NovelToon NovelToon
Gadis Jalanan Pewaris Mahkota

Gadis Jalanan Pewaris Mahkota

Status: sedang berlangsung
Genre:Aliansi Pernikahan / Nikah Kontrak / Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Kim Yuna

Setelah terusir dari rumah dan nyaris menjadi korban kebejatan ayah tirinya, Lisa terpaksa hidup di jalanan, berjuang mati-matian demi bertahan.

Ketika kehormatannya terancam, takdir mempertemukannya dengan Javier Maxim, CEO muda nan arogan, yang muncul sebagai penyelamat tak terduga.

Namun, kebaikan Javier tak datang cuma-cuma. "Tuan bisa menjadikan saya pelayan Anda," tawar Lisa putus asa.

Javier hanya menyeringai, "Pelayanku sudah banyak. Aku hanya memerlukan istri, tapi jangan berharap cinta dariku."

Dan begitulah, sebuah pernikahan kontrak pun dimulai. Sebuah ikatan tanpa cinta, yang hanya berfungsi sebagai kunci bagi Javier untuk mengklaim warisannya. Namun, seiring waktu, pesona dan kecantikan Lisa perlahan menyentuh hati sang CEO.

Seiring kebersamaan mereka, sebuah rahasia besar terkuak: Lisa bukanlah wanita sembarangan, melainkan pewaris tersembunyi dari keluarga yang tak kalah terpandang.

Mampukah cinta sejati bersemi di tengah perjanjian tanpa hati ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Yuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sarapan, Senyuman dan sebuah ancaman

Matahari belum sepenuhnya naik saat Lisa membuka tirai jendela kamarnya. Sinar pagi menyusup malu-malu lewat celah, menari di lantai kayu. Udara masih dingin. Tapi ada sesuatu dalam hatinya yang hangat.

Entah karena teh dan percakapan semalam.

Atau... tatapan mata Javier saat berkata, “Aku tidak berdiri di sampingmu karena kontrak.”

Lisa menghela napas, lalu melangkah turun ke dapur. Rumah masih senyap. Staf rumah belum semuanya bangun—atau mungkin masih sibuk di area belakang.

Ia membuka lemari, mencari bahan untuk membuat sarapan sederhana. Roti, telur, dan kopi. Bukan untuk siapa-siapa. Hanya untuk dirinya sendiri—setidaknya, itu yang ia pikirkan.

Namun baru saja ia mengaduk telur, suara langkah kaki terdengar dari arah lorong. Lisa menoleh dan membeku.

Javier.

Masih dengan rambut acak-acakan dan kaos abu-abu yang jelas bukan pakaian kerja. Wajahnya masih tampak masih mengantuk.

Lisa langsung menunduk, kembali mengaduk telur.

“Pagi,” sapa Javier, suaranya dalam dan sedikit serak.

Lisa menjawab pelan, “Pagi.”

Javier melirik meja dapur. “Kau masak?”

Lisa mengangguk. “Untukku. Sarapan ringan.”

Javier membuka kulkas dan mengambil botol air. Tapi bukannya pergi, ia duduk di stool dekat meja dapur, memperhatikannya.

Lisa berdehem pelan. “Mau kubuatkan juga?”

“Kalau tidak merepotkan,” kata Javier cepat—terlalu cepat. Seperti sudah menunggu tawaran itu.

Lisa mengangguk, tersenyum kecil. “Omelet atau orak-arik?”

“Omelet.”

“Oke, tapi jangan salahkan aku kalau rasanya aneh.”

“Teh semalam enak. Aku optimis,” balas Javier sambil menyandarkan punggung.

Lisa pura-pura mengerutkan kening. “Itu hampir terdengar seperti pujian.”

Javier terkekeh pendek. “Hampir.”

Mereka saling diam beberapa saat. Tapi kali ini, diamnya tidak tegang. Hanya canggung. Manis. Seperti dua orang yang perlahan mulai lupa bahwa hubungan mereka dibangun di atas kertas, bukan hati.

Saat Lisa menuang adonan telur ke wajan, suara langkah kaki lain terdengar. Seorang staf rumah, Mbak Rina, muncul dari arah pintu belakang. Ia terhenti sejenak, terkejut melihat pemandangan di depan matanya.

Lisa di dapur. Memasak. Dan Javier duduk menunggu sarapan.

“Selamat pagi, Tuan Javier, Bu Lisa.” sapanya cepat.

Javier hanya mengangguk pelan. Lisa membalas dengan senyum. Tapi tak luput dari tatapan cepat Mbak Rina yang jelas menyimpan ribuan pertanyaan yang tidak ia ucapkan.

Lisa nyaris tertawa. Wajah Mbak Rina saat itu seolah berkata. Apa-apaan ini? Bapak duduk di dapur? Ibu masak sendiri?

Dan Lisa sadar ini pertama kalinya mereka terlihat seperti pasangan sungguhan.

Beberapa menit kemudian, omelet matang disajikan. Lisa meletakkan piring di depan Javier. “Silakan dicicip.”

Javier memotong perlahan, lalu memasukkan potongan pertama ke mulut. Lisa menatapnya, menunggu komentar.

Javier hanya mengangguk. “Not bad.”

Lisa menyipitkan mata. “Not bad? Itu saja?”

“Ya. Tapi lebih dari cukup untuk mengawali pagi,” katanya sambil melirik Lisa. Pandangannya hangat. Sekilas.

Lisa membuang pandang, jantungnya berdebar tanpa alasan.

Mereka makan dalam diam, sampai Mbak Rina kembali masuk membawa koran dan secangkir kopi tambahan. Kali ini, ia meletakkan koran di meja dan berujar, “Biasanya Tuan sarapan di kamar, ini pertama kali saya lihat Bapak duduk di sini sama Ibu.”

Lisa terbatuk pelan.

Javier hanya menjawab tenang, “Ya. Kadang suasana harus berubah.”

Mbak Rina tersenyum—senyum yang penuh makna. Lalu ia pergi. Tapi Lisa tahu, kabar soal sarapan bersama ini pasti akan menyebar ke seluruh penjuru rumah dalam waktu kurang dari lima menit.

“Sekarang aku jadi bahan gosip,” gumam Lisa, setengah geli.

“Selamat datang di rumah keluarga Maxim,” jawab Javier santai, menyeruput kopi.

Lisa menatap pria itu lama. Ada sesuatu yang berbeda pagi ini. Javier lebih santai. Lebih terbuka. Atau mungkin, ia mulai berhenti menjaga jarak?

Dan Lisa pun mulai sadar—bahaya sebenarnya bukan datang dari Keyra, atau Nyonya Angelina, atau warisan. Tapi dari... kedekatan ini.

Jika terus seperti ini.

Apa mungkin, mereka benar-benar bisa lupa bahwa semua ini dimulai dari kontrak?

☘️

Lisa sedang menyiram tanaman kecil di balkon lantai dua ketika suara ketukan pintu depan terdengar samar dari bawah. Awalnya ia tak terlalu peduli, mengira hanya tamu bisnis Javier atau kiriman dari kantor. Tapi saat salah satu staf buru-buru memanggilnya naik ke ruang tamu, tubuh Lisa refleks menegang.

"Bu Lisa, ada tamu," ujar Mbak Rina, lirih. "Nyonya Angelina katanya mau bicara empat mata."

Lisa membeku. Ia menoleh perlahan. "Tuan tidak di rumah?"

“Tuan Javier sedang ke kantor, Bu. Nyonya datangnya mendadak.”

Lisa mengangguk kaku. Suasana hatinya mendadak berubah. Ketenangan pagi langsung menguap begitu saja. Ia melangkah ke bawah, mencoba mengatur napas. Langkahnya terasa berat.

Dan benar saja. Di ruang tamu, duduk seorang wanita paruh baya yang anggun namun dingin—Nyonya Angelina Maxim.

Dengan balutan setelan putih gading yang serasi dengan tas H*rmès di sampingnya, ia tampak seperti lambang kelas sosial atas yang tinggi hati. Sorot matanya tajam, menelusuri Lisa dari kepala sampai kaki seperti sedang menilai barang di lelang.

“Selamat pagi, Lisa,” sapanya datar, senyumnya tak menyentuh mata.

Lisa membalas dengan suara pelan. “Pagi, Bu.”

“Boleh kita bicara? Tanpa ada pelayan berkeliaran?” ucapnya sambil melirik ke arah Mbak Rina yang berdiri canggung di balik pintu.

Lisa menoleh ke Mbak Rina dan mengangguk, memberi isyarat agar meninggalkan mereka berdua. Setelah pintu tertutup, sunyi menyeruak.

Angelina menyilangkan kaki, mengambil secangkir teh yang sudah disiapkan staf tadi, tapi tak meminumnya. Ia hanya menatap Lisa.

“Kau terlihat lebih percaya diri daripada yang kudengar,” katanya memulai.

Lisa tak menjawab.

“Duduklah,” perintahnya seperti bos kepada karyawannya.

Lisa menuruti, duduk dengan tenang meski hatinya berdebar kencang. Ia tahu ini bukan sekadar kunjungan sosial. Ini penyelidikan.

Angelina menyandarkan punggung, nada suaranya tetap halus tapi nadanya menusuk. “Aku mencari informasi tentangmu, Lisa. Tapi entah kenapa tak ada satu pun yang bisa dipercaya. Tak ada catatan keluarga yang jelas. Pendidikanmu samar. Dan pekerjaanmu nyaris tak terdengar.”

Lisa menahan napas. Tidak terkejut. Ia tahu cepat atau lambat ini akan terjadi.

“Siapa sebenarnya kau?” tanya Angelina akhirnya, mencondongkan tubuh.

"Bagaimana bisa seseorang seperti kau masuk ke dalam keluarga Maxim? Masuk ke dalam kehidupan Javier?”

Lisa menggigit bibir. “Saya tak berniat masuk ke dalam keluarga ini, Bu. Semua terjadi begitu saja.”

“Begitu saja?” Angelina mengulang dengan nada geli.

“Kau pikir aku sebodoh itu?”

Lisa menegakkan bahu. “Saya tahu saya bukan siapa-siapa. Tapi saya tidak pernah memaksa Javier untuk menikahi saya. Dan saya tidak pernah berniat mengambil apapun dari keluarga ini.”

Angelina tersenyum tipis—senyum tajam penuh sindiran.

“Tapi menikah dengan Maxim artinya kau otomatis masuk ke dalam warisan. Dan sayangnya, warisan itu... seharusnya jatuh pada Adam. Anakku.”

Lisa menunduk, menghindari tatapan. Tapi diamnya malah dianggap sebagai bentuk lemah.

Angelina melanjutkan, nadanya mulai mengeras. “Saya tahu dari mana orang-orang seperti kamu berasal. Kau pikir bisa naik kelas dengan cara ini? Kau pikir bisa hidup dalam kemewahan tanpa dicurigai?”

Lisa mengangkat wajah. Ada luka yang menyala di matanya. Tapi ia tetap tenang. “Saya tidak ingin apapun, Bu. Dan saya tidak akan menjelaskan masa lalu saya, karena saya yakin itu tidak akan mengubah pendapat Ibu.”

Angelina menatapnya tajam. “Saya tidak suka kau dekat dengan Javier. Jesika wanita yang seharusnya menjadi istrinya. Dia putri dari keluarga terpandang. Ia pantas. Kau? Tak punya siapa-siapa.”

Lisa menelan ludah. Kata-kata itu memang benar. Tapi sakit tetaplah sakit.

Angelina berdiri, menghampirinya. Tatapannya seperti belati yang ingin menguliti hati Lisa. “Dengar, nona tak dikenal. Aku tidak akan membiarkan kau merusak semua yang sudah aku rencanakan. Aku tahu siapa kau. Gadis jalanan, diusir ibunya, hampir diperkosa ayah tirinya. Aku tahu kau hidup di jalanan, tidur di trotoar, makan dari belas kasihan orang.”

Lisa membeku.

“Apa kau pikir orang sepertimu layak menjadi istri Javier?” bisiknya, menusuk. “Orang seperti kamu... seharusnya tetap di jalan. Bukan duduk di ruang tamu Maxim.”

Lisa tidak berkata apa-apa. Tapi matanya mulai berair.

Angelina mendekat, nyaris menyentuh wajah Lisa. “Anggap ini peringatan. Jika kau tidak keluar dari pernikahan ini dengan baik-baik, maka aku akan membuat hidupmu lebih menyakitkan dari masa lalumu.”

Setelah berkata begitu, Angelina berbalik dan melangkah pergi. Derap langkah sepatunya terdengar nyaring di lantai marmer, seperti gema ancaman yang tertinggal di ruangan.

Lisa tak bergerak. Ia hanya duduk di sana, menahan air mata yang nyaris jatuh. Tapi dalam hatinya, suara lain mulai tumbuh—suara tekad yang mengalahkan rasa takut.

"Jika aku bisa bertahan dari masa laluku aku bisa bertahan dari wanita itu."

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

1
Reaz
/CoolGuy//CoolGuy//CoolGuy/
yuniati sri
saya sangat mengapresiasi tulisan anda sangat berkesan
yuniati sri: lanjut thor, semangat 45
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!