Aku seorang gelandangan dan sebatang kara, yang hidupnya terlunta-lunta di jalanan, setelah ibuku meninggal, hidup yang penuh dengan kehinaan ini aku nikmati setiap hari, terkadang aku mengkhayalkan diriku yang tiba-tiba menjadi orang kaya, namun kenyataan selalu menyadarkanku, bahwa memang aku hanya bisa bermimpi untuk hidup yang layak.
Namun di suatu siang bolong, saat aku hendak menata bantal kusam ku, untuk bermimpi indah tiba-tiba, ada segerombolan pria berpakaian rapi, mereka menyeretku paksa, tentu saja hal seperti ini sudah biasa, aku kira aku kena razia lagi.
Dan ternyata aku salah, aku dibawa ke rumah yang megah dan di dudukan di sofa mewah berlapis emas, karena terlalu fokus pada kemewahan rumah itu.
Tiba-tiba saja aku adalah anaknya, dan besok aku harus menikah dengan duda beranak satu yang tak bisa bicara, untuk menggantikan kakakku yang kabur.
Ayo baca yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vie Alfredo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Mencurigakan
Begitu dapat 2 helai rambut Vania, Divon segera memberikan itu pada Hamis.
"Tuan, lalu apa yang akan anda lakukan jika nyonya bukan bagian dari Horem?" tanya Hamis.
"Sebenarnya dia juga tidak salah, hanya saja sangat amat di sayangkan dia ikut terbawa arus oleh keluarga rumit ini." Jawab Divon.
" Kalau begitu saya undur diri dulu." Hamis pun segera pergi.
Baru pertama kali setelah tuannya kehilangan istri, tuannya kembali mengkhawatirkan seseorang.
Beberapa hari berlalu.
Setelah menjemput Lenard sekolah, Vania mengajak putranya pergi ke mall untuk bermain.
Selain ingin menyenangkan anaknya, dia juga ingin merasakan permainan di Playground.
Namun kali ini Divon tidak ikut karena ada banyak pekerjaan yang harus dia kerjakan di rumah.
Karena Divon memang jarang ke kantor, dan hampir tidak ke kantor, semua pekerjaan dia tangani di rumah.
Untuk figure publik di perusahaan Sandreas, dipercayakan oleh sepupu Divon bernama Charles.
Dia adalah wakil direktur di perusahaan Sandreas, untuk urusan rapat, perwakilan semua di serahkan pada Charles.
"Von, apa kau sudah menemukan titik terangnya?, apa kau yakin ini tidak ada sangkut pautnya dengan bibi?" ujar Charles bertanya.
"Ya, belum ada titik terangnya, ibu memang tidak menyukai Nuna, tapi rasanya tidak mungkin." jawab Divon sambil menghela nafas panjang.
"Ya baiklah, di mana istrimu yang mungil ?, aku sudah mendengar banyak tentangnya dari Hamis, apa kau mulai menyukai istri mu sekarang?" Charles adalah tukang gosip di sini.
"Apa yang kau bicarakan, aku tidak bisa mencintai wanita lain selain Nuna, kau tahu itu kan Charles, jangan omong kosong, hanya saja anak itu bisa menjaga putraku dengan baik, maka aku memperlakukannya dengan baik." Divon membantah keras.
"Baiklah, kapan aku boleh ketemu istrimu kalau kau tidak bisa menyukainya mungkin aku bisa, karena katamu dia bisa menjaga keponakanku dengan baik, itu poin plus yang aku cari." ujar Charles menggoda Divon.
"Apa sekarang hobby mu bertambah satu selain playboy cap kadal, sekarang tukang tikung?" Divon tampak kesal.
"Hahahaha, ya kan kalau kau bercerai aku akan ada kesempatan." ujar Charles.
" Tutup mulutmu!, pergi sana!, siapa yang kau minta untuk bercerai?, itu tidak akan terjadi." tegas Divon.
" Fufufu, ya baiklah aku undur diri, jadi cepat beritahu aku kalau sudah waktunya menemukan aku dengan istrimu." ujar Charles segera pergi.
( Jadi di sini yang tahu Divon bisa ngomong itu cuma, Hamis, Charles, Lenard dan Vania)
Di mall.
Setelah lelah bermain, mereka pun pergi makan bersama di mall.
"Nard, apa kau mau jujur pada mama?" tanya Vania.
" Tentu saja Ibu, aku akan selalu jujur pada Ibu." jawab Lenard sangat bersemangat.
"Okey, ini hanya kita berdua ya." ujar Vania.
"Oh kita berdua?, orang lain tidak?" tanya Lenard.
" Ya benar sekali." Vania mulai membuat rencana agar Lenard terus bisa berada di pihaknya.
" Lenard, apa kau tahu jika ayahmu tidak bisu?" ujar Vania to the point.
Saat itu juga Lenard tersedak, karena terkejut, bagaimana bisa mamanya tahu.
Vania segera mengungkapkan Lenard di pahanya dan memukul sedikit lembut di punggungnya, sampai yang membuat tersedak itu keluar.
"Uhuk, huk, huk ... " akhir Lenard bisa bernafaskan lega.
"Sudah kau jangan bicara dulu, atur saja nafasmu dengan baik, baru bicara." tegas Vania.
" Dari reaksi mu itu sudah memberiku jawabannya.". ujar Vania.
" Mama, tolong jangan mengatakan pada siapapun." ujar Lenard memohon.
"Apa aku ini terlihat jahat?" Ujar Vania.
" Bukan begitu Ma, tapi - " belum selesai bicara.
" Ya kau tidak perlu memberi alasan, aku sangat tahu, Papamu sedang mencari keadilan." ujar Vania.
" Ma, tolong jaga rahasia kita ya ma." ujar Lenard memohon pada Vania.
" Ya, lagian itu juga bukan urusan mama, mama tidak akan ikut campur." ujar Vania santai.
Lenard pun berterima kasih banyak pada mamanya itu.
Vania juga akan diam saja dengan kelakuan Divon yang berpura-pura.
Intinya dia punya senjata untuk Divon, kalau-kalau Divon ingin berbuat di luar nalar oke.
Setelah puas bermain, Lenard dan Vania pun kembali pulang.
Lenard pun segera masuk ke kamar, dia masih syok, karena mamanya tahu keadaan ayah sekarang.
"Hei apa yang kau lakukan!" tegas Lenard begitu melihat Bella sedang membuka lemarinya.
" Oh, oh Tuan muda selamat datang, maaf kan saya sedang merapikan kamar anda." ujarnya pada Lenard.
Lenard marah dan menyuruh Bella keluar kamar.
Bella pun tanpa babibu, segara keluar dan sambil menangis.
" Sebenarnya apa yang dilakukan wanita itu?" Gumam Lenard segera melihat lemari yang dibuka oleh Bella tadi.
Rupanya foto-foto kenangan Lenard bersama dengan orang tuanya, meskipun tidak ingat karena masih bayi saat itu.
"Ibu Nuna, ... Sekarang aku punya mama, meskipun agak kampungan tapi dia sangat baik pada Lenard Ibu, Ibu tidak marah kan jika Lenard sangat sayang padanya?" ujar Lenard sambil mengusap foto ibunya.
Lenard pun mencium foto ibu dan papahnya.
"Aku harus bilang ayah tentang Bella itu." Lenard pun. Segera pergi ke ruangan Ayahnya.
" Apa yang membuatmu terburu-buru datang dan tanpa mengetuk pintu!" tegas Divon.
Lenard menutup kembali pintunya dari luar, lalu mengetuk pintu dan membukanya.
"Hallo ayah, maafkan Lenard." ujar Lenard berjalan ke meja ayahnya yang.masih bekerja.
" Ya Nak." jawab Divon
Lenard pun menceritakan soal Bella yang sangat membagongkan.
" Ya nanti Papah akan meminta orang untuk.mengawasi Bella." ujar lenard sungguh - sungguh.
"Baik Pah terima kasih." ujar Lenard
Sebenarnya Lenard ingin membahas tentang ibu sambungnya itu, tapi takut ibu sambungnya kenapa-napa, jadi Lenard mengurungkan niatnya.
" Apa hari ini kau senang?" tanya Divon
" Sangat senang " jawab Lenard senyum bahagia.
Lenard bercerita banyak tentang ini itu dan semua yang membuat dia bahagia.
Setelah mendengar curhatannya enaknya , Divon menyuruh putranya itu untuk segera istirahat sebelum makan malam.
Divon pun segera meminta Hamis untuk mengatur seseorang mengawasi pergerakan Bella di kediaman itu.
Entah sebenarnya apa maksud wanita itu datang ke kediaman Sandreas, dan mengaku sebagai bibinya Lenard itu.
"Sebenarnya apa maunya, sangat sulit di tebak." Gumam Divon.
Tapi dari pada pusing lebih baik dia segera menyelesaikan pekerjaannya.
Namun tiba-tiba ada musik dangdut begitu keras di halaman belakang rumahnya, Divon pun melihat dari jendela.
Rupanya itu istrinya sedang sanam bersama para pekerja di halaman belakang dan istrinya menjadi instruktur senam.
"Pffffgggggt ... Hahahaha, astaga anak itu sangat mood sekali, hahahahah. " Divon benar - benar tertawa lepas melihat kelakuan istrinya itu, ada saja gebrakan dalam hidupnya.
" Ya, anak itu cukup menyenangkan ya, setidaknya rumah ini tidak sepi seperti rumah kosong, semenjak dia datang rumah ini jadi seperti pasar malam . " Gumam Divon masih mengamati sang isteri.