Malam tragis, telah merenggut masa depan Zoya. Menyisakan trauma mendalam, yang memisahkannya dari keluarga dan cinta.
Zoya, mengasingkan diri yang kembali dengan dua anak kembarnya, anak rahasia yang belum terungkap siapa ayahnya. Namun, siapa sangka mereka di pertemukan dengan sosok pria yang di yakini ayah mereka?
Siapakah ayah mereka?
Akankah pria itu mengakuinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dini ratna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Antara Mengakui dan Tidak
Seketika langkah cepat Zoya, seolah tidak menapak tanah. Puluhan roda empat seolah tidak terlihat, Zoya melintas—mengabaikan suara klakson yang saling bersahutan. Mengingat anaknya tidak ada di rumah Zoya, menjadi hilang akal yang menyeberangi jalan tanpa menunggu lampu merah menyala.
Zoya, semakin cepat menuju apartemennya. Menekan beberapa kali tombol lift agar cepat sampai di lantai 20. Akhirnya, setelah menunggu lama pintu lift terbuka, segera Zoya berlari ke arah Arini yang sudah menunggunya di depan pintu.
“Mbak Zoya.”
“Bagaimana bisa, anakku tidak ada di rumah?”
Zoya, sudah mengajarkan kedua anaknya jika dia tidak menjemput maka mereka harus pulang dengan cara memesan jasa ojek online atau naik taksi, Zoya pun mengarahkan beberapa transportasi umum, kedai pizza dan rumah makan lainnya yang dekat dengan apartemennya.
Namun, Zoya sangat cemas saat Arini bilang Zayden dan Zayda tidak ada di rumah.
“Sudah, menghubungi sekolah Zayda?”
“Sudah, Mbak. Katanya mereka sudah pulang tadi siang.”
“Dijemput seseorang?” tanya Zoya memastikan. Hatinya mendadak curiga kepada Ardian, pasti lelaki itu yang menjemput anaknya karena tidak mungkin jika Zayda dan Zayden mau pergi dengan orang asing.
“Apa mungkin Ardian, tapi gimana caranya aku hubungi dia, aku tidak punya nomor handphonenya.”
Tiba-tiba ponselnya berdering, Zoya segera menjawab panggilan dari nama yang tidak dikenalnya, berharap ada kabar dari Zayden.
“Halo ….”
Hanya satu kata, mulutnya tidak lagi bicara selain tertegun setelah mendengar perkataan orang lain di ujung sana. Tubuhnya mendadak tumbang yang langsung ditangkap Arini.
“Mbak, Zoya tidak apa-apa? Apa itu kabar dari Zayden dan Zayda Mbak?”
“Ya, dan aku harus pergi ke satu tempat.”
“Arini temani, ya, Mbak?” tanya Arini setelah Zoya bangkit. Zoya, langsung menggeleng.
“Tidak, perlu Arini. Saya bisa pergi sendiri, terima kasih, ya. Kamu sudah membantu saya, sekarang kamu boleh pulang.”
“Tapi Mbak, Arini cemas.”
“Tidak apa-apa, tidak perlu dicemaskan.”
“Biar Arini menunggu di sini ya, Mbak.” Arini, kekeh ingin menunggu Zoya. Jika tidak diizinkan menemaninya setidaknya Arini bisa menunggu di apartemen itu.
Zoya, segera pergi menaiki taksi, entah siapa yang menghubunginya dan kemana tujuannya, tapi hatinya sangat cemas saat ini. Sedangkan di tempat lain, kedua bocah yang dicemaskan terlelap tidur di dalam sebuah kamar yang luas dengan interior modern, bernuansa putih.
Sebuah tangan keriput, mengelusnya dengan lembut.
“Mama tidak setuju ya, Pa. Jika mereka tinggal di sini. Bukankah, Zoya sudah lama pergi, jika dia kembali membawa dua anaknya dan mereka tinggal di sini, itu sama saja membongkar aib keluarga kita. Papa, harus ingat jika sebentar lagi pemilu untuk pencalonanmu sebagai gubernur. Apa kata mereka nanti, jika putrimu ternyata adalah wanita yang terlibat skandal 8 tahun lalu.”
Laras, mendelik tajam emosinya masih tidak stabil selama Zayden dan Zayda ada di sana. Namun, tidak dengan Omar, yang menatap penuh penyesalan kepada kedua bocah yang diketahui cucunya itu.
“Papa!”
“Apa, salahnya? Mereka sangat lucu, mereka seumuran dengan Alea, Alea pasti senang jika tahu punya keponakan yang seusianya.”
“Kamu tidak lupa jika Zoya, sudah dihapus dari nama keluarga apa kamu lupa itu?”
Ya, benar. Saat itu, Omar dikuasai dengan amarahnya, dia tidak pernah berpikir jika ucapannya akan menghancurkan putrinya. Dia sudah membuang putri satu-satunya hanya karena mempermalukan keluarga. Padahal, semua itu belum pasti.
Tiba-tiba hari ini, Omar dipertemukan dengan kedua anak kecil yang diketahui cucunya. Teddy, membawa mereka ke hadapan Omar, mereka sangat dekat dan berhubungan baik berkat bisnis politiknya. Namun, Omar tidak pernah menduga jika Teddy, akan mengatakan hal mengejutkan tentang putrinya Zoya.
Omar, sangat terkejut ketika tahu jika Teddy mengetahui Zoya, putri yang selama ini dia buang dan dilupakan keluarga, bahkan tidak ada satupun yang tahu tentang keberadaan Zoya saat itu. Tapi tiba-tiba Teddy, mengatakan jika ia bertemu putrinya, dia tahu jika Omar menyembunyikan putri kandungnya dan membuang jauh bersama aib keluarganya.
Omar, yang merupakan seorang menteri dan kini menjadi kandidat tokoh masyarakat sangat takut akan ancaman, Teddy, yang akan mengatakan pada media jika putrinya terlibat skandal 8 tahun lalu, maka itu akan menghancurkan karirnya sehingga Omar, langsung menemui Teddy, yang saat itu sedang bersama Zayden dan Zayda.
“Bagaimana kamu tahu tentang putriku?”
Pertama datang, wajah Omar terlihat tegas, yang menatap tajam pada Teddy. Namun, Teddy dia hanya tersenyum.
“Duduklah dulu pak Menteri. Saya, sudah pesankan teh untukmu, agar pembicaraan kita terdengar santai.”
Omar, menghela nafas untuk menenangkan dirinya, lalu bergabung dengan meja VIP yang sudah dipesan Teddy. Pembicaraan mereka, tidak akan ada yang mendengar karena mereka berada di ruangan VIP yang hanya ada mereka berdua, bahkan Candra, pun tidak berani bergabung yang hanya menunggu di luar.
“Kenapa, kamu begitu takut pak Omar? Seharusnya kamu senang karena putrimu sudah kembali.” Teddy bicara sambil menuangkan teh untuk Omar.
“Kenapa hmm … kenapa kau menyembunyikan putrimu. Maksudku, kamu tidak mengakui putrimu, apa semua itu karena kasus skandal itu?”
“Aku tidak ingin kau mengingatnya lagi. Bukankah putramu juga terlibat?” Tatap Omar tajam.
“Ya, itu memang masa lalu dan semua sudah berakhir tidak perlu diingat lagi. Namun, ada yang harus kamu ketahui, bahwa ada dua nyawa lagi yang terlibat dengan masa itu, dan ada kemungkinan akan menghancurkan karir kita berdua.”
Omar, mulai tertarik dengan semua yang Teddy, ucapkan yang mulai menatapnya serius.
“Apa maksudmu Teddy?”
“Zoya, dia putrimu seorang dokter hebat, tapi … dia kembali tidak sendiri, melainkan dengan kedua anaknya. Kamu pasti mengerti apa yang aku katakan ini.”
“Apa Zoya, hamil setelah malam itu? Apa dia memiliki anak dari Ardian?”
Sudah menjadi rahasia umum bagi mereka. Orang lain bisa dibohongi tapi tidak dengan Teddy dan Omar, mereka mengetahui siapa yang ada dalam video itu setelah video itu tersebar. Namun, demi kebaikan keluarga Teddy, menutup semua itu dengan kabar pertunangan Ardian, sedangkan Omar, dia mengubur rapat-rapat tentang Zoya, yang menghapus nama anak itu dari anggota keluarga. Karena hasutan sang istri Omar, tega melakukannya, dan mencoret nama putri kandungnya sendiri, yang diganti dengan Mika, putri sambung serasa putri tunggalnya.
“Jawab pertanyaanku Teddy, apa Zoya punya anak dari Ardian?”
“Diam!” bentak Teddy. “Aku ingin ini menjadi rahasia kita. Aku tidak ingin nama Ardian, disebut lagi, dia putraku, kebanggaanku yang akan menikahi keluarga Maheswara.”
“Apa kamu hanya ingin menyalahkan putriku?”
“Bukankah kau sudah tidak menganggapnya putrimu. Jadi, uruslah dia jika perlu mintalah padanya untuk meninggalkan negeri ini. Jika kamu tidak bisa, maka aku yang akan bertindak.”
“Kau, sungguh biadab! Tidakkah kau merasa kasihan pada dua anak itu? Bagaimanapun mereka cucumu, darah daging Ardian, seharusnya kau menyuruh Ardian untuk bertanggung jawab bukan memintaku untuk mengasingkan cucu dan putriku.” Omar, sangat marah.
“Kamu bilang biadab padaku, apa kamu tidak berpikir kamu sama biadabnya yang tega mengusir putrimu sendiri. Hingga, dia hidup di negeri orang sambil membesarkan anaknya.”
Omar langsung diam, setelah mendengar perkataan Teddy. Pria berstatus Jenderal itu pun menarik diri dari kursinya, merapikan jasnya, lantas melirik Omar dengan tegas.
“Candra, akan membawa mereka padamu. Tunggulah, disini kau akan melihatnya, dan aku harap kau akan membawanya. Ingatlah dengan perkataanku Omar.”
Setelah mengatakan itu Teddy, melangkah pergi dari ruangan. Pembicaraan mereka yang begitu serius, sangat menakutkan hidangan-hidangan lezat yang sudah menjadi dingin kini.
Suasana menjadi hening, sesaat Teddy keluar dari ruangan. Pintu kembali terbuka memperlihatkan wujud kedua bocah menggemaskan, menatapnya dengan heran. Omar tertegun, dia terenyuh yang langsung bangkit dari kursinya, berjalan ke arah Zayden dan Zayda.
“Kakek, apa kau kakekku?”
“Paman, bilang kau adalah ayah dari mama apa itu artinya kau kakekku?”
Omar, terenyuh hatinya terhanyut dalam kesedihan. Mata yang mengembun bersamaan dengan sepasang tangan yang ingin memeluk mereka. Omar, mengangguk lalu memeluk keduanya.
Ya Allah, semoga kembar gak akan kenapa-napa...
up LG nnti thor
Pak Letnan, yang pintar kenapa sih gak liat itu anak-anak ada kemiripan gak sama dia, dan tas DNA. Apalagi punya rumah sakit sendiri... Gereget aku...