻
ARM
Terima kasih banyak kak🙏🏻 btw aku masih pemula, banyak kesalahan yg perlu ku koreksi 🙏🏻☺️
Roxanne MA
lanjut thor
Roxanne MA
baru awalan bab sudah sebagus inii
riniasyifa
Semangat terus berkarya kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!