NovelToon NovelToon
ACADEMY ANIMERS I : The Silence After The Pen Drops

ACADEMY ANIMERS I : The Silence After The Pen Drops

Status: tamat
Genre:Romansa Fantasi / Fantasi Isekai / Persahabatan / Fantasi / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Konflik etika / Tamat
Popularitas:35
Nilai: 5
Nama Author: IΠD

Semesta Animers yang damai, dikelola oleh lima kerajaan berdaulat yang dipimpin oleh sahabat karib, kini terancam oleh serangkaian insiden sepele di perbatasan yang memicu krisis sosial. Para pemimpin harus bertemu dalam pertemuan puncak penuh ketegangan untuk menyelesaikan konflik politik dan membuktikan apakah ikatan persahabatan mereka masih cukup kuat untuk menyelamatkan Semesta Animers dari kehancuran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IΠD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Cold Fatigue

Indra kembali menghela napas panjang, menunjukkan kelelahan luar biasa yang diakibatkan oleh tekanan mencari Evelia selama tiga bulan, ditambah dengan beban tanggung jawab atas krisis Semesta Animers. Ia menyandarkan punggungnya di kursi, membiarkan para sahabatnya mengambil alih diskusi.

Lyra mencondongkan tubuhnya ke meja, nadanya terdengar pragmatis dan tanpa emosi, sebuah cara untuk menjaga efisiensi di tengah kelelahan.

"Kita tidak bisa membiarkan Katana itu menjadi variabel tak terkontrol," kata Lyra. "Prioritas intelijen kita harus berubah. Kita harus mencari tahu siapa dua wanita itu, dari mana asal mereka, dan apa tujuan mereka mencuri senjata berbahaya tersebut. Informasi itu mungkin berhubungan langsung dengan keretakan fondasi yang kita rasakan. Aku akan mengirim pesan terenkripsi ke jaringan pribadiku di Lucius City."

Sabre segera mengangguk, menyusun rencana di benaknya "Kita harus membagi fokus. Ranox tetap menjadi titik fokus utama kita karena Evelia dan Gumi ada di sana. Tapi, kita juga perlu menyiapkan jebakan atau setidaknya jalur komunikasi jika dua Demon Hunters itu muncul. Mereka mungkin menuju Istana Demon, dan itu adalah satu-satunya tujuan yang belum kita periksa. Ranox mungkin hanya pemberhentian."

Shin menyentuh bahu Indra, memberikan sentuhan yang menenangkan "Lihat, Indra. Aku tahu ini melelahkan. Tapi setidaknya, sekarang kita tahu kita tidak hanya berhadapan dengan masalah acak. Ada rencana, ada dalang, dan ada pemain baru yang bisa menjadi sekutu atau penghalang. Kita berempat di sini, dan ikatan kita lebih kuat dari masalah ini. Biar aku dan Sabre yang fokus pada strategi pencarian Hunters itu; kau istirahat sebentar. Kau adalah pilar utama, kau tidak boleh tumbang sekarang."

Dengan pembagian tugas yang efisien dan dukungan moral dari sahabatnya, Indra hanya bisa mengangguk pelan, menerima kenyataan bahwa istirahat sejenak adalah hal terbaik yang bisa ia lakukan untuk menghadapi pertempuran berikutnya.

.

.

.

Indra, yang tadinya hanya menyimak, perlahan menegakkan tubuhnya, memaksa fokusnya kembali pada tujuan utama. Ia merasa bersalah karena terlalu lama tenggelam dalam kelelahan.

"Sebentar lagi kita akan sampai di Kerajaan Ranox," kata Indra, mencoba memastikan posisi mereka. "Atau, apakah kita terlalu cepat tiba?"

Sabre menggelengkan kepalanya, menjawab dengan nada yang positif dan meyakinkan. "Tidak, kita tepat waktu. Berdasarkan perhitungan Lyra, kita harusnya sudah berada di perbatasan Ranox dalam beberapa hari ke depan jika kita terus bergerak. Ini adalah momen yang paling krusial... semoga tidak terjadi hal yang tidak kita inginkan di sana."

Shin menghela napas panjang, memandang cangkir yang ia genggam. Meskipun ia berusaha keras bersikap ceria, kekhawatiran tentang Ranox dan sahabatnya, Gumi, terlihat jelas. Ia sadar, Ranox adalah tempat yang akan menguji batas kemampuan mereka semua.

Lyra hanya mengangguk, menyimpan semua kekhawatiran dan analisisnya di dalam hati, bersiap untuk menghadapi Ranox, kerajaan yang penuh dengan misteri dan bahaya.

.

.

.

.

Perjalanan akhir menuju Ranox adalah medan pertempuran tanpa henti. Tidak ada lagi reruntuhan desa; yang ada hanyalah jalur yang dijaga ketat oleh Demon dan seringnya serangan dari makhluk buas sekelas Fenrir. Keempatnya kini bergerak sebagai unit tempur yang teruji, namun ada perubahan nyata pada dinamika mereka.

Indra jauh lebih sedikit berbicara. Kelelahan dan beban kekhawatiran membuatnya fokus sepenuhnya pada pertarungan. Pedang Kerajaannya yang Sakral dan Suci bergerak dalam ayunan yang efisien dan mematikan. Setiap langkahnya adalah serangan yang didorong oleh tekad untuk segera mencapai Evelia, bukan lagi karena nostalgia Akademi.

"Indra! Sedikit geser ke kiri! Kau tahu kau tidak suka salju mengenai jubahmu!" seru Sabre, mencoba memancing respons. Ia menggunakan longsword berlapis sihirnya untuk menciptakan pusaran badai es mini, melumpuhkan Fenrir muda yang mendekat.

Namun, Indra hanya merespons dengan gerakan—ia melompat ke kiri, tepat pada waktunya, tanpa sepatah kata pun.

Lyra mengisi keheningan yang ditinggalkan Indra dengan perintah dan tembakan yang presisi. "Sabre, jangan menggunakan sihir berbasis es terlalu lama! Energi mereka akan beradaptasi! Shin, persiapkan mantra api skala besar!" Lyra, dengan pedang dan senapannya, bergerak tanpa cela, melenyapkan Demon yang berhasil menyelinap di antara pertahanan Shin. "Aku ingat di Akademi, Indra akan protes tentang strategi ini!" gagas Lyra, mencoba mempertahankan kenangan.

Shin, mengerti keadaan Indra, mengambil peran yang lebih besar dalam berkomunikasi. Ia menggunakan teknik sihirnya yang berlimpah energi untuk menjaga keseimbangan serangan. "Semuanya sudah diatur, Lyra!" seru Shin, melepaskan semburan petir ke udara yang menyebar ke Demon-Demon di tanah. "Aku ingat di kelas Master Zyon, dia bilang tim yang baik tidak butuh terlalu banyak bicara! Benar, Indra?"

Indra hanya mengangguk singkat, matanya terpaku pada musuh di depannya. Meskipun ia hampir tidak berbicara, gaya bertarungnya—kekuatan suci yang tulus dan mematikan—telah berbicara untuknya. Tiga sahabatnya mengerti: saat Indra terdiam, itu berarti taruhan telah mencapai puncaknya. Mereka bertarung untuknya, dan untuk janji yang menanti di Kerajaan Ranox.

.

.

.

Perjalanan menuju Ranox kini sepenuhnya dikuasai oleh Demon dan Fenrir. Medan tempur mereka adalah hutan beku dan jalur pegunungan yang terisolasi. Dalam setiap pertempuran, empat sahabat itu bekerja sebagai mesin tempur yang sangat efisien.

Saat mereka disergap oleh Fenrir dan kawanan Demon besar, Indra memimpin dengan keheningan yang dingin. Pedang Kerajaannya yang Sakral dan Suci bergerak bukan dengan kemarahan, melainkan dengan ketetapan hati yang nyaris tanpa emosi. Cahaya sucinya adalah penghalang yang tak tergoyahkan, membersihkan jalur dengan kekuatan absolut.

Shin mengisi kekosongan komunikasi dengan aksi. Teknik sihirnya melepaskan ledakan-ledakan yang terfokus untuk menghalangi serangan Fenrir. "Aku akan menahan kaki makhluk itu, Lyra!" teriak Shin. Ia bertarung dengan semangat tinggi, seolah energinya harus menutupi keheningan Indra.

Sabre segera mengunci area dengan longsword berlapis sihirnya. Ia melancarkan mantra penghambat yang membuat musuh bergerak lambat. "Ingat, Indra!" seru Sabre, mencoba mengulang candaan lama. "Jangan biarkan mereka menyentuh sarung pedangmu, kau selalu marah jika ada yang merusaknya di Akademi!"

Lyra memberikan cover dari titik yang tinggi. Senapan dan pedangnya berfungsi sebagai pembersihan akhir yang cepat. "Percuma, Sabre," Lyra bergumam, tahu Indra tidak akan menjawab. "Fokusnya saat ini terlalu sempit untuk mendengar candaan lama kita."

Akhirnya, pertempuran selesai. Fenrir itu jatuh, dan Demon-Demon telah dibasmi.

Namun, alih-alih beristirahat atau bertukar ucapan selamat atas keberhasilan, Indra hanya menyarungkan pedangnya. Ekspresinya dingin dan buram. Tanpa melihat ke belakang atau berbicara sepatah kata pun, ia langsung menaiki kudanya dan melanjutkan perjalanan.

Tiga sahabatnya saling bertukar pandang penuh pengertian. Kelelahan emosional Indra jauh lebih parah daripada kelelahan fisik.

"Dia benar-benar tidak akan berbicara lagi sampai kita menemukan Evelia, ya," ucap Sabre, menghela napas.

"Itu berarti kita harus lebih cepat," balas Lyra, suaranya tenang. Shin dan Sabre mengangguk. Mereka mengikuti Indra, sadar bahwa keheningan pemimpin mereka kini adalah kompas yang paling jelas menuju Ranox.

Mereka semakin dalam memasuki wilayah Ranox, dan intensitas pertempuran terus meningkat. Kini, Demon dan Fenrir tampak berpatroli, membuat perjalanan mereka menjadi rentetan skirmish yang melelahkan.

Dalam sebuah pertempuran cepat melawan sekelompok Demon yang mencoba mengepung mereka, Indra menunjukkan tingkat keputusasaan dan efisiensi yang mengerikan.

Sebelum Lyra sempat memberikan arahan taktis, dan sebelum Sabre sempat merapal sihirnya, Indra bergerak. Dengan tatapan dingin yang kosong, ia melepas cengkeramannya pada Pedang Kerajaannya yang Sakral dan Suci. Ia melempar pedang itu dengan kekuatan dan akurasi yang luar biasa, mengubahnya menjadi proyektil suci. Pedang itu menembus kepala Demon yang menjadi pemimpin kelompok, membunuhnya seketika.

Indra kemudian berjalan maju, bahkan saat Demon lain menyerang di sekelilingnya. Ia mendekati mayat Demon yang baru saja ia bunuh, mengambil pedangnya kembali, dan menyarungkannya sejenak sebelum kembali bertarung dengan senjata terhunus, seolah lemparan itu hanyalah bagian kecil yang tak terpisahkan dari urutan serangan.

"Hei! Itu Pedang Suci, Indra! Jangan dilempar seperti golok!" seru Sabre yang terkejut. Ia menggunakan longsword berlapis sihirnya untuk melindungi Indra saat berjalan maju, meskipun ia tahu Indra tidak memerlukan perlindungan. "Kau membuat aturan di Akademi tentang penghormatan pada senjata!"

Shin menggelengkan kepala, terpaksa mengubah target sihirnya karena serangan mendadak Indra. Dengan teknik sihirnya, ia menciptakan kilatan petir untuk membersihkan Demon yang tersisa. "Aku rasa aturan itu tidak berlaku lagi, Sabre. Dia sedang dalam mode 'selesaikan-secepatnya'."

Lyra, yang menembak sisa musuh dengan senapannya, hanya mengamati. "Itu adalah lemparan dengan akurasi 99,99%. Efisien. Tapi ya, dia tidak berbicara."

Setelah semua Demon tumbang, Indra hanya mengibaskan sisa salju dari bahunya. Tanpa jeda, tanpa menatap sahabatnya, dan tanpa mengucapkan sepatah kata pun tentang kemenangan atau kelelahan, ia segera menaiki kudanya. Dengan ekspresi dingin, ia melanjutkan perjalanan menuju Ranox.

Tiga sahabatnya hanya bisa menghela napas. Mereka saling pandang dan segera mengikuti Indra, menyadari bahwa keheningan dan kecepatan Indra kini adalah satu-satunya petunjuk yang mereka butuhkan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!