Hanashiro Anzu, Seorang pria Yatim piatu yang menemukan sebuah portal di dalam hutan.
suara misterius menyuruhnya untuk masuk kedalam portal itu.
apa yang menanti anzu didalam portal?
ini cerita tentang petualangan Anzu dalam mencari 7 senjata dari seven deadly sins.
ini adalah akun kedua dari akun HDRstudio.Di karna kan beberapa kendala,akun HDRstudio harus dihapus dan novelnya dialihkan ke akun ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bisquit D Kairifz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teman baru
Begitu tiba di penginapan, Anzu berpapasan dengan seorang pria muda yang berdiri di depan pintu. Pandangan mereka sempat bertemu, tapi Anzu hanya menatap singkat lalu melangkah masuk tanpa sepatah kata pun.
Di dalam, vampir tua pemilik penginapan tampak sedang menyapu lantai dengan santai.
"Oh, kau sudah kembali, Anzu,” sapa vampir tua itu ramah.
"Ya. Oh iya, ini uang untuk membayar penginapan.”
Anzu menyerahkan sekantong koin. Sang vampir terkejut saat melihat jumlahnya.
"Astaga, ini seratus koin! Dari mana kau dapat sebanyak ini?”
"Saat berburu. Aku mengalahkan empat ekor Bloody Bear dan sepuluh monster tingkat rendah.”
“A-apa? Empat Bloody Bear?!” serunya hampir tersedak udara. “Hebat sekali kau ini, Anzu!”
Anzu tersenyum tipis, tapi senyuman itu cepat memudar.
"Tidak juga. Aku belum seberapa dibandingkan orang yang mengajariku dulu.”
Vampir tua itu melihat sorot sedih di matanya. Ia cepat-cepat mengalihkan topik.
"Ah, kau belum makan kan, Anzu?”
“Belum.”
"Baiklah, kebetulan aku sudah menyiapkan makanan enak untukmu. Ayo.”
Mereka berjalan menuju dapur. Namun begitu pintu dibuka—
"Eeeerrghhh....." suara sendawa panjang menggema.
“Ah~ enak sekali!”
"A-APA?!” teriak si vampir tua spontan. Ia langsung menarik telinga seorang pemuda di meja makan.
“Dasar anak ini! Kau habiskan semuanya lagi, hah?”
"Aduh! Sakit, Ayah! Ampun~”
Anzu mengamati adegan itu dan tersenyum kecut.
“Jadi itu anaknya, rupanya...” gumamnya dalam hati.
“Maafkan anakku, Anzu,” ujar si vampir tua sambil menghela napas. “Dia memang rakus luar biasa.”
"Haha, tidak apa-apa. Omong-omong, ke mana saja dia sampai baru terlihat sekarang?”
"Dia sering pergi berkelana. Katanya mencari cara untuk menghilangkan kerakusannya. Tapi... bukan cuma soal makanan. Kadang dia juga kehilangan kendali kalau melihat darah.”
"Begitu ya...”
“Sekali lagi maaf, Anzu. Kau jadi tidak sempat makan.”
“Tidak masalah, Pak. Aku cari makanan di luar saja.”
...----------------...
Sementara itu, di Kerajaan Celestia
“APA?!” teriak sang Raja begitu mendengar laporan.
“Kukira mereka sudah berhasil membunuh bocah itu! Tapi sekarang... mereka yang mati?!”
“M-maaf, Yang Mulia,” ujar bawahannya gugup. “Anak itu dibantu oleh seorang pria tua. Dari pedangnya, tampaknya dia adalah mantan komandan ksatria Raja sebelumnya.”
"Reinhard...” desis sang Raja, matanya menyipit. Lalu ia tertawa dingin.
“Heh... jadi kau masih hidup, teman lamaku. Sayang sekali, kau menentangku. Kalau saja dulu kau tunduk...”
Tawanya semakin keras, menggema di seluruh ruangan.
“Kirim pengumuman! Siapa pun yang bisa menemukan dan membunuh bocah itu akan mendapat hadiah besar! Dan... kirim juga para assassin. Aku ingin kepala anak itu di hadapanku.”
“Baik, Yang Mulia!”
Raja menatap potret dirinya bersama Reinhard di dinding, senyum dingin terukir di bibirnya.
“Oh, Reinhard... sungguh malang nasibmu. HAHAHAHAHA!”
...----------------...
Kembali ke Penginapan
"Hei, siapa namamu?” tanya pemuda tadi tiba-tiba.
“Kau sudah dengar dari ayahmu, kan? Namaku Hanashiro Anzu.”
“Hem~ namamu aneh juga. Aku Alfred!” katanya sambil tersenyum lebar.
Anzu hanya mengangguk pelan.
"Kau pendiam banget ya?”
Perut Alfred berbunyi keras.
Kruuuk!
"Ah, aku masih lapar!”
Anzu menghela napas kecil, lalu berkata,
“Kalau begitu, ayo makan di luar. Aku yang bayar.”
“Serius?! Wahahaha! Siap-siap bangkrut, ya!”
"Makan saja sesukamu.”
...----------------...
Mereka berjalan menuju restoran, tapi Alfred tiba-tiba berhenti dan menatap sekeliling.
"Anzu... sepertinya ada yang mengikuti kita.”
"Hah? Aku tak merasakan apa pun.”
Namun begitu mereka masuk ke lorong sempit, bayangan-bayangan muncul dari kegelapan. Enam orang berpakaian hitam mengepung mereka.
"Instingmu tajam juga,” kata salah satu pembunuh dengan nada menghina. “Kami datang untuk bocah itu.”
"Kalian suruhan raja, ya...” gumam Anzu, suaranya datar tapi dingin.
"Benar sekali. Tapi sayang, kau kebetulan jadi saksi. Jadi, mati saja bersama dia!”
Alfred mendengus.
"Tch, ganggu waktu makanku aja.”
Dalam sekejap, ia melesat menyerang. Gerakannya cepat, ganas, membuat dua assassin terlempar. Tapi jumlah mereka banyak.
“Cepat bunuh anak itu! Jangan hiraukan vampirnya!”
Anzu menghunus pedangnya dan bersiap. Tapi tanpa Aura, ia terdesak.
"Sial... terlalu cepat!”
Sayatan demi sayatan menghujani tubuhnya. Darah menetes, napasnya tersengal.
"Heh, cuma bocah lemah,” ejek salah satu assassin sambil tertawa.
“Ghh...!” Anzu menggertakkan gigi, tubuhnya bergetar.
Lalu... suara dari dalam pedangnya bergema.
“Hei, mau kupinjamkan kekuatanku?”
“Tidak perlu!” sergah Anzu.
“Keras kepala! Kalau kau mati, siapa yang akan membalaskan dendam orang tua yang mati demi melindungimu itu, hah?”
Kata-kata itu menghantam keras. Mata Anzu melebar, dadanya bergetar oleh amarah.
Namun kali ini amarah Anzu bukan tertuju pada para assassin yang menyerang nya, namun amarah Anzu tertuju pada dirinya sendiri karna Anzu sadar bahwa dirinya sangat lemah.
"....Akan kulakukan,” gumamnya lirih.
“Apa? Tidak kedengaran!”
“Aku bilang... AKU AKAN MENGGUNAKAN KEKUATANMU, IBLIS SIALAN!”
Aura merah pekat meledak dari tubuhnya. Pedangnya bergetar, berdenyut seperti hidup.
“KHAHAHAHA! BAGUS, ANZU! BIARKAN AMARAHMU MENGUASAI!”
Dalam sekejap Aura berwarna merah gelap kembali muncul dan mengalir ke seluruh tubuh Anzu serta pedangnya.
Anzu mulai bergerak dengan kecepatan yang tidak bisa diikuti oleh mata dan terasa menghilang.
“Ke-kemana dia?!”
"DI BELAKANGMU!”
Sring!
Satu demi satu tubuh tumbang. Jeritan singkat, lalu sunyi. Darah menetes di lantai batu.
Hanya pemimpin assassin yang tersisa. Wajahnya pucat. Alfred terpaku di tempat, tubuhnya bergetar karena aura mengerikan yang menyelimuti Anzu.
"S-sehebat apa pun kau... aku tak akan kalah!”
"Jadi kau benar orang suruhan si brengsek itu,” suara Anzu datar, matanya menyala merah.
Pertarungan mereka sengit, tapi berakhir cepat.
Jleb!
Pedang Anzu menembus dada musuhnya.
“Kau... b-bagaimana bisa sekuat ini...” bisiknya sebelum ambruk.
Anzu menarik pedangnya tanpa ekspresi.
“Hanya keberuntungan.”
Ia menyarungkan pedang dan menatap Alfred yang masih gemetar.
“Hei, kenapa bengong? Ayo, aku lapar.”
“A-ah, y-ya!”
...----------------...
setibanya di restoran yang Alfred tuju, kami berdua masuk kedalam restoran itu.
Begitu masuk, pemilik restoran melotot.
“Hei! Kenapa kau bawa manusia ke sini?!”
“Tenang, Bibi! Dia temanku!” seru Alfred cepat. “Kami cuma mau makan, janji nggak bikin ribut.”
“Hmph... baiklah. Mau pesan apa?”
“Dua nasi ayam, tolong.”
Beberapa menit kemudian, makanan datang. Alfred makan dengan lahap, sedangkan Anzu makan perlahan, diam seperti biasa.
Setelah selesai, mereka menghampiri kasir.
“Totalnya 257 koin.”
“Ini, 300. Simpan saja kembaliannya,” kata Anzu santai.
Pemilik restoran langsung berubah ceria.
“Ohoho~ terima kasih, anak ganteng. Datang lagi ya!”
Mereka keluar, malam semakin larut.
...----------------...
Dalam Perjalanan Pulang
Alfred terus berbicara tanpa henti, sementara Anzu hanya mengangguk sesekali. Udara malam terasa dingin, jalanan sepi.
Tiba-tiba, langkah Anzu terhenti.
“A-akhh...!” Tangannya memegangi dada. Wajahnya pucat.
“Anzu?! Hei, ada apa?!”
Anzu tak menjawab. Tubuhnya bergetar hebat, lalu ambruk ke tanah.
“ANZUUUU!!”
Tanpa pikir panjang, Alfred menggendongnya.
"Bertahanlah, Anzu! Aku akan membawamu ke penginapan sekarang juga!”
Ia berlari secepat yang ia bisa, menembus kegelapan malam.
tapi gpp aku suka kok sama alur kisahnya semangat yahh💪