Gisva dan Pandu adalah pasangan kekasih yang saling mencintai. Seiring berjalannya waktu, hubungan keduanya semakin merenggang setelah kehadiran seseorang dari masa lalu.
Hingga saatnya Pandu menyadari siapa yang benar-benar dia cintai, tapi semua itu telah terlambat, Gisva telah menikah dengan pria lain.
**
“Gisva maaf, aku harus ke rumah sakit sekarang juga, Kalila kecelakaan.”
Pandu hendak berbalik badan, tapi tangannya ditahan Gisva. “Tunggu mas.”
“Apalagi Gis, aku harus ke rumah sakit sekarang juga, Kalila kritis.”
“Hiks.. Hiks… Mas kamu tega, kamu mempermalukan aku mas di depan banyak orang.” Gisva menatap sekeliling yang tengah pada penasaran.
“GISVA! sudah aku bilang aku buru-buru. Hari pertunangan kita bisa diulang dihari lain.” Pandu melepaskan tangannya sekaligus membuat Gisva terhuyung dan terjatuh.
“Mass…” Panggil Gisva dengan suara bergetar.
Bagaimana kelanjutan kisah mereka berdua? baca di bab selanjutnya! 😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Athariz271, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku sudah menikah!
“Mas.” Kalila kembali menenangkan Pandu.
“Jangan halangi aku Kalila.” Pandu menatapnya datar. "Dia sangat kurang ajar!"
“Mas ini ditempat umum, banyak orang yang lihat.”
Pandu menghembuskan nafas, memijat pangkal hidungnya yang terasa berdenyut.
Kalila mendekati Gisva, memegang tangan Gisva lembut. “Gisva sudahlah, kamu ikut dengan mas Pandu. Jangan Buat dia semakin marah!+.”
“Aku tau aku salah, maaf aku telah menelpon mas Pandu waktu itu. Aku juga tidak tahu kalau hari itu adalah hari pertunangan kalian.” jelas Kalila.
Gisva menyentak tangannya hingga Kalila terhuyung mundur. “Gak usah sentuh-sentuh. Dasar pelakor!”
“Gisva!” bentak Pandu menahan Kalila yang hampir jatuh. “Gak usah kasar bisa gak? Kalila baru saja keluar dari rumah sakit."
Gisva hanya membalas dengan senyum miring, bohong kalau dia bilang gak sakit hati. Rasanya sangat perih, dari perlakuan saja Pandu sangat berbeda pada dirinya dan juga Kalila.
"Terserah!" Gisva mengedikan bahu.
Pandu mengepalkan tanganya. "Kalila sudah berbaik hati meminta maaf dan menjelaskan semuanya. Yang sopan kamu, cepat minta maaf pada Kalila.”
Gisva tersenyum miring. “Gak sudi aku meminta maaf sama pelakor.”
“Jangan kurang ajar kamu, Kalila bukan pelakor.” bela Pandu. " Dia gadis baik, lembut. Beda sama kamu yang bar-bar dan selalu bikin ribut."
"Baguslah kalau kamu sadar, aku memang bar-bar tapi aku gak pernah rebut milik orang!" tangkas Gisva.
"Gisva, aku gak pernah rebut mas Pandu dari kamu. Aku hanya masa lalu dan sekarang dia adalah tunangan kamu. Kami hanya berteman baik dari dulu." sanggah Kalila.
"Terserah, aku sudah tak ada urusan lagi dengan kalian. Ingat Kita udah putus jangan ganggu aku lagi.”
“Hahah Gisva, Gisva. Aku mengganggu kamu? Yang ada juga kamu yang selalu menggangguku kerja.”
Gisva terdiam, benar yang Pandu katakan. Selama ini dia yang selalu mengemis perhatian Pandu, dia yang selalu meluangkan waktu untuk bersama Pandu, tapi tidak dengan lelaki itu. Gisva rasa hanya dirinya sendiri yang cinta dan berjuang sendiri dan kini Gisva akhiri semua itu.
“Oke. Mulai sekarang aku gak akan ganggu kamu lagi. Permisi.”
Gisva berbalik badan hendak pergi, tapi tangannya langsung dicekal Pandu.
“Kamu mau kemana, ayo pulang!.”
“Gak, aku gak akan pulang ke rumah itu lagi.”
"Gisva gak usah bercanda terus, aku masih banyak kerjaan! Kalau kamu gak pulang kerumah mau kemana kamu pulang? Gak mungkin jadi gelandangan kan kamu?"
"Lebih baik aku jadi gelandangan dari pada ngemis-ngemis lagi sama kamu."
Pandu terkejut dengan jawaban Gisva yang nampak serius,
“Gisva, oke aku minta maaf soal yang kemarin, ayo kita pulang dan lupakan kejadian ini. Kamu tinggal di apartemen saja. Kita persiapkan kembali pertunangan kita yang tertunda."
Gisva berbalik badan, menatap Pandu dengan tatapan yang sulit diartikan. “Aku gak bisa. Aku sudah menikah.”
Degh..
“Gak usah bercanda terus Gis, aku beneran minta maaf.” Dengan berat hati Pandu menurunkan egonya untuk meminta maaf lebih dulu pada Gisva.
“Aku gak bercanda, aku sudah menikah mas. Ini cincin pernikahan aku.” Terpaksa Gisva menunjukan cincin pernikahannya dengan Naresh.
“Gak mungkin Gis, bercandamu gak lucu.”
“Mas aku serius, aku sudah menikah dengan kakak kelas ku dulu waktu sekolah. Aku minta maaf.”
Gisva kembali melangkah mundur, Pandu langsung melepaskan tangan Kalila. Lalu menghampiri Gisva dan memeluknya dengan erat.
“Gak mungkin Gisva, kamu bohong, kamu bilang gak bisa hidup tanpa aku.”
“Mas lepas!” Gisva mendorong Pandu hingga mundur. “Aku gak bohong, mungkin benar dulu aku gak bisa hidup tanpa kamu mas, tapi sekarang ternyata hidupku jauh lebih baik tanpa kamu.”
“Gak mungkin!” Pandu masih tak percaya.
“Jangan temui aku lagi, dan ku ulang sekali lagi kalau KITA SUDAH PUTUS!”
“Nggak, kamu harus ikut bersamaku! Ayo pulang!”
Pandu menarik tangan Gisva kencang, tangan kanannya membuka pintu mobil bagian penumpang.
“Cukup mas! Jangan Sentuh aku lagi, kita bukan muhrim, aku sudah jadi istri orang.”
Gisva berontak melepaskan cekalan tangan Pandu.
Pandu semakin geram. Ia menatap Gisva dengan mata menyala. “Kau bohong! Kau hanya ingin menghindariku! Aku tidak percaya kamu sudah menikah!” Ia menarik Gisva lebih kencang, berusaha mendorongnya masuk ke dalam mobil.
“Lepas, Pandu! Aku bilang lepas!” Gisva menendang kakinya, berusaha melepaskan diri.
Pandu mengaduh kesakitan memegangi kakinya, Kalila mendekat mengusap kaki Pandu yang terdapat bekas debu dari sandal Gisva.
“Gisva! Kenapa kamu bebal sekali, mas Pandu sudah minta maaf, aku juga sudah minta maaf. Kenapa kamu malah mengarang kalau kamu sudah menikah.” Tatapan Kalila sangat nyalang.
“Kenapa aku harus bohong? Aku memang sudah menikah.” Gisva menatap Kalila dan Pandu bergantian. “Kalian berdua sama saja,” gerutunya.
“Cukup!” Pandu menatap Gisva dengan tatapan dingin. “Aku tetap gak percaya kamu sudah menikah. Yang jelas, kamu adalah tunanganku.”
“Aku bukan tunanganmu lagi! Kita sudah putus!” Gisva berteriak frustasi. Ia merasa lelah dengan semua drama ini.
“BOHONG!”
Gisva menggeleng pelan, dia merogoh ponselnya dari dalam tas, berniat menghubungi Naresh untuk segera datang.
“Aku akan telpon dia kalau kalian masih gak percaya.”
“Gisva gak usah berlebihan. Selama ini kamu hanya dekat dengan mas Pandu saja, bahkan teman lelaki saja kamu gak punya.” Sela Kalila.
Pandu mengangguk setuju dengan perkataan Kalila.
“Karena itu semua Pandu yang melarang. Dia melarangku berteman dengan lelaki, tapi malah sebaliknya, dia lebih suka berdekatan dengan pelakor!” Bantah Gisva yang sangat tepat sasaran.
“Kita sudah tak ada hubungan apapun lagi Gisva, kita hanya teman.” sela Pandu membantah.
“Teman?” Gisva tertawa sinis.
“Teman yang bisa bermesraan, teman yang lebih penting dari acara pertunangannya.” Gisva terkekeh sinis. “Kalian berdua. Munafik, tau gak?.” tunjuk Gisva pada keduanya.
“Gisva, kenapa mesti meributkan hal yang gak penting. Kalau kamu mau besok kita bikin acara pertunangan lagi, apa susahnya.”
“Apa susahnya? Susahnya, karena aku sudah jadi istri orang. Sampai sekarang ternyata kamu gak pernah paham dengan hatiku, bahkan kamu tak tau sebab apa aku marah sama kamu.” Gisva membuang muka ke samping, merasa muak berada di situasi seperti ini.
“Aku tau. Kamu hanya menginginkan perhatian ku kan? Kamu melakukan semua ini, pergi kabur-kaburan, bahkan sampai mengarang sudah menikah segala karena kamu ingin aku perhatian, mengemis maaf darimu dan aku sudah lakukan itu semua itu, Gisva.”
“Aku gak punya banyak waktu untuk main-main seperti ini Gisva, pekerjaanku lebih penting. Sekarang ayo kita pulang, lupakan masalah kemarin, aku juga sudah maafkan semua kesalahan kamu.”
Gisva menatap Pandu dengan mata berkaca-kaca, bukan karena sedih, melainkan karena amarah yang memuncak. Kata-kata Pandu menusuknya hingga ke ulu hati. Ia merasa direndahkan, dianggap picik, dan semua perasaannya dianggap remeh.
“Maaf?” Gisva tertawa hambar, air matanya menetes. “Kau memaafkan aku? Kau yang selingkuh, kau yang menghancurkan pertunangan kita, kau yang membawa wanita lain ke hadapanku, dan sekarang kau memaafkan aku?” tunjuk Gisva penuh sarkasme.
“Gisva, jangan berlebihan. Aku sudah bilang Kalila hanya teman.” Pandu mencoba meredakan situasi,
“Teman tapi mesra? Teman yang kau peluk dan cium di belakangku? Teman macam apa itu, Pandu?” Gisva menghembuskan nafas berat. “Oh. Atau mungkin teman tidurmu.”
“Sudah cukup, Gisva! Aku tidak mau lagi membahas yang sudah lalu, gak usah ngaco kemana-mana. Sekarang ayo kita pulang!” Pandu meraih tangan Gisva lagi, kali ini dengan cengkraman yang lebih kuat.
“Lepas! Aku bilang lepas!” Gisva memberontak, berusaha melepaskan tangannya. “Aku tidak akan pulang denganmu! Aku bukan Gisva yang dulu, yang selalu kau injak-injak perasaannya!”
“Kau keras kepala sekali!” Pandu membentak keras.
Pandu menarik Gisva untuk masuk, cengkramannya lebih kuat membuat Gisva meringis sakit dan ketakutan.
“Lepas, Pandu! Aku bilang lepas!” Gisva berteriak kencang.
“Diam kamu! Jangan buat keributan!” bentak Pandu lagi diselimuti amarah.
Bugh…
Bersambung..
Happy reading🥰🥰