NovelToon NovelToon
Pernikahan Kilat Zevanya

Pernikahan Kilat Zevanya

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Pernikahan Kilat
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Naaila Qaireen

Zevanya memiliki paras yang cantik turunan dari ibunya. Namun, hal tersebut membuat sang kekasih begitu terobsesi padanya hingga ingin memilikinya seutuhnya tanpa ikatan sakral. Terlebih status ibunya yang seorang wanita kupu-kupu malam, membuat pria itu tanpa sungkan pada Zevanya. Tidak ingin mengikuti jejak ibunya, Zevanya melarikan diri dari sang kekasih. Namun, naasnya malah membawa gadis itu ke dalam pernikahan kilat bersama pria yang tidak dikenalnya.

Bagaimana kisah pernikahan Zevanya? Lalu, bagaimana dengan kekasih yang terobsesi padanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naaila Qaireen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14

SELAMAT MEMBACA

Zevanya terlihat berpikir keras, gadis itu baru teringat dirinya tidur di sofa kemarin malam. Dan tau-tau ia sudah berada di atas ranjang pagi ini. Itu memunculkan spekulasi bahwa Wira telah mengangkatnya.

“Kenapa? Ada yang ingin kamu tanyakan?” pria ini sungguh peka, maka Zevanya tak sungkan lagi.

“Mas yang pindahi saya ke kamar?” tanya gadis itu yang tiba-tiba kembali merasa malu, tubuhnya mungkin berat.

Wira menghela napas, manik matanya yang gelap menatap intens pada manik mata kecoklatan gadis itu. Zevanya gelagapan, berulang kali melihat ke arah lain.

“Lain kali jangan lakukan itu,” Zevanya menunduk merasa bersalah, pasti tubuhnya memang berat.

“Tidak akan saya ulangi, tapi lain kali jika tidak sengaja terjadi. Mas tidak perlu mengangkat saya lagi, saya tau, saya berat—“

Takkk!

Wira menyentil pelan dahi Zevanya, membuat si gadis mengaduh karena terkejut. Sentilannya itu sama sekali tidak sakit.

“Siapa yang mempermasalahkan berat badan? Saya mempermasalahkan kamu yang tidur di sofa, itu tidak nyaman, kamu juga bisa kedinginan.” Jelas pria itu membuat Zevanya tertegun. “Lagi pula berat apanya, kamu itu ringan sekali. Malah saya menduga kamu mengalami gizi buruk, lihat saja pipimu yang tirus itu.” Zevanya melotot, tidak terima di bilang gizi buruk.

“Haisss, tidak usah marah begitu. Itu memang kenyataannya dan sekarang saya akan pastikan kamu makan banyak, istri saya tidak boleh kurus.”

Mendengar panggilan istri membuat perut Zevanya tergelitik, lalu merambat ke wajahnya yang berubah merona. Gadis itu masih tidak percaya, apakah pernikahan ini akan berjalan serius ke depannya.

“Oh ya, ada satu hal yang ingin saya tunjukkan.” Wira berjalan menuju lemari ruang tamu, mengambil map coklat yang ia simpan kemarin malam. Membawanya menuju Zevanya untuk diperlihatkan pada si gadis.

“Ini apa?” tanya Zevanya, ketika Wira menyodorkan map coklat itu papanya.

“Buka lah, dan tanda tangani.” Pikiran si gadis sudah melayang ke mana-mana, dan menduga sesuka hati.

“Apa ini semacam perjanjian kontrak? Kita akan melangsungkan pernikahan kontrak, kapan masa tenggang pernikahan kita?”

Wira melotot tajam pada spekulasi Zevanya, “Buka Zeva, dan lihat. Kamu terlalu banyak membaca novel atau menonton film. Pernikahan kontrak? Apalagi tadi, masa tenggang? Kamu kira pegadaian.”

Zevanya menunduk, seram melihat reaksi pria itu. Tangannya pun dengan segera membuka isi map dan melihatnya sendiri. Merasa menyesal telah bertanya pada Wira yang ternyata sama sekali tidak memberikan jawaban.

Gadis itu menutup mulut setelah melihat isi dari map coklat tersebut, lalu pandangannya mengarah pada Wira dengan tatapan yang tidak percaya. “Mas serius mau menjalani pernikahan dengan saya?” tanyanya dengan nada ragu.

Map coklat itu berisi dokumen pengesahan pernikahan dari Pengadilan Agama. Ada salinan surat pengantar dari Pak RT, fotokopi kartu identitas mereka, dan beberapa dokumen lainnya yang diperlukan untuk proses pengesahan pernikahan. Di halaman paling depan, terdapat surat keterangan bahwa pernikahan mereka akan diakui secara hukum, tinggal menunggu tanda tangan dari Zevanya sebagai pihak kedua.

“Kenapa bertanya seperti itu? Saya sudah bilang, saya hanya menikah sekali. Kalau pun berpisah, itu hanya boleh karena maut. Zevanya Pandhita, sekarang kamu adalah istri saya selamanya,” ujar Wira tegas. Nada suaranya seolah ingin menghapus keraguan di hati Zevanya.

Zevanya menunduk, kebingungan. Ia tidak tahu harus berkata apa. Hanya satu kalimat yang akhirnya keluar dari mulutnya. “Kapan Mas mempersiapkan semua ini?”

“Sesaat sebelum kepergian saya minggu yang lalu,” jawabnya, Wira pun menjelaskan lebih lanjut. Ia telah meminta bantuan Pak RT untuk mengurus dokumen-dokumen yang diperlukan. Beberapa saksi dan penghulu yang menikahkan mereka secara agama juga telah dimintai persetujuan untuk bersaksi di Pengadilan Agama nanti.

“Pernikahan kita mungkin dilakukan secara kilat, tapi saya ingin memastikan semuanya sah, baik di mata agama maupun negara,” tambahnya.

Zevanya terdiam. Hatinya bergetar mendengar penjelasan Wira. Ia tidak menyangka Wira telah mempersiapkan segalanya sejauh ini.

“Kenapa Mas melakukan semua ini? Bukankah pernikahan kita hanya sebatas—“

“Sebatas apa, Zeva?” potong Wira, nada suaranya berubah dingin.

Zevanya tertegun. Ia tidak ingin menyakiti perasaan Wira, namun ia juga tidak bisa membohongi dirinya sendiri. Lebih tepatnya ia tidak berani terlalu berharap akan pernikahan ini.

“Kamu istri saya, Zeva. Saya tidak pernah berniat menjadikan ini main-main. Pernikahan ini adalah sesuatu yang serius bagi saya, dan saya harap kamu juga bisa memandangnya seperti itu,” lanjut Wira.

Zevanya merasakan emosi mengalir dalam kata-kata Wira. Ia tidak mampu menatap pria itu terlalu lama, karena tatapannya terlalu dalam dan syarat akan makna.

“Kalau kamu masih ragu, ambil waktu untuk berpikir. Tetapi bukan berarti kamu memiliki kesempatan untuk berpisah dari saya.” Kata pria itu tegas. “Pernikahan ini bukan sekadar status, Zeva. Ini adalah janji yang akan saya jaga,” lanjutnya berusaha menyampaikan makna tersirat bahwa Zevanya sekarang adalah tanggung jawabnya. Baik itu kebahagiaan, kesedihan, ataupun hal lainnya yang menyangkut gadis ini yang telah resmi menjadi istrinya.

Zevanya mengangguk pelan, tidak bisa membantah sama sekali. Aura pria itu begitu dominan sekarang, tegas dan tidak ingin dibantah. Berbeda jauh sekali dengan Wira yang ia kenal beberapa hari ini. Hangat dan sederhana.

Wira menyadari sikapnya yang terlalu berlebihan. Ia berdehem pelan, “Jadi, mari kita saling membangun kedekatan, Zev.”

“Jangan memotong nama ku, Mas!” ujar Zevanya berang.

Pria itu malah tertawa, merasa lucu melihat wajah sewot Zevanya yang sejatinya selalu terlihat tenang dan lembut. “Itu yang aku mau, mengganti sapaan kita dengan aku, kamu. Saya, kamu, itu terlalu formal, tidak cocok dengan sepasang suami istri bahagia seperti kita.”

“Pasangan suami istri bahagia?” Zevanya mengernyit bingung, mencari pembuktian kebahagiaan yang di maksud.

Wira kembali terkekeh, “Ya, aku akan menjadi suami yang manis agar kamu bahagia telah menikahi seorang Varrel Wira Sanjaya.”

Pipi Zevanya merona malu, ternyata pria ini bisa menggombal juga. Pribadi Wira yang hangat kembali bisa ia rasakan.

“Ngomong-ngomong Mas, nama kamu elite sekali. Kaya nama-nama orang kaya.” Gadis itu terkekeh sendiri dengan pemikirannya, sebelumnya ia tidak terlalu memedulikannya karena banyaknya masalah yang datang silih berganti.

“Dan kamu lebih suka yang mana, Wira yang seorang anak konglomerat atau Wira yang saat ini, miskin dan serba terbatas.”

“Maksudnya, Mas?” Zevanya sama sekali tidak mengerti.

Wira menatap Zevanya dalam, membuat gadis itu salah tingkah menatap ke arah lain. Entah kenapa aura Wira yang seperti ini membuat ia tak sanggup menatapnya, hatinya akan berdebar bak naik rollercoaster.

“Kamu lebih suka Wira yang kaya atau miskin?” tanya pria itu mempersingkat.

“Memangnya kamu miskin, Mas?” Zevanya malah bertanya balik. Membuat pria itu menepuk dahinya sendiri.

Zevanya terkekeh melihat kelakuannya, “Aku tidak tahu definisi miskin itu seperti apa, Mas. Apakah tidak makan berhari-hari, atau bekerja dari pagi sampai larut malam.” Gadis itu terdiam sejenak. “Semenjak menjalani pernikahan denganmu, hidupku terasa lebih baik, bahkan sangat baik.” Ucapnya dengan mata binar dan rasa syukur. Segala kesulitan yang dihadapinya dulu kini tak dirasakan lagi. Dan semua kebutuhannya pun dipenuhi oleh Wira yang merupakan suaminya.

Wira mengernyit akan penjelasan panjang yang di dapatkannya, “Apa pun keadaanmu, tentu aku akan menerimanya. Mari kita menjalani pernikahan ini dengan semestinya, tidak peduli kamu miskin atau kaya. Kita saling melengkapi dan menerima baik suka maupun duka.” Sama dengan Wira, Zevanya pun memutuskan untuk menerima pernikahan ini. Dua orang itu saling melempar senyum akan awalan baik hubungan mereka.

1
Eliermswati
wah keren wira emng bnr klo dah d buang buat ap d pungut lg bkn rmh tangga jd berantakan
Karina Mustika
langsung nikah aja nih..
Naaila Qaireen: Hehehhe, iya kak😅
total 1 replies
Nazra Rufqa
Nunggu dari lama kak, akhirnya ada karya baru... moga sampe tamat ya.
Nazra Rufqa
Mampir kak thor/Smile/
Naaila Qaireen: Siap kak, moga suka🤗
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!