Seorang dokter muda yang idealis terjebak dalam dunia mafia setelah tanpa sadar menyelamatkan nyawa seorang bos mafia yang terluka parah.
Saat hubungan mereka semakin dekat, sang dokter harus memilih antara kewajibannya atau cinta yang mulai tumbuh dalam kehidupan sang bos mafia yang selalu membawanya ke dalam bahaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sylvia Rosyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Pagi itu, embun masih menggantung di dedaunan ketika Rafael, Liana, dan Luca mulai melanjutkan perjalanan mereka. Matahari baru saja merangkak naik, mengirimkan cahaya keemasan yang membias di antara pepohonan hutan. Meski udara dingin masih menyelimuti, langkah mereka tetap tegap menelusuri jalur yang dipandu oleh petunjuk terakhir dari kuil.
Liana berjalan di antara Rafael dan Luca, sesekali membetulkan tas ranselnya yang berisi beberapa persediaan yang tersisa. Luka tembak di pundaknya masih terasa, tetapi ia menahan diri agar tidak mengeluh. Ia tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang dan berbahaya.
Luca yang berada di sebelah Rafael melirik sahabatnya yang tampak lebih banyak diam dibanding biasanya. Sejak kejadian di kuil, Rafael memang terlihat lebih protektif terhadap Liana, dan Luca tentu menyadari perubahan sikap itu.
“Kau baik-baik saja?” Luca akhirnya membuka percakapan, matanya tetap mengawasi jalur di depan mereka.
Rafael mengangguk tanpa menoleh. “Ya, hanya berpikir tentang langkah kita selanjutnya.”
Luca menghela napas, lalu menyeringai kecil. “Atau tentang Liana?”
Rafael terdiam, langkahnya sedikit melambat. Liana yang berjalan di depan mereka tampak tidak menyadari pembicaraan dua pria itu, terlalu fokus pada jalan setapak yang mereka lalui.
“Kau menyukainya, bukan?” Luca melanjutkan dengan nada menggoda.
Rafael meliriknya sekilas sebelum mengembuskan napas panjang. “Aku… mungkin.”
Luca menaikkan alisnya. “Mungkin? Itu bukan jawaban yang biasanya keluar dari mulutmu, Raf. Kau lebih tegas dalam segala hal. Jadi, kenapa soal ini kau masih ragu?”
Rafael terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata dengan suara lebih pelan, “Aku tidak ingin melibatkannya lebih jauh dalam dunia ini, Luca. Dia sudah kehilangan ayahnya, aku tidak ingin dia kehilangan lebih banyak.”
Luca mengangguk pelan. Ia bisa melihat kegelisahan dalam sorot mata sahabatnya. “Tapi Liana bukan wanita biasa, Rafael. Dia sudah membuat pilihannya untuk tetap bersama kita. Dan kau tahu, bukan? Aku bisa melihat kalau dia juga punya perasaan yang sama.”
Rafael menoleh sekilas ke arah Liana yang kini berjalan beberapa langkah di depan mereka. Hatinya terasa berat. Sejak awal, ia hanya ingin melindungi gadis itu. Namun, semakin lama ia berada di dekatnya, semakin sulit untuk mengabaikan perasaan yang tumbuh di dalam dirinya. Luka-luka di tubuhnya sudah biasa, tapi ketakutan akan kehilangan seseorang yang ia sayangi? Itu sesuatu yang baru baginya.
Sebelum Rafael bisa menjawab, Liana tiba-tiba berhenti, membuat Rafael dan Luca langsung waspada. Liana berjongkok dan menunjuk ke arah tanah, di mana jejak kaki yang masih baru tampak di antara rerumputan.
“Ada orang lain di sini,” bisiknya dengan suara tegang.
Rafael segera bergerak maju, memeriksa jejak itu dengan mata tajamnya. “Ini belum lama. Kita harus berhati-hati.”
Luca segera menarik pistolnya, bersiap jika ada sesuatu yang tidak beres. Liana merasakan jantungnya berdetak lebih cepat. Mereka tidak tahu siapa yang ada di depan mereka, apakah itu sekutu atau musuh. Namun, satu hal yang pasti—mereka tidak bisa berhenti sekarang.
“Baiklah,” Rafael akhirnya berkata, suaranya tegas. “Kita lanjutkan perjalanan, tapi tetap waspada.”
Liana dan Luca mengangguk, lalu mereka bertiga kembali berjalan, mengikuti jejak yang mungkin akan membawa mereka pada kebenaran yang selama ini mereka cari. Namun, di balik ketegangan itu, Rafael masih memikirkan satu hal: perasaannya pada Liana. Ia tahu, cepat atau lambat, ia harus mengambil keputusan tentang perasaannya yang semakin sulit untuk ia sembunyikan.
Dan ia hanya berharap, saat keputusan itu tiba, ia tidak akan terlambat.