NovelToon NovelToon
Bukan Lagi Istri CEO

Bukan Lagi Istri CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Duda / Janda / Kehidupan di Kantor / Slice of Life
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Yazh

Cerita yang memberikan inspirasi untuk wanita diluar sana, yang merasa dunia sedang sangat mengecewakannya.
Dia kehilangan support system,nama baik dan harapan.

Beruntungnya gadis bernama Britania Jasmine ini menjadikan kekecewaan terbesar dalam hidupnya sebagai cambukan untuk meng-upgrade dirinya menjadi wanita yang jauh lebih baik.
Meski dalam prosesnya tidak lah mudah, label janda yang melekat dalam dirinya membuatnya kesulitan untuk mendapat tempat dihati masyarakat. Banyak yang memandangnya sebelah mata, padahal prestasi yang ia raih jauh lebih banyak dan bisa di katakan dia sudah bisa menjadi gadis yang sempurna.

Label buruk itu terus saja mengacaukan mental dan hidupnya,

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yazh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perasaan yang Makin Dalam

Tanpa Britania sadari, Nathan sudah berdiri di belakangnya. Ia sedang berdiri dengan santainya di sana, di salah satu . Nathan berusaha menghalangi pandangan para pria yang sejak tadi memperhatikan Britania, diam-diam ia tidak rela Britania menjadi pusat perhatian.

"Yaaang... Bos kamu itu?" tunjuk Chacha ke arah Nathan, menyenggol pacarnya.

Brianda hanya mengangguk sambil memberikan botol minum yang sudah ia buka.

"Dia liatin Britania gitu banget, yaang..." bisiknya.

"Iyaa, yaang... kayaknya si Nathan memang suka sama Britania. Mereka habis jalan seharian kemarin," jawab Brianda.

Chacha mendadak langsung berhenti minum, hampir saja tersedak, ia menatap Brianda lebih dekat, matanya membulat terkejut.

"What?! Jadi itu yang namanya Pak Nathan? Hmmm... pantesan ngintilin kamu. Pasti kamu bilang aku sama Britania di sini, kan?"

Brianda hanya tersenyum seraya mengusap lehernya, merasa sedikit bersalah pada kekasihnya. "Kalau nggak diajak ngintil, dia bakal ngerecokin kita, yaang... Aku enggak mau kencan kita berantakan, loh!" ujarnya lagi, mencoba membela diri.

"Biasa gym di sini?" seru Nathan dari arah belakang Britania. Britania tidak kaget. Ia sebenarnya sudah mulai menyadari keberadaan Nathan saat mencium aroma parfumnya tadi, tapi ia tidak ingin menghentikan workout-nya hanya untuk menyapa boss-nya itu. Setelah selesai tiga set, ia baru berhenti untuk meraih handuk kecil yang Nathan berikan.

"Ke sini ngapain, Pak? Nggak pegang alat satupun," cibir Britania, dengan tangan masih mengelap keringat di dahi dan lehernya. Ia berusaha terdengar santai, padahal ada debaran aneh yang muncul di dadanya.

"Kamu berani mencibir bos kamu sekarang?" jawab Nathan, terkekeh. Matanya enggan beralih dari menatap Britania yang makin nampak seksi dengan keringat yang membasahi hampir seluruh tubuhnya.

Britania mengangkat alisnya. "Kamu yang bilang kalau di luar kantor kamu bukan bosku, kan?"

Nathan tersenyum tipis, rasa kagum dalam dirinya makin besar. Ia memberikan sebotol air mineral yang sudah dibuka. Tindakan kecil yang entah mengapa membuat hati Britania menghangat. Ia sendiri lupa kapan rasanya mendapat perhatian kecil seperti itu.

"Butuh instruktur?" bisiknya di telinga Britania, suaranya yang rendah membuat bulu kuduk Britania meremang.

Britania mengangguk pelan, seperti tertantang oleh perlakuan boss-nya. "Boleh. Aku butuh membakar kalori lebih banyak sepertinya. Minggu kemarin aku banyak ngemil, soalnya," jawab Britania, setelah menenggak habis air minumnya.

Nathan mulai berjalan, membantunya melakukan berbagai gerakan pada alat-alat gym. Ia tidak hanya sekadar mengawasi, tapi juga mengoreksi postur tubuh Britania dengan gerakan-gerakan ringan yang profesional, namun tetap membuat Britania nyaman. Hingga terakhir, ia mengajak Britania beralih pada stationary bike.

"Hei... Ini harusnya di awal. Tenagaku sudah mau habis, tahu!" protes Britania, napasnya tersengal. Tubuhnya hampir remuk semua disiksa Nathan dengan berbagai alat hampir sejam lamanya.

Nathan hanya tertawa kecil. "Mau nyerah?"

"Boleh lanjut, sih, asal besok kamu kasih aku cuti berbayar, kayaknya abis ini aku nggak bisa kerja soalnya. Tulang-tulangku remuk semuaaa..." canda Britania, tanpa tersenyum sedikitpun, ia ingin melihat reaksi Nathan.

Pria itu terkekeh. "Aku bayar cuti kamu untuk seminggu kalau mau. Setelahnya, kamu juga harus bekerja keras untuk aku." Nathan tahu Britania adalah pekerja keras, jadi ia menggunakan cara ini untuk mencoba masuk lebih dalam pada kehidupannya.

"Aku mending nyerah daripada besok sakit semua badanku, terus nggak bisa kerja buat kamu," sahut Britania, mengakhiri candaan mereka dengan senyum.

***

Malam harinya, Nathan kembali merecoki Brianda. Ia memanggil Brianda untuk datang ke rumahnya, padahal Brianda masih bersama Chacha. Nathan merasa tidak puas dengan jawaban Brianda di gym tadi. Ia butuh informasi lebih.

Kini segala tentang Britania menjadi sangat menarik buat Nathan.

"Kamu belum kasih jawaban, Nda, pertanyaan aku tadi pagi," seru Nathan begitu Brianda tiba. Wajahnya terlihat frustasi. Ia yang biasanya dikelilingi oleh banyak wanita yang bergentayangan demi mendapat perhatiannya, kini kesusahan untuk sekedar menyelami isi hati seorang Britania.

Brianda dengan kesal menghempaskan tubuhnya di kursi taman samping rumah Nathan, berhadapan dengan bosnya yang tengah sabar menunggu jawaban.

"Ck... Lo nyuruh gue datang buru-buru, kirain ada urusan apaan?"

"Mau gue potong bonus lo bulan ini? Hah!?" ancam Nathan, suaranya dingin, tidak sepenuhnya serius namun ada sedikit nada putus asa di dalamnya.

Kalau sudah mendapat ancaman seperti itu, Brianda hanya bisa pasrah menuruti kemauan bosnya. Ia sungguh tidak rela gajinya dipotong.

Brianda menghela napas, bersiap untuk memberikan informasi yang Nathan butuhkan.

"Sejauh yang gue kenal selama hampir enam tahun ini sama Britania, gue cuma bisa bilang kalau Britania itu wanita good looking, pasti.

Dia cantik, seksi, pintar, hebat, independent dan enggak menye-menye. Sangat menarik, yang pasti, Bos. Banyak yang sudah mendekati dia dari dulu, tapi gue belum pernah lihat dia punya hubungan dengan siapa pun. Dia terlalu mengabdikan dirinya buat erusahaan, Bos. Tuan Besar dan Nyonya sampai sayang banget sama Britania." terangnya panjang lebar, seolah sedang memberikan presentasi.

"Lo pernah juga tertarik sama dia?" sindir Nathan sinis,

Brianda hanya terkekeh keras mendengarnya. "Awalnya iya, Bos... munafik kalau gue sebagai laki normal nggak tertarik pada kecantikan dan keseksiannya. Dia good looking, ya good attitude, Bos. Bisa dibilang perfect-lah, high quality banget. Lo bisa survei sama karyawan pria di kantor, pasti nggak ada yang nggak tertarik sama Britania, gue jamin! Tapi gue pribadi nggak suka cewek yang terlalu mandiri. Gue lebih suka sama Chacha yang manja-manja gitu, haha..."

Nathan meletakkan kopi di tangannya ke atas meja, ekspresinya berubah serius. "Kamu bilang dia cewek yang kuat, mandiri, enggak menye-menye. Tapi kemarin aku lihat dia nangis. Nangis yang kayak hancur banget, Nda."

Brianda terlihat berpikir sebentar. Ia tidak pernah tahu Britania bisa serapuh itu. "Lo jalan pertama kali sama dia dan udah bikin nangis? Lo apain dia, Bos! Dia bukan tipe cewek kayak gitu. Gila, lo sampai bikin dia nangis... Seumur-umur gue kenal dia, kayaknya belum pernah, deh, lihat dia nangis."

Terdengar dengusan kasar dari Nathan. Dia merebahkan punggungnya di sandaran sofa, menghela napas. "Aku ke resepsinya Bentang sama Nadine. Nuca datang juga, kan? Dia biasa sok kecentilan sama aku, lalu tiba-tiba minta Britania untuk nyanyi di atas stage tanpa persetujuan dia. Britania kaget, pasti. Enggak mungkin nolak gitu aja, kan? Secara udah diliatin semua orang di ballroom, disorot lampu pula. Aku tahu Nuca sengaja mempermalukan Britania. Tapi Britania melakukannya dengan sangat baik, even dia jauh lebih baik dari Nuca nyanyinya. Dan habis itu, dia langsung keluar ballroom sambil nangis. Memang, sih, dia bilang kalau mau langsung pulang habis nyanyi. Pas aku tanya kenapa, dia enggak jawab apa pun. Aku coba tenangin dia, dan ya... cuma sebentar aja sih nangis dan sedihnya, tapi aku tahu dia kelihatan hancur banget saat itu. Apa cuma gara-gara dikerjain Nuca? Itu nggak mungkin. " Nathan menceritakan semua itu dengan raut wajah yang bingung.

Hari itu ia bisa melihat dari sorot mata Britania, ada luka dan kehancuran yang teramat dalam, jauh melebihi sekadar karna perlakuan dari Nuca.

Asisten Nathan itu kembali dibuat bingung. Cerita itu terdengar seperti bukan Britania versinya Brianda. Ia melihat Britania sebagai wanita baja, bukan seseorang yang bisa dihancurkan hanya oleh situasi seperti itu.

Keesokan paginya, Britania kembali ke rutinitas kantor. Ia melangkah ringan menuju ruangannya sambil memakan cokelat pemberian Birru, kepala departemen produksi yang selalu bersikap manis padanya. Birru muncul dengan menyodorkan sebatang cokelat, senyumnya ramah seperti biasa.

"Pagi, Bu Britania..." senyum ramah nan super manis menybiasa Briella di lobi pagi ini, Birru.

"Pagi, Biru... Kayaknya hari ini aku butuh cokelat lebih dari satu batang, deh, hihiihi. Aku banyak meeting dan mesti ke luar juga. Ada beberapa keluhan dari perusahaan mitra." ujar Britania, membalas senyum Birru.

Dia menanggapinya dengan mata berbinar. "Siap, Bri... Gue yang akan kawal meeting di luar hari ini, tenang aja. Mau berapa pun cokelatnya, gue beliin. Kalau perlu, gue bikin ready stock di mobil biar lo enggak sampai kehabisan," tawarnya dengan antusias.

Britania hanya tersenyum, Birru sudah memperlakukan Britania semanis itu sejak setahun lalu.

Di balik mejanya, Olivia sudah siap meledeknya. "Pagi, Mbak Bri... si Biru belum absen kasih lo cokelat? Hahaha..." seru Olivia.

"Belum, Liv... kalau ngasihnya cokelat gini, sih, bakal aku terima. Tapi kalau kayak lusa tuh yang kasih tas, malah aku tolak. Enggak bisa dimakan, soalnya, hahaha. Btw... Meeting, Bebs, bentar lagi," sahut Britania seraya melenggang menuju ruang meeting.

Hari semakin siang, matahari juga sudah naik tinggi. Terhitung sudah tiga jam Britania keluar dari perusahaan untuk meeting bersama para mitra. Mereka tidak bersedia mengerjakan ulang barang atau produk yang mendapat komplain dari customer, padahal itu adalah kesalahan dari pihak mereka.

Britania berusaha membujuk dengan segala cara, tapi mereka tetap kukuh pada pendiriannya.

"Bri... butuh rayuan sepertinya untuk membuat mereka bersedia memproduksi ulang," ujar Birru yang sudah hampir putus asa. Sambil menyeruput habis sisa kopinya.

"Perusahaan tidak bersedia memberikan uang lembur, Ru, sebagai ganti tenaga mereka, karena perusahaan sudah merugi dengan adanya retur produk itu. Sementara mereka harus mengejar produksi untuk pengiriman berikutnya," jelas Britania, mencoba tetap logis di tengah situasi yang rumit.

Birru merasakan apa yang Britania rasakan juga. Mereka sama-sama tahu perusahaan tidak bisa dan tidak mau rugi.

Britania memilih pelipisnya, kali ini otaknya buntu. "Come'on, Bri... otak cerdasmu sedang tidak bekerja dengan maksimal mungkin. Butuh cokelat? Gue beliin dulu, ya, biar lo bisa menemukan solusinya secepat mungkin," tanpa mempedulikan lirikan tajam Britania, Birru langsung berlari keluar ruangan untuk mencari cokelat.

Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Nathan keluar dari ruangannya bersama Brianda. Di lobi, mereka kebetulan bertemu dengan Olivia yang sedang menuju tempat parkir membawa long coat milik Britania.

Britania sengaja meminta Olivia membawakannya karena tempat meeting-nya searah dengan jalan pulang Olivia. Di luar langit sudah mendung, suara gemuruh petir juga sudah terdengar mengguncang langit sore itu. Pasti akan turun hujan sebentar lagi, jadi Britania meminta Olivia mengantarkan coat-nya.

"Olivia... itu jaket milik Britania, kan? Di mana dia?" tegur Nathan khawatir, seketika menghentikan langkah Olivia.

"Mmm... itu, Pak. Bu Britania masih di tempat meeting. Tadi minta saya menghampirinya untuk membawa jaket milik Bu Britania. Dia tidak tahan dingin. Sebentar lagi hujan," jawab Olivia.

Nathan dengan sigap langsung mengambil alih jaket Britania dari tangan Olivia,

"Biar saya yang antar," Olivia melongo, sekelas CEO bersedia mengantarkan jaket milik bawahannya??

Hanya Olivia atau memang, kalian juga merasa heran??

Nathan beralih pada Brianda."Nda, meeting di mana Britania? Sudah jam segini belum kembali juga?"

"Di perusahaan mitra, Bos. Membahas produk yang dikomplain customer dari Kanada. Tadi siang dia kasih kabar kalau belum berhasil membujuk mereka untuk memproduksi ulang barangnya. Dia pasti masih mengusahakan itu karena deadline-nya Jumat besok," jelas Brianda, menyadari ekspresi Nathan yang kini berubah menjadi serius dan khawatir.

Nathan tahu betul, Britania adalah tipikal orang yang tidak akan menyerah sampai tugasnya selesai. Dan ia juga tahu, Britania tidak akan tahan dingin. Hujan mulai turun, ada dorongan kuat dalam diri Nathan agar ia harus menjemput Britania.

Lanjut???

Terima kasih kalian yang sudah baca yaa😊

Ikutin terus perjuangan Nathan untuk meraih hati Britania yaaa😉

1
Roxanne MA
ceritanya bagus
Yazh: Terima kasih kak, nanti aku mampir ceritamu juga/Smile/
total 1 replies
Roxanne MA
semangat ka
Yazh: Iyaa, semangat buat kamu jugaa😊
total 1 replies
Roxanne MA
haii kak aku mampir nih, janluo mampir juga di karya ku yg "THE ROCK GHOST"
Yazh: siap kak, terima kasihh💙
total 1 replies
Eliana_story sad
bagus tapi gue kurang ngerti ingres
Yazh: hehehe,, cuma sedikit kak kasih bahasa inggrisnya buat selingan.
total 1 replies
Eliana_story sad
hay mampir ya
Yazh: hai juga kak,, siap mampir,,
total 1 replies
KnuckleDuster
Menarik dari setiap sudut
Yazh: terimakasih kakk
total 1 replies
Yazh
ok kak,, terima kasih.. gass mampir 🤗
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!