21++
sebagian cerita ada adegan panasnya ya.
harap bijak dalam membaca.
bocil skip aja. jangan maksa 😂😂
caera Anaya. rumah tangganya yang berakhir dengan perceraian karna penghiatan suami dan sahabatnya.
rasa sakit yang membuat hatinya membatu akan rasa cinta. tetapi ia bertemu dengan seorang lelaki dan selalu masuk dalam kehidupannya. membuat ia berfikir untuk memanfaatkan lelaki itu untuk membalas sakit hati pada mantan suaminya.
akankah caera dapat membalas sakit hatinya?
yuk ikuti karya pertama ku ya 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bennuarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 15
dengan pandangan buram karena air mata, caera memandang lelaki yang terlihat menjulang tinggi di sebelahnya. lelaki itu memakai setelan training Hoodie, potongan rambut yang sangat serasi dengan wajah tampan blasteran itu.
caera cepat cepat mengusap matanya kasar ingin memandang pria itu dengan jelas. hatinya mencelos mendapatkan kejutan hebat. pria itu adalah orang yang di restoran waktu itu. yang orang-orang panggil dengan sebutan tuan Deva. rambut lebat yang sama. mata coklat yang berdaya magis sama pula, memandanginya dengan tenang.
"pohon ini tidak tahu apa-apa. jangan mengotorinya dengan kejengkelan mu pada kekasih mu"
pria itu memandang manik mata caera.
"apa urusan mu!"
caera merasa dongkol balik menatap tajam, menantang pada Deva. dalam keadaan hati yang sedang sedih, caera jadi lebih mudah marah.
"kau mengganggu ketenangan ku nona"
ehh... ketenangan?
"tempat ini milik umum tuan. siapa yang mengganggu mu?" caera makin tidak suka. mentang-mentang artis, seenaknya saja merasa terganggu di tempat umum.
"tempat ini area pribadi nona" Deva menahan tawa. menggerakkan dagu dan alisnya mengisyaratkan caera untuk memandang ke arah yang ia maksud.
caera menoleh ke belakangnya mengikuti arah pandangan Deva.
astaga!!
di sana terpancang plamplet yang bertuliskan
PRIVATE AREA dengan huruf besar dan tebal. caera tidak melihat itu tadi. mungkin karena pikirannya yang melayang entah kemana.
"maaf"
ujar caera lesu. ia mengaku salah telah masuk ke kawasan pribadi orang. dengan sedikit takut caera menatap pria itu. pastilah dia si penguasa wilayah ini.
caera membuang muka ke arah laut di depannya. ada rasa malu karna Deva mendapatinya menangis tersedu sendirian seperti orang yang tidak waras. belum lagi lelehan ingus karena tangisannya.
aaiihh dari mana pula pria ini tahu aku sedang jengkel pada kekasih ku? dukun kah dia?
Deva melangkah mendekat. mengulurkan handuk kecil kepada caera. caera menoleh lagi dan memandangi handuk kecil dan Deva bergantian. raut wajah Deva terlihat ramah dan bersahabat.
"aku hanya punya ini. tidak bawa tisu" ujarnya mengerti maksud pandangan caera. dia hanya membawa handuk kecil karena memang sedang berolah raga lari pagi di pinggir pantai. dan beristirahat sejenak di tempat kesukaannya ini jika sedang berada di sini. tapi caera masih diam saja
"tenang saja. ini masih bersih. aku belum memakainya" Deva tersenyum simpul. "pakailah" ujarnya lagi menyodorkan handuk kecil itu pada caera dan menggerak-gerakkannya.
caera mendongak dan menatap wajah Deva lagi seperti anak kecil yang sedang di bujuk ibunya agar berhenti menangis.
caera menarik ringan handuk itu. mengusap wajah dan ingusnya yang masih saja berkejaran seperti balapan moto GP. ia menempelkan handuk kecil itu kewajahnya.
hhhmmmmm
menarik napas menghirup dalam aroma handuk itu. harum...
dan ia seperti pernah mencium aroma itu. hatinya berdesir halus. bertanya dalam hati kapan ia pernah menghirup wangi itu.
ah persetan dengan aromanya. sekarang dia hanya ingin mengelap wajahnya yang sangat tidak enak dipandang
ssssreeettt...
tanpa rasa malu caera menyisih ingusnya dengan suara keras. Deva hanya tersenyum melihat kelakuan caera yang cuek itu.
Deva ikut duduk di pasir putih berjarak satu meter dari caera. kini sama-sama menatap laut biru di depan mereka.
"indah bukan? kau suka laut juga rupanya"
ucap Deva tanpa menoleh pada caera.
ck... siapa sih dia? sok akrab deh
caera membatin dan melirik Deva dengan ekor matanya. ada perasaan was was menyerang hatinya. kenapa pria ini jadi sok akrab dengannya?
"aku suka tempat ini. laut ini selalu menjadi tempat yang tepat buat ku untuk menyendiri"
Deva masih bicara tanpa peduli caera serius mendengarnya atau tidak.
di lubuk hati caera ingin merasa meyakinkan diri sendiri bahwa inilah kali pertama mereka bertemu langsung dan mendengar Deva berbicara. sebab caera merasa, Deva seperti sudah mengenal dirinya sebelum ini.
"laut ini memang indah, tapi tidak baik melarikan diri dari masalah"
deg
hati caera merasa tertohok. sok tahu sekali lelaki ini. caera bertanya dalam hati apakah itu di maksudkan sebagai susuatu yang meremehkan, bahwa dirinya sebagai seorang wanita di anggap oleh pria itu tidak mampu membereskan masalah sekecil itu.
"menghadapinya dengan pikiran jernih itu jauh lebih berguna dari pada lari sejauh kemampuan tapi kita tetap terpaku pada Masalah yang sama"
ujar Deva lagi.
caera menoleh kepadanya. sejenak mata Deva meninggalkan laut biru yang membentang di depannya itu dan beralih untuk menatap kedalam mata caera.
mereka saling menatap. pandangan mata pria itu mengandung suatu minat hangat dari seorang pria pada seorang wanita. ah... mungkin itu cuma berasumsi dari keingin tahuannya saja.
Deva kembali menatap lurus ke arah laut lagi.
"menangis memang terasa melegakan. tapi menghadapinya itu jauh lebih menenangkan"
Deva menaruh kedua tangannya ke belakang. menyanggah tubuhnya dalam posisi duduk yang lebih santai.
"kenapa tidak mencobanya?"
tambahnya lagi.
eeehh... tunggu tunggu... kenapa dia jadi sok bijaksana begini sih?
caera kini memandang lekat wajah tampan blasteran itu. mengerutkan dahi, kenapa pria yang tidak dikenalnya ini jadi makin Mario tegar begitu.
"maksud kamu, dengan kamu datang ke sini, itu juga melarikan diri dari masalah?
caera balik memberi pertanyaan sarkas pada Deva.
"hahaaaaaa"
bukannya menjawab, Deva malah tertawa lebar sambil mendongakkan kepala keatas.
"ck.. dasar artis. terlalu sering di kerumuni orang. makanya kalau ada masalah pergi ke tempat sepi"
gumam caera sewot masih mengejek Deva. padahal dia juga sedang dalam masalah dan pergi ke tempat sepi.
" artis?
Deva menatap caera, mengerutkan alis.
"ya, kamu"
jawab caera seraya mencebik.
"hahaahaaa"
Deva makin tertawa keras. dia makin merasa geli saja caera menyangka dirinya adalah seorang artis. mungkin karena waktu di restoran banyak orang menyapa dan mengelu-elukannya.
caera makin jengkel. hilang sudah tangisnya. Deva menertawainya dengan keras.
"kamu pikir aku cocok jadi artis?
Deva bertanya lagi.
caera melirik sinis ke arah Deva. menaikkan bibir atasnya mengejek. Deva makin tertawa melihat caera merasa jengkel.
"karena aku tampan, begitu?"
Deva memajukan tubuhnya kesamping, menyodorkan wajahnya pada caera.
iisshh apaan sih dia?
narsis sekali..
caera cepat cepat menarik tubuhnya menjauh. takut wajah Deva terlalu dekat padanya. Deva menarik tubuhnya kembali tegak.
baru kali ini dia kembali tertawa lepas. setelah lama itu tidak di lakukannya. belakangan ini tawa itu sangat sulit keluar dari mulutnya. tapi dengan wanita yang satu ini, Deva merasa sangat santai. mungkin karena ia pernah mengalami di posisi caera sekarang.
"aku sudah melewati masa itu nona"
wajah Deva berubah serius.
caera merasakan suara tegas Deva. tak henti dia memandangi Deva. ada rasa penasaran mendera hatinya. dia sudah melewati masa itu, berarti pria ini pernah merasakan penghianatan.
"tak kan ada keuntungan yang kita dapat dalam kesedihan. masih banyak orang-orang yang mencintai mu bukan?"
Deva menatap caera lembut.
mata caera terpaku pada wajah Deva. bukan karena takjub akan ketampanan Deva. tapi caera terbayang wajah Gino, ibu, ayah, Dinda. wajah-wajah penuh senyum itu menatap caera dengan cinta.
hati caera terenyuh. pria ini benar. masih banyak orang-orang yang mencintainya dengan segenap jiwa. tapi caera seakan tak memandang mereka. dia egois hanya memikirkan sakit hatinya saja. padahal di sana pastilah semua orang sangat menghawatirkan dirinya.
mata sembab caera kembali memanas. air mata kembali tumpah. hatinya terasa perih. dia sungguh egois. tidak berani menghadapi kenyataan pahit dan lari sejauh mungkin.
menangis dalam diam. hanya air mata yang dapat mengekspresikan rasa hatinya. Deva tersenyum melihat caera seakan melamun. melirik jari manis wanita itu. masih ada cincin itu di sana.
andai saja wanita ini belum menikah, pasti sudah di culiknya untuk menjadi pengantin wanitanya. tapi sayang, begitu pilihan hatinya jatuh pada caera, malah penghalang itu membentang sangat kokoh di depannya.
"kau sangat mencintainya?
caera menghapus air matanya. melirik Deva yang masih saja menatapinya.
"sekarang... tidak tahu"
jawab caera sendu. seolah-olah mereka berdua telah mengenal satu sama lain. caera merasa Deva tahu apa yang sedang di alaminya sekarang. Deva sangat paham perasaan caera saat ini.
"jika kau mampu, maafkanlah. jika kau tidak sanggup, maka lepaskanlah"
caera menoleh pada Deva. menatap lekat manik mata lelaki itu. ada apa sih orang ini? kenapa seakan-akan dia tahu perasaannya? sangat tiba-tiba dia datang. sekarang berbicara seakan dia adalah seorang penasehat rumah tangga yang sangat bijaksana.
"kau tahu.. kau separti Mario tegar yang aku lihat di televisi"
ujar caera. deva mencerna kata-kata caera. saling menatap satu sama lain.
"hahaaaa"
dan akhirnya mereka berdua tertawa bersama.
desir semilir angin menemani mereka berdua. seperti dua sahabat yang berbagi kisah dalam diam. seperti telah mengerti masalah Masing-masing yang tidak terungkap.
Deva menoleh ke arah belakang mereka. caera mengikuti arah pandangan Deva. terlihat di kejauhan seseorang berjalan mendatangi ke arah mereka, dan berhenti di undakan tanah berumput tak jauh dari tempat mereka duduk. caera sangat hapal siapa orang itu.
seorang pria berkulit coklat gelap, berpakaian jas lengkap, dengan tubuh yang tinggi tegap. itu robot hitam. yang memiliki suara tajam hingga gadis-gadis di restoran dapat merasakan ketakutan ketika dia berbicara.
"dia teman mu?"
caera mulai merasa khawatir yang berlebihan sekarang. jelas saja takut, dia tidak mengenal dua pria asing ini. di tempat yang asing pula. dan bertemu selalu tidak sengaja.
Deva mengangguk mengiyakan. melihat ke arah Jacko yang datang dan bersikap siaga. caera melihat lelaki itu lagi. berdiri tegak seperti tembok beton yang terpatri di kedalaman tanah. hati caera jadi merasa ketar-ketir.
wah bisa gawat. sudahlah masuk ke kawasan pribadi orang, kini ada satu lagi orang asing yang tidak di kenalnya. terlihat seperti robot, kaku memandanginya dengan seksama.
caera berdiri. Deva menatapnya heran. caera terlihat waspada.
"kenapa?"
tanya Deva pada caera. wanita itu tampak ingin kabur.
"aku masih ada urusan. sampai jumpa"
ujar caera beranjak pergi dengan berlari-lari kecil. dia harus melewati Jacko untuk pergi dari sana. Jacko hanya tegak diam berdiri menatap caera.
"hey .. kau berhutang pada ku!"
seru Deva karena caera sudah menjauh darinya.
caera tidak menjawab. dia lebih sibuk menyelamatkan diri dari tatapan tajam Jacko. begitu dekat dengan Jacko, caera tesenyum. tepatnya nyengir kuda. ada rasa takut melihat lelaki tinggi tegap itu.
"hey!!"
Deva masih mencoba menahan caera. tetapi caera sudah telanjur menjauh. menoleh pada Deva dan menjulurkan lidah mengejek Deva. merasa tidak berhutang apapun padanya.
caera telah pergi. Deva merasa kesal pada Jacko dan menghampirinya.
"kau selalu bersikap tidak tepat padanya Jack"
Deva melirik kesal. Jacko hanya mengedikkan bahu.
"aku datang memeriksa mu bos"
jawab Jacko datar saja. tidak merasa bersalah. deva serasa ingin mencekik Jacko sekarang. tapi dia juga tidak bisa menyalahkan Jacko. dia memang begitu. selalu bersikap waspada pada orang asing sekalipun itu seorang wanita.
mereka berdua pergi dari sana menuju villa. Deva berharap bisa bertemu dengan caera lagi suatu saat nanti.