Valda yang saat itu masih SD, jatuh cinta kepada teman dari perumahan seberang yang bernama Dera. Valda, dibantu teman-temannya, menyatakan perasaan kepada Dera di depan rumah Dera. Pernyataan cinta Valda ditolak mentah-mentah, hubungan antara mereka berdua pun menjadi renggang dan canggung. Kisah pun berlanjut, mengantarkan pada episode lain hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Achmad Aditya Avery, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ada yang Menyukaimu!
Apa yang aku lakukan selama sekolah di sini? Tidak banyak yang dikenal. Agen rahasia masih mending, dia hanya menjaga jarak dengan orang sekitar tapi tetap mengetahui informasi dari orang tersebut untuk keperluan misi, tapi aku? Jangankan mengetahui informasi murid-murid sekolah ini, keberadaan mereka saja tidak diketahui. Setiap masuk kelas baru, selalu seperti murid baru yang asing.
“Valda,” kataku
“Ivi,” balas perempuan yang memakai kacamata, sambil berjabat tangan denganku.
“Valda,” kataku sambil menyodorkan tangan kepada perempuan di sebelah perempuan yang bernama Ivi.
“Risa,” kata perempuan di sebelah Ivi.
“Temannya Arka yah?” tanya Ivi.
“Iya,” jawabku sambil tersenyum.
“Hayoo! Val awas terbang loh, baru kenalan sama cewek!” kata Arka sambil tertawa.
“Eh siapa yang terbang?” Seakan-akan aku tidak pernah kenalan sama perempuan.
“Hahaha, ada-ada saja kalian ini,” kata Ivi sambil tertawa.
“Memang dasar Arka parah,” kata Risa.
“Wew, Pandu ngaku aja deh.” Arka memanggil dengan nama papa, padahal seharusnya Fandu bukan Pandu. Saat ini memang sedang marak memanggil nama orang tua.
“Apa Kidun?” kataku membalas memanggil nama ayahnya.
“Yee, Pandu!” balas Arka.
“Wahaha, kalian kembar ya?” tanya Ivi.
“Weleh kembar? Mirip apanya?” tanyaku dengan mulut yang sengaja dimonyongkan.
“Wahahaha, sifat kalian sama. Selain itu, mulut kalian juga sama-sama monyong,” kata Ivi sambil tertawa terbahak-bahak.
“Yee, bibir!” kata Arka menghina Ivi yang memang bibirnya itu agak tebal.
“Apa lu Kidun, Peang!” kata Ivi membalas hinaan dari Arka.
“Tahu nih dasar lidi-lidian berjalan!” kata Risa membantu Ivi.
“Val! Bantuin gue dong! Dua lawan satu nih, parah, mereka curang!” kata Arka.
Hah, menarik juga.
“Iyee! Dasar Kidun!” kataku.
“Yee, Pandu! Bukan bantuin gue, malah ngatain gue!” kata Arka.
Perang ini berlangsung hingga guru datang dan mulai mengabsen kami. Sudah sekian menit kami saling menghina. Begitu absen dimulai, kami berhenti, tapi tetap saja mengobrol dan tertawa. Anehnya kami tidak ditegur guru sama sekali. Kami seperti makhluk halus yang tidak terlihat di kelas. Pembicaraan kami adalah pembicaraan yang selalu melenceng dan berganti-ganti. Kadang membicarakan tentang laki-laki dan perempuan, kadang film, kadang musik, tapi anehnya tidak ada satu pun yang membicarakan tentang pelajaran sekolah. Mungkin terlalu membosankan untuk dibicarakan sehingga tidak laku untuk dijadikan topik.
Aku menghabiskan keseharian di sekolah, mungkin terdengar berlebihan tapi rasanya nyaman dengan mereka. Setiap kali mereka bercanda dan berbagi tawa, seakan-akan di kelas ini bisa lebih merasakan kehangatan. Ini berbeda dari sebelumnya. Ada yang berbeda dari persahabatan ini.
Aku merasa kedekatan yang tidak ada batasnya. Tidak seperti di kelas satu dan dua. Benar-benar kembali merasakan memiliki sahabat yang baik. Setiap hari mereka menyapa. Itu menjadi kekuatan tersendiri meskipun kehidupan di kelas masih dalam lingkaran suram karena masih sering disuruh-suruh Gon dan kawan-kawan. Bukan hanya itu. Ada yang aneh pada Ivi. Sepertinya ada perhatian lebih darinya kepadaku. Aku merasa ada perasaan yang mengganjal di hati ini untuknya.
Jangan bilang aku memiliki perasaan pada Ivi. Hati bodoh! Berhentilah jatuh cinta! Aku mohon! Aku takut sakit hati lagi!
Hari demi hari berlalu. Kita sering menulis surat yang ditulis di buku pada lembar halaman terakhir. Lebih tepatnya saling tukar-menukar buku, karena hanya dikirim dengan menyodorkan tangan ke belakang. Tepat ke kursi belakang jika ingin mengirim ke Risa dan Ivi atau ke sebelah jika ingin mengirim ke Arka.
Kami berempat biasa melakukan ini setiap ingin mengobrol terutama ketika ada guru masuk ke kelas karena dengan menggunakan surat, sepertinya kami lebih leluasa berpikir sebelum membalas pembicaraan dan dengan menggunakan surat, kami tidak perlu takut pembicaraan kami ketahuan atau terdengar oleh orang lain. Kesannya kami seperti saling meminjam catatan di buku padahal kami melihat bagian halaman belakang buku tulis, di sanalah tulisan-tulisan yang mirip dengan kolom chat buatan ada sebagai media kami berkomunikasi.
Awalnya percakapan kami tidak terlalu serius. Namun hari demi hari, percakapan kami mulai terasa aneh. Suatu hari, saat kami sedang asyik bercanda di buku tulis seperti biasa. Tiba-tiba Ivi menghentikan percakapan dan candaan. Bukan hanya Ivi, tapi semuanya. Sekarang aku sendiri bingung akan diamnya mereka. Mencoba tidak memedulikan dan kembali memperhatikan guru yang saat itu sedang menjelaskan materi.
Tidak lama kemudian, percakapan kembali berlanjut tapi aku tidak mengikuti percakapan itu karena buku tulisnya tidak dioper kepadaku. Aku pikir mereka sedang mentertawaiku di dalam percakapan mereka. Rasa penasaran mulai menyelimuti. Aku meminta Arka yang tetap melanjutkan percakapan saat itu untuk memperlihatkan percakapan mereka bertiga. Namun Arka menolaknya. Tidak lama kemudian, Arka tersenyum kepadaku.
“Val, ada yang suka sama lu!” kata Arka berbisik sambil tertawa kecil.
“Siapa?” kataku.
“Itu cewek yang di belakang lu,” kata Arka sambil tersenyum jahil.
“Ivi?” kataku.
“Iyalah, siapa lagi? Kalau di belakang gue berarti si Risa,” kata Arka.
Aku menganggap pernyataan Arka itu hanya sebuah gurauan. Meskipun begitu, jujur saja itu membuatku sedikit melayang dan lagi memang saat itu juga memiliki perasaan kepada Ivi. Omong kosong apa lagi yang akan merusak otak? Selain pernyataan ada seorang perempuan yang mencintaiku meskipun dahulu waktu kelas dua ada yang mengaku menyukaiku tapi tidak percaya karena saat itu dia bertemu denganku hanya satu hari. Apa bisa secepat itu dia jatuh cinta? Aku tidak menerima alasannya menyukaiku karena penampilan. Waktu istirahat aku mencoba mengobrol dengan Ivi dan Risa. Mereka terlihat sedang asyik makan.
“Hai!” kataku.
“Iya, Val?” jawab Ivi.
“Wee, Valda! Haha!” sahut Risa.
Mengobrol apa? Aku tidak punya topik untuk memulai obrolan.
“Lihat Arka tidak?” tanyaku.
“Tadi sama Ega kalau tidak salah,” jawab Risa.
“Iya, tadi ke kantin sepertinya, Val,” kata Ivi.
“Oh, ke kantin yah,” kataku sambil duduk di kursi.
Tiba-tiba Gon datang kepadaku. Dia menyuruh untuk membeli siomai di WB, tempat makanan kedua setelah kantin. Tumben sekarang Gon sudah kembali menyuruhku lagi. Berhubung emosiku sedang baik, aku menerima permintaan Gon, aku juga ingin membeli minuman di sana. Saat aku ingin berangkat, tiba-tiba Ivi menarik bajuku.
“Jangan mau, Val!” ucap Ivi.
“Apa sih lu?” bentak Gon.
“Eh, lu punya tangan sama kaki, jalan sendiri aja bisa ‘kan? Ngapain nyuruh-nyuruh orang?” tanya Ivi.
“Bawel amat!” balas Gon.
“Sudah Vi, lagi pula ke WB juga sekalian beli minum kok,” kataku.
“Nah, ‘kan? Bagus beli deh Val sana!” kata Gon.
Ivi terdiam. Baru kali ini aku melihatnya seperti itu. Sepertinya dia kecewa. Namun, aku tidak mungkin membiarkan dia membelaku karena aku takut jika tadi berlanjut, mungkin dia akan kena bentak oleh Gon lebih parah lagi.
Keesokan harinya, dia termenung. Apa yang dia pikirkan? Arka tiba-tiba datang menghampiriku. Dia kembali mengatakan bahwa ada seseorang yang menyukaiku. Saat aku menanyakan siapa nama orang tersebut. Dia kembali menjawab sama seperti sebelumnya. “Orang itu ada di belakangmu.”
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...