NovelToon NovelToon
PETUAH TANAH LELUHUR

PETUAH TANAH LELUHUR

Status: tamat
Genre:Action / Fantasi / Misteri / Spiritual / Duniahiburan / Reinkarnasi / Tamat
Popularitas:628
Nilai: 5
Nama Author: Artisapic

Seorang Punggawa mengharapkan sebuah arti kehidupan rakyanya yang penuh dengan kemakmuran. Banyak bahaya dan intrik di sana.
Simak ceritanya......Petuah Tanah Leluhur.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Artisapic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB X MISTERI TANAH PUNJUL

     Pancen ing mangsa nira kacipta rasa, mlebu ing sukma tanpa netra, kabetot ing panggalih raksa, gumebyar ing pandhita sabda nira, mijil tanah ing rerangkad dunya, tega pati tega ing lara nira, kacipta dunya peteng ing netra, tumbal darah tumbal nyawa, mlebu ing karma, sirna dunya nira lelara ing raga, sumpah ing jiwa mestaka ing andap ira, jalma urip ketiban sengsara.

   Beberapa saat penebangan pohon itu dimulai tentu saja dengan berbagai sesaji bunga rampai yang tersedia sebelumnya. Satu per satu dahan pohon terjatuh disusul oleh ranting-ranting terjatuh juga, kini pohon itu hanya berdiri dengan beberapa cabang tanpa daun. Namun jelang tengah hari telah tiba saatnya untuk melepas lelah.

   " Tinggal cabang besar saja paman yang harus kita tebang nantinya, tapi sekarang waktunya kita menikmati sajian makan siang, ayo paman kita ke gubuk itu," ajak Anggapala kepada semua orang yang membantunya.

   " Baik Ki, kita akan istirahat dulu, nanti kalau sudah hilang lelahnya kita mulai lagi," kata Mandaga kepada Pandanala dan juga ki Sawerga.

   Sambil menikmati makanan di siang itu, beberapa orang mendengar cerita aneh dari Soma yang baru datang setelah mengambil parangnya.

   " Maaf ki Werga, tadi saya waktu mengambil parang itu, ada suara tangisan perempuan yang meminta jangan menebang pohon itu, kalau tidak salah begini ucapannya....tolonglah saya, jangan ditebang pohon ini, nanti saya terusir dari sini, tolonglah....kasihan anak-anak saya masih kecil....begitu Ki," kata Soma.

   " Ah....itu cuma perasaan kamu saja Soma, buktinya yang lain tidak ada yang mendengarnya," jawab Ki Sawerga.

   " Benar Ki, saya mendengarnya jelas sekali Ki," tegas Soma sambil berdiri.

   " Ya sudah, nanti kalau kita mulai tebang lagi, terus ada yang mendengar apa yang kamu dengar itu, kita berhenti semuanya," jawab Kk Sawerga.

   Beberapa saat setelah menikmati hidangan itu, semua warga bersiap-siap kembali untuk melanjutkan penebangan pohon itu. Tiba-tiba, entah dari mana datangnya, muncullah sosok Ibu-ibu berusia sekitar 45 tahun dan kedua anaknya, datang menghampiri orang-orang yang mau menebang lagi.

   " Maaf tuan , jangan lanjutkan penebangan pohon itu, berikan kami tempat untuk hidup di pohon itu, tolong kami tuan," ratap perempuan itu.

   " Ibu ini siapa, warga sini bukan Bu,?" tanya Pandanala yang dari tadi mengawasi perempuan itu.

   " Saya dari negeri jauh tuan, di sana sedang ada keributan soal pemimpin , untungnya salah bisa selamat akibat bersembunyi di pohon itu, " kata perempuan tadi.

   " Apa Ibu muat di pohon itu,?" tanya Pandanala.

   " Memangnya kenapa tuan, pohon itu kan bagi kami sebuah wilayah yang gemerlap, soalnya sudah ribuan tahun menetap di pohon itu tuan," katanya.

Lalu dijawablah oleh Anggapala.

" Begini Bu, dengan adanya pohon itu dikawatirkan akan membuat warga di sini menjadi hilang tidak kembali, sebab di pohon itu tempatnya alam bunian Bu," tegas Anggapala.

" Tapi tuan, saya tidak memaksa bangsa tuan masuk ke alam kami, hanya saja bangsa tuan itu yang memaksa bangsa kami membuka gerbang supaya bisa masuk ke alam kami," tutur Ibu itu.

" Hmmmmm....jadi banyak golongan manusia yang masuk ke alam itu untuk apa Bu," tanya Anggapala.

" Maaf tuan, bukan kami menghina atau menistakan bangsa tuan, orang-orang yang masuk ke alam kami atau bangsa tuan itu di alam kami sebagai para pemungut kotoran kami tuan, saya juga heran kenapa kotoran kami itu diambil oleh bangsa tuan, bukankah itu jijik tuan, kami saja melihat bangsa tuan memungut kotoran kami, saya sampai tidak makan tuan, jijik mau muntah, kami buang kotoran tapi bangsa tuan memakainya sebagai bahan perhiasan," tutur ibu tadi.

" Memang bangsa kami, manusia di alam itu sebagai pemungut kotoran dari bangsa kamu ?" tanya Anggapala.

" Benar tuan, jadi tolonglah jangan tebang pohon itu," rengek si Ibu tadi.

Pada akhirnya Anggapal dan para warga terpaksa menebang pohon itu, sementara wanita tadi atau Ibu itu menjelma menjadi Srunti, yakni sejenis siluman berwujud wanita yang menunggu di pohon-pohon atau jembatan-jembatan di atas sungai.

Setelah proses penebangan selesai, pada malam harinya diadakan syukuran yang tujuannya supaya terhindar dari bujuk rayu para serunti atau Srunti yakni dengan acara atau ritual Lumbar haul.

Di pendopo Cikeusik yang begitu ramai dan penuh warga malam itu, terlihat beberapa tumpeng dan sesaji lain juga banyak pula yang hadir sambil membawa bekal untuk dibagikan kepada yang hadir. Acara seperti inilah yang sekarang dikenal dengan sebutan Acara Ngunjung.

Sebagai pengganti pohon yang ditebang tadi ditanamlah pohon yang tak bercabang, pohon itu yang dinamakan pohon Tanjung atau pohon Tunjung.

Selepas acara Ngunjung tadi semua warga membubarkan diri dan hanya beberapa orang saja yang masih berada di pendopo Cikeusik.

" Akhirnya kita mampu juga menebang pohon itu ya paman," kata Anggapala membuka suara.

" Iya Ngger, tapi harus paham dan mengerti bahwa kelak anak cucu kita akan memakai perhiasan dari kotoran di alam bunian. Sungguh suatu hinaan bagi kaum manusia Ngger," kata ki Werga.

" Tapi apakah itu benar seperti itu Ki ?" tanya Anggapala.

" Jangan mudah percaya Ngger, apalagi bangsa alam bunian itu adalah para penganut pesugihan yang hidupnya memakan bangkai segala jenis hewan yang mati di alam ini," tegas ki Sawerga.

" Iya paman, biarlah apa pendapat mareka yang suka mencari pesugihan paman," kata Anggapala.

Setelah selesai membahas alam tadi, kini Nyi Kalis datang sambil membawa singkong goreng, dan mempersilahkan para tamunya untuk makan.

" Silahkan dinikmati, ala kadarnya saja makanannya ya Ki," kata Nyi Kalis.

Lalu muncul Panunggul sambil membawa teko air panas. Kemudian dirinya memposisikan diri duduk di sudut pendopo. Sementara itu para kerani sambil menikmati hidangan juga mendengarkan obrolan masing-masing masalah. Banyak canda dan tawa di antara mereka. Semua yang hadir tiba-tiba terdiam manakala Ki Sawerga membuka suara.

" Baiklah , untuk menambah situasi di sini semakin lebih bermakna, saya akan lanjutkan tentang tokoh-tokoh wayang yang terdiri dari 12 wayang itu sesuai permintaan dari Nyi Kalis, dan para kerani yang penasaran," kata ki Sawerga.

" Tapi ki, maaf sebelumnya, apakah manusia seperti kita ini ada golongan atau bangsa atau jenisnya ki, maaf ," tutur Panunggul.

" Iya ki sanak, itu ada jenis atau golongannya, tapi nanti saja, tapi ini sumbernya dari Kitab Kandhaga Giri, kalau yang ki sanak tanyakan itu ada di kitab Kandhaga Mukti, jelas ?" tanya ki Sawerga.

" Oooh....begitu ki," kata Panunggul.

Mereka akhirnya mendengarkan cerita dari Ki Sawerga mengenai 12 tokoh wayang yang memiliki pakem atau hitungan untuk membaca watak seseorang.

Belum juga bercerita, ki Sawerga meminta izin ke semua warga untuk ke belakang dulu.

1
ArtisaPic
apa tuh judulnya.....soalnya aku baru ikutan di apk ini/Pray/
Winsczu
kayak baca novel yang udah di cetak 🤣. Tapi gapapa, bagus! 👍🏼👍🏼👍🏼
ArtisaPic: itu lanjutan dari judul
MENGUNGKAP SEJARAH PETENG
baca biar jelas ya/Rose//Ok/
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!