Setelah tujuh tahun nikah, Aris itu tetap saja sedingin es. Kinanti cuma bisa senyum, berusaha sabar. Dia cinta banget, dan dia yakin suatu hari nanti, es di hati suaminya itu bakal luntur.
Tapi, bukannya luntur, Aris malah jatuh hati sama cewek lain, cuma gara-gara pandangan pertama.
Kinanti tetap bertahan, mati-matian jaga rumah tangganya. Puncaknya? Pas ulang tahun Putri, anak semata wayang mereka yang baru pulang dari luar negeri, Aris malah bawa Putri buat nemenin cewek barunya itu. Kinanti ditinggal sendirian di rumah kosong.
Saat itulah, harapan Kinanti benar-benar habis.
Melihat anak yang dia besarkan sendiri sebentar lagi bakal jadi anak cewek lain, Kinanti sudah nggak sedih lagi. Dia cuma menyiapkan surat cerai, menyerahkan hak asuh anak, dan pergi dengan kepala tegak. Dia nggak pernah lagi nanyain kabar Aris atau Putri, cuma nunggu proses cerai ini kelar.
Dia menyerah. Kinanti kembali ke dunia bisnis dan, nggak disangka-sangka, dirinya yang dulu diremehin semua orang...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rara Jiwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penolakan di Meja Makan 2
"Tepat sekali! Tapi sepertinya ada yang nggak rela ngelakuin itu," ejek Maya.
Nenek tidak suka melihat orang lain merendahkan Kinanti. Saat hendak membela, Kinanti malah lebih dulu berkata, "Aku sudah ajukan pengunduran diri. Setelah proses serah terima selesai, aku nggak akan di sana lagi."
Begitu mendengarnya, Sinta dan Maya pun terkejut.
Nenek mengerutkan keningnya, berkata, " Kinanti..."
"Mama udah datang?" teriak Putri.
Putri baru saja naik ke lantai dua.
Saat turun ke lantai satu menggunakan lift dan melihat Kinanti, wajahnya langsung berseri seri.
Bagaimanapun, sudah lebih dari setengah bulan dia tidak berkomunikasi dengan Kinanti.
Putri memotong pembicaraan nenek dan memeluk Kinanti, berkata, "Mama!"
Kinanti terdiam sesaat, lalu memeluknya ringan.
"En," gumam Kinanti tak lagi mengatakan sepatah kata pun.
Sebenarnya nenek tidak ingin Kinanti keluar dari Grup Anggasta.
Namun, saat melihat Putri bersama mereka, nenek tak lagi melanjutkan obrolannya dan mengubah topik yang lain. "Kinanti, Nenek sudah lama tidak minum teh buatanmu. Mau minum bersama Nenek?" ucap Nenek tersenyum pada Kinanti.
Sejak kecil, Kinanti tumbuh di bawah asuhan nenek Keluarga Hermala. Kepribadiannya sejak kecil memang tenang dan sabar, apalagi dia juga berbakat. Keahliannya dalam menyeduh teh pun bisa dibilang cukup bagus.
"Nggak masalah sih, Nek. Tapi, bentar lagi 'kan mau makan malam..." jawab Kinanti.
Maya lebih suka minum kopi daripada teh.
Terlebih lagi, dia tidak suka melihat Kinanti menunjukkan kebolehannya dalam menyeduh teh. Jadi dia lantas memotong pembicaraan dengan kesal, berkata, "Ya, bentar lagi Aris dan Dustin sudah mau datang, jadi kita bisa langsung makan malam."
Baru saja mengatakannya, Aris pun tiba.
Dia masuk dan menyapa nenek serta Sinta.
Dia melihat Kinanti di sana dan langsung mengalihkan pandangannya, lalu duduk di kursi yang jauh dari wanita itu.
Putri segera melepas pelukannya pada Kinanti saat melihat kedatangan Aris. "Ayah!" teriaknya sambil berlari mendekat.
"Ya." Aris memeluknya dan melihat sekitar. Saat hendak mengatakan sesuatu, Dustin pun tiba.
Usia Dustin jauh lebih muda dibandingkan Maya dan Aris. Dia masih belum dewasa dan kepribadiannya ceria. Begitu masuk ke dalam ruangan, dia melompat ringan melalui sandaran sofa dan langsung terduduk di sofa dengan mantap.
"Kalian semua tunggu aku?" celetusnya sambil tertawa saat melihat sudah banyak orang di ruangan.
Maya menepuk kepala Dustin lalu berkata, "Ya! Kita semua udah kelaparan gara gara tunggu kamu!"
Aris memiliki kepribadian tenang dan tak banyak bicara. Maya dikenal pemarah, emosinya sering meluap luap. Sedangkan Dustin, bisa dibilang dia adalah sumber keceriaan di Keluarga Anggasta. Hubungan dengan orang tuanya juga lebih dekat ketimbang kakak kakaknya.
Kedatangan Dustin membuat raut wajah Sinta yang tadinya dingin kini memancarkan senyum sumringah. Sama halnya dengan nenek, nenek terlihat semakin senang.
Sudah waktunya untuk makan malam. Semua anggota juga sudah berkumpul, nenek lantas menyuruh pelayan untuk menyiapkan makan malam.
Total ada sembilan orang menuju ruang makan.
Posisi tempat duduk di ruang makan saat itu adalah nenek, Aris, Putri dan Kinanti.
Nenek lantas tersenyum dan melambaikan tangan ke arah Putri, lalu berkata, "Putri tukar tempat duduk dengan ayah, ya. Biarkan ayah dan ibu duduk bersebelahan."
Nenek selalu berusaha menyatukan Aris dan Kinanti.
Semua orang pun sudah terbiasa melihatnya dan menganggapnya percuma.
Bagaimanapun nenek berusaha menyatukan mereka, hubungan mereka tetap tidak ada perubahan sedikit pun.
Senyum sinis terpancar di wajah Maya saat melihat usaha nenek yang sia sia. Dia terlihat malas untuk terlibat kali ini dan mencari tempat duduk sesukanya.
Aris tentu tidak suka dengan aturan nenek.
Meski begitu, asalkan bukan urusan besar, dia tetap akan menurutinya demi menghormati nenek.
Oleh sebab itu, dia tidak mengatakan sepatah kata pun.
Artinya, dia menuruti kemauan nenek.
Kinanti tidak seperti dulu yang senang dengan usulan nenek.
Wajah Kinanti tampak datar. Dia menatap nenek dengan senyum lembut, lalu berkata, "Nggak apa apa, Nek. Duduk seperti ini saja nggak masalah."