Mahram Untuk Azira
Aku menatap pemandangan yang ada di depan mata ku dengan perasaan kosong. Tidak ada lagi perasaan takut yang selalu menghantui ku ketika berhadapan dengan kondisi seperti ini karena ia-takut itu telah mati di dalam diriku. Jika takut ku sudah mati maka bagaimana dengan perasaan bahagia dan senang ku?
Aku rasa itu-
“Dasar anak sampah! kau dan Ibu mu adalah manusia kotor dan hina. Kau menghancurkan kehidupan orang lain. Bagai-“
Lihat, jadi apa itu bahagia?
Apakah perasaan bahagia itu yang kalian maksud adalah perasaan yang meluap-luap dan tidak terkendali, seakan kalian di bawa terbang tinggi ke tempat yang tinggi dan penuh akan keajaiban yang tidak pernah kalian bayangkan sebelumnya. Sebuah rasa yang tidak dapat kalian jelaskan dan gambarkan dengan kata-kata itulah perasaan bahagia. Namun, jika itu yang kalian maksud maka aku tidak tahu, karena aku tidak pernah merasakan bahagia yang kalian maksud itu.
Aku tidak pernah merasakan titik dimana tubuh ku serasa di bawa melayang jauh. Aku tidak pernah merasakan titik dimana dunia begitu indah dan terasa menakjubkan. Aku tidak pernah merasakan titik dimana orang-orang menghargai keberadaan ku di dunia ini. Dan ya, aku tidak pernah merasakan titik dimana Tuhan benar-benar melihat keberadaan ku.
Rasanya itu semua begitu mustahil apa kalian tahu?
Karena yang selama ini ku rasakan adalah aku selalu di jatuhkan,
Di pandang kotor,
Di anggap hina,
Tidak punya tujuan hidup,
Dan sekali lagi Dia-Tuhan yang kalian agungkan tidak pernah melihat ke arah ku. Ya, Tuhan begitu acuh dengan keberadaan ku.
Jika di luar sana kalian bisa hidup dengan tenang karena di kelilingi oleh mereka yang menyebut kehadiran kalian sebagai keluarga, maka aku di sini di kelilingi oleh mereka yang menyebutkan sebagai manusia sampah yang tidak seharusnya hidup di dunia ini. Bahkan aku tidak ragu mengatakan bahwa di sini aku hidup dengan takdir yang tidak mau berbaik hati sedikit pun kepada ku.
Ya, kalian bisa simpulkan atau katakan saja bahwa aku hidup dengan takdir yang tidak adil kepada ku, karena aku pun berpikir seperti itu.
Jika di sana kehadiran kalian di terima dengan sangat baik, maka aku di sini sebaliknya. Aku adalah sebuah kesalahan dan mereka yang ku anggap keluarga menolak kehadiran ku , bahkan mereka menatap ku sebelah mata dengan cacian dan makian yang begitu tajam dan tidak berhati.
Benar, mereka kejam tapi mereka tidak perduli.
“Bangun sampah, lihat! Lihat hasil kejahatan mu di dunia ini!” Perempuan itu-yah, wanita berpakaian tertutup dengan sopan dan anggun menunjuk ku dengan telunjuk tangan kirinya yang ramping, ia terlihat begitu murka melihat keberadaan ku.
“Lihat apa yang telah kau besarkan selama ini, lihat aib yang telah kau hidupi selama ini. Seharusnya dia tidak pernah lahir, seharusnya kau dan kotoran itu tidak pernah hadir di dunia ini karena kalian berdua adalah aib dunia!” Marah, wanita kaya itu masih tidak mau melepaskan tatapan marahnya pada ku.
Sementara itu, tangan kanan wanita kaya itu yang putih dan ramping masih menggenggam erat segumpal rambut hidup dari perempuan pucat tidak berdaya yang terduduk lemah di sana.
Perempuan pucat itu tampak lemah dan putus asa, ini mungkin karena hal semacam ini sudah tidak asing terjadi kepadanya, perlakuan kasar seperti ini sudah biasa baginya. Malam-malam seperti ini sudah biasa aku lewati dengan perempuan pucat tidak berdaya di sana.
Aku sudah kebal dengan bentakan dan caci makian dari mereka. Rasa takut ku sudah hilang untuk hal ini karena akhirnya pasti akan sama, selalu begini.
Aku menatap kosong pada wanita pucat yang sudah tidak berdaya lagi, ia terlihat begitu kesakitan dengan perbuatan kasar perempuan kaya itu. Aku merasa tidak nyaman melihatnya.
Perlahan aku berdiri, berjalan dengan langkah perlahan-lahan bermaksud menghampiri kedua wanita dengan perbedaan kasta yang nyata di sana.
“Nyonya, tolong lepaskan Ibuku, aku mohon.” Suara ku mencoba selembut dan sesopan mungkin, berusaha menarik belas kasihannya.
Nyonya-wanita kaya bar-bar dengan pakaian tertutup nan anggun yang menyakiti Ibuku kini menatap ku tajam, sekilas aku bisa melihat ia memberikan ku sebuah senyuman tipis atau lebih tepatnya sebuah seringaian samar.
Mungkin karena memohon pengampunan untuk Ibuku, ya, wanita pucat yang tidak berdaya itu adalah Ibuku. Wanita yang disebut sampah itu adalah Ibuku, perempuan hina dan kotor itu adalah Ibuku. Kalian benar, aku memang terlahir dari rahim hangatnya, dari darahnya yang kental dan pekat.
“Kau ingin sampah ini aku lepaskan?” Tanya wanita kaya itu dengan suara sinis dan merendahkan.
Aku mengangguk dengan pelan sebagai jawaban untuknya. Melihat ku, wanita itu tersenyum miring lalu dengan kekuatan yang besar ia melempar tubuh lemah Ibuku menuju lantai yang dingin dan kotor.
Aku terkejut melihat apa yang ia lakukan pada Ibuku namun entah mengapa kedua kakiku seolah mati rasa sehingga aku tidak tahu bagaimana menggerakkannya. Aku diam membisu mendengar teriakan nyaring penuh kesakitan Ibuku di sana. Aku tetap diam bahkan saat Ibuku sudah mulai merintih menahan sakit di lantai dingin dan kotor itu, namun anehnya melihat penderitaan Ibuku yang seperti ini aku tidak punya perasaan apapun selain kosong.
Rasanya kosong dan hampa.
“Kau lihat? Aku sudah membebaskannya dan melepaskan sampah yang kau minta tadi.”
Wanita kaya itu bersuara sarkas, mengejek ketidakberdayaan Ibuku yang tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk melawannya. Bahkan belum bisa aku bernafas dari keterkejutan ku yang pertama, Wanita kaya itu sekali lagi memberikan ku kejutan yang lain dan kaki ini dia benar-benar membuat ku bungkam karena tindakan brutalnya. Ia dengan sepatu tinggi dan tajamnya berdiri di atas tubuh Ibuku, menginjak-nginjak tubuh kesakitan Ibuku yang lemah dengan ekspresi bahagianya. Ia seakan mengatakan bahwa ia masih belum puas hanya dengan membenturkan tubuh Ibuku di lantai kotor nan dingin karena ia masih ingin bermain-main lagi bersama ketidakberdayaan Ibuku yang kini terkapar kesakitan.
Tidak, ini tidak benar! Batinku berteriak.
Melihat itu semua aku sudah tidak dapat berpikir lagi, tiba-tiba sebuah perasaan takut yang kuat dan menakutkan menyelimuti ku. Perasaan takut yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya kini benar-benar membungkus ku. Membuat ku merasakan sesak sehingga tanpa sadar aku berlari cepat menuju mereka yang begitu menikmati perasaan sakit dan senang. Berlutut di depan wanita itu untuk memohon belas kasihannya untuk Ibuku yang hanya bisa merintih kesakitan.
“Nyonya..aku mohon, tolong lepaskan Ibuku.” Mohon ku putus asa.
Malam ini dengan suara derasnya hujan menjadi sebuah pengiring untuk pertama kalinya aku merasa bahwa hatiku telah hancur. Aku merasa seakan dunia kecil ku akan di renggut dan tidak bisa ku pungkiri bahwa ini begitu menyakitkan.
Hatiku rasa sakit dan sesak.
“Cih, jangan sentuh aku gadis kotor! kau dan Ibumu sangat menjijikkan! aku tidak ingin tubuh bersih dan suci ku tertular najis sialan kalian.”
Aku tidak perduli meskipun wanita kaya tidak berhati dan kejam ini mencaci serta memaki ku dengan kasar dan tajam, aku tidak perduli. Bahkan walaupun wanita kaya ini mendorong dan mengusir ku dengan kasar agar menjauh darinya aku tetap saja keras kepala, bangkit dari tempat ku terjatuh dan memohon lagi kepadanya yang masih menatap ku murka.
“Kau sialan, menyingkirlah dariku!” Hardik wanita kaya itu seraya berjalan turun dari tubuh lemah dan kesakitan Ibuku.
Mengusap pakaian anggunnya dengan panik, ia beserta orang-orangnya kemudian pergi meninggalkan aku dan Ibu yang masih merintih menahan kesakitan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 266 Episodes
Comments
2RANIA/ bunda tri budiarti
sedih banget salah apa dia sampai di perlakukan seperti itu belum di ungkap
2023-09-13
0
ㅤㅤㅤㅤ😻Kᵝ⃟ᴸ⸙ᵍᵏ نَيْ ㊍㊍🍒⃞⃟🦅😻
numpang jejak dulu🐾🐾🐈
2023-08-20
0
🌷💚SITI.R💚🌷
br bab peetama sdh sedih bnget
2023-08-17
0