NovelToon NovelToon
Nikah Kilat Dengan Murid Ayah

Nikah Kilat Dengan Murid Ayah

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Pernikahan Kilat / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:6k
Nilai: 5
Nama Author: Meymei

Keinginan terakhir sang ayah, membawa Dinda ke dalam sebuah pernikahan dengan seseorang yang hanya beberapa kali ia temui. Bahkan beliau meminta mereka berjanji agar tidak ada perceraian di pernikahan mereka.

Baktinya sebagai anak, membuat Dinda harus belajar menerima laki-laki yang berstatus suaminya dan mengubur perasaannya yang baru saja tumbuh.

“Aku akan memberikanmu waktu yang cukup untuk mulai mencintaiku. Tapi aku tetap akan marah jika kamu menyimpan perasaan untuk laki-laki lain.” ~ Adlan Abimanyu ~

Bagaimana kehidupan mereka berlangsung?

Note: Selamat datang di judul yang ke sekian dari author. Semoga para pembaca menikmati dan jika ada kesamaan alur, nama, dan tempat, semuanya murni kebetulan. Bukan hasil menyontek atau plagiat. Happy reading...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menolak

“Bu Dinda!” panggil Gibran saat Dinda berjalan menuju parkiran motor.

“Ada apa Pak Gibran?”

“Kenapa Bu Dinda beberapa hari ini menghindari saya?”

“Tidak, Pak.”

“Saya tahu, Bu Dinda sedang menghindari saya. Katakan alasannya!” sergah Gibran yang sudah tidak sabar.

Setelah menyatakan perasaannya, Dinda seolah memberikan kesempatan. Tetapi Dinda mulai menghindarinya di hari berikutnya.

Beberapa hari Dinda selalu membuat alasan untuk menghindar, membuatnya merasa digantung tanpa alasan. Gara-gara itu ia tidak bisa tidur nyenyak dibuatnya. Hari ini ia harus bertanya alasannya dengan jelas.

“Maafkan saya, Pak Gibran. Bukan maksud saya menghindar. Anda tahu saya sudah menikah, pernyataan perasaan Pak Gibran membuat saya harus menjaga jarak karena saya tidak ingin orang lain dan suami saya salah paham.”

Dinda mengatakannya dengan lancar, padahal alasan sebenarnya adalah dirinya yang takut goyah jika berdekatan dengan Gibran yang ternyata mencintainya.

“Apakah Bu Dinda menerima pernikahan itu?” tanya Gibran dengan hati yang terasa nyeri.

“Saya menerimanya, meski belum sepenuhnya.” Jujur Dinda.

“Saya tidak percaya!”

“Percaya atau tidak, itu terserah Pak Gibran. Saya tidak berkewajiban menjelaskannya. Untuk perasaan yang Bapak rasakan untuk saya, saya ucapkan terima kasih. Tetapi Bapak harus mulai melupakannya karena perasaan itu tidak pantas saya dapatkan dan hanya akan merusak masa depan Pak Gibran.”

“Apakah Bu Dinda sama sekali tidak tertarik dengan saya, sehingga menolak saya?”

“Tentu saja tertarik!” tetapi Dinda hanya bisa mengucapkannya dalam hati.

Ia tidak bisa mengatakannya terang-terangan karena yang ada akan membuat Gibran lebih berharap kepadanya.

“Tidak.” jawab Dinda dengan memalingkan wajahnya.

Gibran menunduk. Ia yang yakin Dinda terpaksa menerima perjodohan, bertekad untuk menyatakan perasaannya dan membawa Dinda keluar dari pernikahan tanpa dasar cinta itu.

Ia tidak menyangka jika Dinda menerima pernikahan tersebut. Benar. Tentu saja Dinda menerimanya. Dinda adalah perempuan lembut dan berbakti kepada orang tua. Perjodohan yang diatur oleh orang tua seperti perintah muthlak baginya.

Gibran menghembuskan nafas dalam. Dirinya tidak ada kesempatan untuk mengejar Dinda. Sepertinya ia harus mulai mengubur perasaan yang dimilikinya untuk Dinda.

Dinda yang tidak nyaman terlalu lama berbicara dengan Gibran, pamit lebih dulu. Ia segera mengendarai motornya untuk pulang ke rumah, meninggalkan Gibran yang menatap kepergiannya dengan nanar.

Sesampainya di rumah, Dinda melihat mobil Adlan terparkir di halaman yang tandanya, suaminya telah pulang dari pekerjaannya.

Tetapi saat masuk ke dalam rumah, Dinda tidak menemukan Adlan di manapun. Bahkan di saung yang ada di dekat kolam ikan juga tidak ada.

“Ke mana Kak Adlan?” gumam Dinda.

Ia segera mengganti pakaian dan mulai menyiapkan makan siang.

Di sisi lain.

“Loh, Pak Adlan kenapa jalan kaki?” tanya Pak RT yang menghentikan motornya.

“Sedang olah raga, Pak.”

“Olah raga itu pagi atau sore, Pak Adlan. Kalau siang bolong seperti ini, yang ada mau menghitamkan kulit.” Adlan tersenyum kecut.

Memang dirinya hanya beralasan olahraga, sebenarnya ia ingin menjemput istrinya. Sayangnya ia justru mendengar percakapan Dinda dan Gibran. Alhasil ia memilih untuk tidak mengganggu dan kembali dengan jalan memutar agar tidak bertemu dengan Dinda.

“Sekalian ke warung, Pak. Sayangnya tokonya tutup.” Adlan tidak berbohong.

Ia memang berencana singgah ke warung untuk membeli es krim. Tetapi tokonya tutup karena pemilik sedang ke rumah kedua orang tua pihak istri yang ada di kota sebelah.

“Bisa minggu depan mereka baru buka. Kalau Pak Adlan mau, bisa ikut saya ke ujung desa. Saya juga mau beli sesuatu.”

Adlan mengucapkan terima kasih dan membonceng Pak RT menuju warung yang ada di ujung desa. Memang tidak selengkap warung yang sebelumnya, tetapi tetap ada es krim di sana.

Selain es krim, Adlan juga membeli beberapa camilan kesukaan Dinda seperti kacang kulit sangrai, kue kacang dan potato chip. Setelah membayar, Adlan kembali membonceng dan Pak RT mengantarkannya sampai rumah.

“Terima kasih, Pak.”

“Sama-sama, Pak Adlan. Saya pulang dulu.”

“Hati-hati, Pak.”

Dinda yang mendengar suara Adlan segera membukakan pintu untuk suaminya dan menyambutnya dengan mencium punggung tangan.

“Kakak, dari mana?” tanyanya.

Bukannya menjawab, Adlan memberikan kantong plastik di tangannya. Dinda melihat isinya dan tersenyum.

“Kenapa Kakak mengenalku dengan baik seperti Ayah?”

“Karena beliau yang mengatakan semuanya.”

“Apa Ayah mengatakan semuanya tanpa ada yang dibatasi?” tanya Dinda penasaran.

“Rahasia.” Jawab Adlan yang berjalan menuju dapur, membuat Dinda semakin penasaran.

Ia sudah merasakannya sejak Adlan menemaninya di rumah sakit dulu. Adlan seperti sangat mengenalnya sampai setiap makanan yang merupakan makanan kesukaannya.

Adlan bahkan tahu setiap kebiasaannya sehingga selama menikah dan hidup berdua, Dinda tidak pernah menemukan kebiasaan Adlan yang bertentangan dengannya.

Selesai makan siang, keduanya menikmati es krim yang Adlan beli. Setelah habis, Adlan mengajak Dinda untuk mengunjungi mamanya.

“Aku mandi dan siap-siap dulu, Kak.” Adlan mengangguk.

Sekitar pukul 2 siang, mereka berangkat menuju rumah Mama Adlan. Sesampainya di sana, Mama Adlan menyambut Dinda dengan semangat.

“Mantu Mama…”

“Mama sehat?” tanya Dinda seraya mencium punggung tangan mertuanya.

“Alhamdulillah… Kamu bagaimana? Apa Adlan menyakitimu?”

“Tidak, Ma. Kak Adlan baik kepadaku.”

“Kenapa masih panggil “kakak”? Kalian terdengar tidak seperti suami istri!”

“Dinda sudah nyaman dengan panggilan itu, Ma.”

“Harus diganti! Nanti kamu dikira adik Adlan, bukan istrinya.”

“Biarkan saja, Ma! Nanti kalau Dinda sudah terbiasa juga akan ganti sendiri.” Kata Adlan yang duduk dengan santai.

“Tidak mungkin!” Mama Adlan membekap mulutnya.

“Jangan bilang kalian belum…” sadar dengan perkataannya, Mama Adlan menepuk dahinya.

Ketampanan anaknya ternyata tidak mempan di hadapan Dinda, sampai-sampai mereka masih belum ada perkembangan. Sepertinya, beliau perlu turun tangan.

“Kalian menginap, ya? Besok hari Minggu, Dinda libur, bengkel juga libur.”

Dinda tidak menjawab, melainkan melihat ke arah Adlan seolah meminta persetujuan.

“Kalau Dinda mau, aku tidak masalah.”

“Bagaimana Dinda? Suamimu akan mengikuti keputusanmu.”

“Boleh, Ma.” Jawab Dinda dengan tersipu.

“Bagus!” kata Mama Adlan dengan semangat.

Adlan sebagai anak yang sudah hafal dengan sikap mamanya, merasa ada yang tidak beres. Tetapi ia membiarkannya karena percaya mamanya tidak akan berbuat macam-macam kepada Dinda.

Setelah melaksanakan sholat ashar, Mama Adlan mengajak Dinda jalan-jalan meninggalkan Adlan sendirian di rumah. Ia hanya memberikan kartu debitnya kepada Dinda dan berpesan untuk jangan kaget dengan mamanya nanti.

Mendengar pesan Adlan, sang mama menatap Adlan dengan tatapan ancaman sedangkan Dinda yang menerima kartu debit dan pesan dari suaminya merasa bingung. Kaget apa yang dimaksud?

1
𝐈𝐬𝐭𝐲
kenapa Dinda gak pindah sekolah aja ngajar di sekitar rumah baru saja dripada harus kekampung dia lagi...
indy
selamat berbulan madu
𝐈𝐬𝐭𝐲
namanya Adlan atau Aksa sih Thor🤔
Meymei: Maaf typo kak 🤭
total 1 replies
Dewi Masitoh
Adlan kak🤣kenapa salah ketik jd aksa🙏
Dewi Masitoh: baik kak🙏
total 2 replies
Fitri Yani
next
indy
kayaknya sdh bisa resepsi biar gak ada lagi yang julid. wah ternyata gibran naksir dinda juga
indy
nanti resepsinya setelah masa duka selesai
indy
lanjut kakak
indy
ada yang bertengger di pohon kelengkeng
𝐈𝐬𝐭𝐲
ceritanya bagus aku suka😍😍
Meymei: Terima kasih kakak… 😘
total 1 replies
𝐈𝐬𝐭𝐲
lanjuut Thor
𝐈𝐬𝐭𝐲
hadir Thor
indy
kasihan pak Lilik
indy
hadir kakak
Rian Moontero
mampiiir kak mey/Bye-Bye//Determined/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!