Bunga yang pernah dikecewakan oleh seorang pria, akhirnya mulai membuka kembali hatinya untuk Malik yang selama setahun terus mengejar cintanya. Ia terima cinta Malik walau sebenarnya rasa itu belum ada. Namun Bunga memutuskan untuk benar-benar mencintai Malik setelah mereka berpacaran selama dua tahun, dan pria itu melamarnya. Cinta itu akhirnya hadir.
Tetapi, kecewa dan sakit hati kembali harus dirasakan oleh Bunga. Pria itu memutuskan hubungan dengannya, bahkan langsung menikahi wanita lain walaupun mereka baru putus selama sepuluh hari. Alasannyapun membuat Bunga semakin sakit dan akhirnya memikirkan, tidak ada pria yang tulus dan bertanggungjawab di dunia ini. Trauma itu menjalar di hatinya.
Apakah Bunga memang tidak diizinkan untuk bahagia? Apakah trauma ini akan selalu menghantuinya?
follow IG author : @tulisanmumu
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mumu.ai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ingin Berjumpa Lagi
"Papa..."
Jelita berlari menghampiri pria yang ia panggil Papa. Ia merentangkan tangannya, ingin di gendong dan tentu saja disambut oleh pria itu.
"Dari mana saja? Papa udah dari tadi sampai di rumah," ucapnya setelah puas mencium wajah putri kecilnya itu.
"Tadi beli es krim sama Mbak Ane di depan sana," jawab Jelita.
"Terus es krimnya, mana?"
"Udah Jelita makan tadi bareng Tante cantik," jawab Jelita dengan semangat.
"Tante cantik?" tanya Papanya heran.
"Iya Tante cantik, Pa. Tadi Tantenya nemanin Jelita pas Mbak Ane sakit perut,” jawab Jelita polos.
Pria yang diketahui bernama Fadi itu langsung menatap ke arah wanita yang dipanggil Mbak Ane, yang diketahui merupakan pengasuh Jelita.
"Maaf, Pak. Tadi sewaktu di minimarket perut saya sempat sakit," ucapnya sambil menunduk. Ia juga menyesal sudah meninggalkan anak bosnya sendirian di minimarket, dan ia sungguh beruntung anak itu tidak diculik.
"Lain kali jangan begitu, Mbak. Untung tidak diculik Jelitanya,” tegur Fadi.
"Iya, Pak. Sekali lagi saya minta maaf." Sangat terdengar jelas nada penyesalannya disana.
"Ya sudah. Saya hanya berharap hal ini tidak terjadi lagi,” ucap Fadi dengan bijak. Dia hanya perlu menegur agar kejadian serupa tidak terjadi lagi dikemudian hari.
“Mbak Ane bisa pulang sekarang,” lanjutnya.
Mbak Ane yang memang jam kerjanya telah habis, akhirnya izin untuk pulang ke rumahnya. Beruntung bos nya kali ini tidak galak seperti bos sebelumnya.
"Papa… papa, Tante nya tadi cantik banget, lho. Terus nama kami juga sama." Rupanya cerita tentang Tante yang menemaninya tadi belum selesai diceritakan oleh Jelita.
"Oh iya? Sama-sama Jelita juga nama Tantenya?" Fadi berusaha menjadi pendengar yang baik untuk anak perempuannya ini. Tak ada lagi yang ia miliki di dunia ini kecuali sang putri.
Jelita mengangguk. "Nama Tantenya Bunga Jelita. Sama, kan sama Jelita, ada Jelitanya,” sahut Jelita dengan semangat.
Fadi terdiam mendengar nama itu—nama yang empat tahun lamanya hanya bergema di sudut hatinya. Nama yang selalu ia rindukan, yang begitu ia rindukan, yang begitu ingin ia temui, namun ketakutan menahannya. Ia tahu betul, luka yang pernah ia goreskan pasti meninggalkan sakit yang tak terkira.
“Papa.” Jelita menggoyangkan tubuh papanya, heran karena sejak tadi tak ada respon.
“Ha? Iya, kenapa, Sayang?” sahut Fadi tergagap. Rupanya pikirannya melayang jauh sejak mendengar nama Bunga.
"Papa bengong, ndak jawab pertanyaannya Jelita," jawab gadis itu yang sudah memajukan bibirnya, tanda merajuk dengan sang Papa.
"Besok Jelita ketemu Tantenya lagi, boleh?" tanyanya lagi dengan mata berbinar, penuh harap.
"Memangnya Jelita tau, dimana rumahnya Tante Bunga?" Fadi berusaha mengendalikan dirinya di depan sang putri agar tampak biasa saja. Padahal kini jantungnya berdetak lebih cepat karena mengingat mantan kekasihnya itu.
Jelita menggelang lemah. "Jelita ndak nanya rumahnya Tante Bunga." Jelita tampak sedih dan murung, mengingat bahwa tadi dirinya lupa menanyakan rumah Bunga.
"Ya sudah, semoga besok atau di lain kesempatan Jelita bisa ketemu sama Tante Bunga nya lagi, ya." Fadi mencoba menenangkan putri kecilnya itu. Walaupun sebetulnya ia tahu dimana rumah Bunga, namun dirinya merasa tak mungkin membawa Jelita ke rumah itu.
"Belum tentu juga Bunga itu yang dimaksud sama Jelita," batinnya.
****
Duk... Duk... Duk...
"Jantungnya sesuai ya, Ibu." Bunga masih memutar, menggerakkan transduser usg di sekitar perut pasiennya.
"Kelaminnya masih belum kelihatan, ya sampai akhir ini. Kayaknya si adik benar-benar mau kasih surprise buat Mama dan Papanya," lanjut Bunga.
"Semuanya aman kan, dok?" tanya pasien itu.
"Aman, insya Allah. Sesuai dengan jadwal kita ya, Bu. Minggu depan jadwal operasinya jam 9. Jadi Ibu datang ke rumah sakit sekitar jam 6, karena ada pemeriksaan dulu sebelum operasi," jelas Bunga. Ia membuang sarung tangan latex yang ia gunakan tadi, dan kemudian berpindah ke kursi mejanya. Sedang sang pasien dibantu dengan perawat yang menemani Bunga praktik untuk bangun dan memperbaiki pakaiannya.
"Masih ngga ada harapan ya, dok buat normal?" tanya suami si pasien yang sedari tadi menunggu dengan putri pertama mereka yang berusia sekitar tiga tahun.
"Karena persalinan pertama lahirnya secar, jadi mau tidak mau untuk yang kedua ini harus secar juga, Pak. Bisa saja kalau mau normal, tapi persalinannya benar-benar harus normal semua. Tidak boleh di induksi. Tapi sampai usia kehamilan Ibu yang 40 minggu, tanda-tanda kontraksi tidak ada. Posisi bayi juga masih di atas. Kalau mau terus ditunggu, takutnya bekas jahitan yang pertama semakin lebar, dan akan membahayakan Ibu, Pak,” jelas Bunga. Dirinya memperhatikan si Kakak, anak pertama pasiennya ini yang sedari tadi terus mengelus perut Mamanya.
"Persalinan si Kakak dulu juga di usia 35 minggu dengan berat 2,5kg. Sekarang janinnya sudah 3kg, Pak. Sangat beresiko kalau kita paksa untuk normal," lanjut Bunga lagi.
"Baik, dok. Tidak apa. Mau secar atau normal sama saja. Yang penting sehat anak saya," ucap si istri menyudahi.
"Aku cuma kasihan lihat kamu kesakitan setelah siap operasi itu, sayang. Kamu kesakitan buat pindah baring, buat duduk, buat jalan, bahkan sewaktu batuk. Kamu juga menggigil kedinginan setelah operasi," ujar si suami. Tangannya menggenggam erat tangan istrinya. Raut khawatir terlihat jelas di wajahnya.
"Mau lahiran normal ataupun secar sama-sama sakit, sayang. Ini sudah kodratnya wanita. Kamu ngga usah khawatir begitu," ujar si istri, yang mencoba menenangkan suaminya dari kekhawatiran yang berlebihan.
"Benar, Pak. Bapak tidak perlu cemas berlebihan. Mungkin sewaktu yang pertama tidak dikasih tau dokter sebelumnya pakai obat paten. Memang tidak menghilangkan rasa sakit secara keseluruhan, tapi mengurangi rasa sakitnya. Karena Bapak pakai asuransi pemerintah, mungkin karena itu tidak dikasih tahu sama dokternya. Kalau Bapak mau, besok Ibu bisa kita pakai itu. Masalah harga nanti perawat saya yang jelasin di luar, ya."
Tampak sang suami lega mendengar penjelasan Bunga yang sangat jelas.
"Saya mau, dok. Asal istri saya tidak kesakitan sekali."
"Tante dokter, adeknya kakak nanti laki-laki atau pelempuan?" tanya si Kakak dengan suara cadelnya. Si Kakak yang sedari tadi hanya mendengarkan obrolan orang tuanya dengan Bunga akhirnya bersuara. Sepertinya ia juga sangat penasaran dengan jenis kelamin adiknya ini.
"Adeknya masih sembunyi. Dia malu sama Kakak. Nanti Kakak bantu Mama jaga adeknya, ya," ucap Bunga.
"Kakak seling bantu Mama di lumah. Kakak juga belsihin kamar Kakak sendiri. Kakak juga udah bica makan sendili, ndak dicuapin Mama agi," jelas anak itu yang mengundang tawa orang dewasa di sana.
"Waaah, Kakak hebat. Udah cantik, pintar juga. Mantap calon Kakak cantik ini," puji Bunga yang tentu saja membuat gadis kecil itu malu-malu. Ia bahkan menyembunyikan wajahnya di dada sang ayah.
"Baiklah, dok. Kami permisi dulu. Terima kasih, dokter," pamit si istri.
Akhirnya mereka sekeluarga keluar dari ruangan Bunga, ditemani oleh perawat Bunga tadi.
"Anaknya lucu banget," lirih Bunga. Bibirnya masih tersenyum mengingat kelucuan anak pasiennya, dan mengingatkannya dengan gadis kecil yang ia temui di minimarket kemarin.
"Sepertinya mereka seumuran. Bisa ketemu lagi nggak ya sama si imut itu."
****
Updet malam-malam nggak apa-apa kan ya 🤭🤭
Udah double up nih authornya, like, komennya jangan sampai lupa ya.
Dukung author terus biar semangat nuntasin cerita ini 🫶🏻🫶🏻🫶🏻
Semoga masih ada harapan Bunga kembali ke Fadi
Mama nya Jelita hamil dengan orang lain dan Fadi yg menikahi nya
Jelita bertemu dengan tante Bunga di IGD & Bunga tidak menyangka kalau papa Jelita adalah Fadi sang mantan.
2 mantan berada di IGD semua dengan kondisi yang berbeda