Ava Serenity Williams, putri bungsu Axton Brave Williams, jatuh cinta pada seorang pria bernama Ryan Dome. Ia mencintainya sejak berada di bangku sekolah. Ava bahkan rela menjadi seseorang yang bukan dirinya karena Ryan seakan menuntut bahwa yang akan menjadi kekasih dan istrinya nanti adalah seorang wanita sempurna. Ryan Dome, putra Freddy Dome, salah satu rekan bisnis Axton Williams. Freddy berencana menjodohkan Ryan dengan Ava, hingga menjadikan Ava sebagai sekretaris putranya sendiri. Namun, siapa yang menyangka jika Ryan terus memperlakukan Ava layaknya seorang sekretaris, bahkan pembantunya. Ia menganggap Ava tak pantas untuk dirinya. Ryan bahkan memiliki kekasih saat dirinya dalam status tunangan dengan Ava. Hingga akhirnya Ava memilih mundur dari kehidupan Ryan. Ia mencari ketenangan dan jati dirinya yang hilang, hingga akhirnya ia bisa jatuh cinta sekali lagi. Apakah cinta itu untuk Ryan yang berharap Ava kembali? Ataukah ada pria lain yang siap mencintai Ava drngan tulus?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PimCherry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MEMBUATNYA MENYESAL
Mario melakukan perjalanan cukup panjang untuk sampai di rumah sakit di mana kedua orang tuanya berada. Ayahnya kini tengah menjaga ibunya yang kesehatannya tengah drop. Namun yang mengusik hatinya saat ini adalah bahwa kini dirinya adalah seorang pengangguran. Bagaimana dia bisa membayar biaya rumah sakit nantinya.
“Dad,” panggil Mario ketika ia membuka sebuah tirai di salah satu ruang perawatan.
“Rio, kamu pulang? Apa atasanmu mengizinkanmu?” tanya Dad Moreno.
“Ya, Dad. Ia mengizinkannya,” Mario terpaksa berbohong karena tak mungkin ia menambah beban pikiran Ayahnya yang kini sudah pasti dipenuhi oleh kesehatan ibunya.
“Bagaimana keadaan Mommy, Dad?” tanya Mario yang kini sudah berada tepat di samping brankar ibunya.
“Sudah lebih baik, tapi dokter mengatakan mereka akan memantau dalam dua puluh empat jam ke depan bagaimana perkembangannya.”
Mario menghela nafasnya pelan kemudian menggenggam sebelah tangan ibunya, “Mom, cepatlah sembuh. Aku merindukan senyuman Mommy.”
“Kamu pulang dulu saja dan beristirahat, biar Dad yang menjaga Mommy. Perjalananmu pasti melelahkan,” ucap Dad Moreno.
“Aku akan tetap di sini bersama Dad untuk menjaga Mom. Lagipula aku bisa tidur di sini, tak masalah bagiku,” ucap Mario.
Ruang perawatan yang ditempati oleh ibu Mario, memang bersama dengan beberapa pasien lain. Mario berencana untuk tidur di kursi yang disediakan di samping brankar.
“Bisakah belikan Dad kopi, Rio?”
“Tentu bisa, Dad. Aku keluar sebentar.”
Mario pun keluar dari ruang perawatan yang diisi oleh lima orang lain selain ibunya. Saat ia berjalan di koridor untuk mencari mesin kopi, langkahnya terhenti ketika mendengar seseorang memanggil namanya.
“Mario! Mario Leonard!”
Mario tentu saja menoleh dan alisnya bertaut ketika melihat siapa yang memanggil dirinya.
“Dev?” gumam Mario saat melihat sahabatnya itu.
“Mar! Akhirnya aku bisa bertemu denganmu. Ke mana saja kamu selama ini dan mengapa kamu mengganti nomor ponselmu?” tanya Devian sedikit kesal karena tiba tiba saja Mario menghilang tanpa memberi kabar padanya.
“Apa aku memiliki kesalahan padamu hingga kamu menjauhiku? Apa ini karena Eleanor?” tanya Devian.
Tak ingin Devian salah paham, Mario pun menggelengkan kepalanya, “tidak, bukan karena hal itu.”
“Lalu apa? Katakan padaku!”
“Aku …”
“Apa kamu marah karena Eleanor menjadi kekasihku?” Devian masih tak percaya jika kepergian Mario bukan karena Eleanor, pasalnya dulu Eleanor sempat mendekati Mario.
“Bukan karena El, Dev. Keluargaku pindah, jadi aku harus ikut.”
“Pindah bukan alasan untuk memutus komunikasi di antara kita, Mar!” Devian masih tak terima dengan alasan yang diucapkan oleh Mario.
“Aku harus pergi, Dev.”
“Mar! Apa kamu ingin lari lagi hah?!”
“Aku tak pernah lari, Dev. Apa yang kulakukan memang harus kulakukan.”
Mario bergegas pergi dari sana. Ia yang awalnya ingin mencari mesin kopi pun memilih pergi ke kantin rumah sakit, agar ia bisa menjauh dari Devian. Ia tak ingin Devian mengetahui alasan kepindahannya dan merasa kasihan padanya.
*****
“Arghhh!!! Kacauuu!” umpat Ryan saat ia tak tahu di mana Mario meletakkan dokumen yang ia butuhkan untuk bertemu dengan manager proyek.
“Ada apa?” tanya Tamara yang masuk ke dalam kamar hotel Ryan pagi ini. Rencananya mereka akan makan pagi bersama kemudian langsung dilanjutkan dengan pertemuan dengan manager proyek.
“Mario pasti sengaja menyembunyikan dokumen yang akan ku bawa hari ini. Ia ingin membuat proyek kita kacau!” ujar Ryan yang merasa kesal karena tak menemukan dokumen itu.
“Aku bantu ya,” ucap Tamara kemudian membantu Ryan mencari dokumen yang akan mereka bawa untuk menemui manager proyek hari ini.
Ryan semakin mengumpat saat masih tak menemukan dokumen yang ia cari. Berbanding terbalik dengan Tamara, ia tersenyum saat melihat sebuah dokumen yang ia temukan.
“Apakah ini?” tanya Tamara saat melangkah ke arah Ryan.
Ryan yang mendengar ucapan Tamara pun langsung berbalik dan tanpa sengaja tubuh keduanya jadi bertumbukkan. Hampir saja Tamara terjatuh, tapi tangan Ryan langsung melingkar di pinggangnya. Kedua mata mereka pun bertatapan, menimbulkan suatu gairrah yang tak biasa.
Ryan yang diacuhkan oleh Imelda beberapa waktu ini, tentu saja langsung mengambil kesempatan. Ia harus menuntaskan sesuatu. Dengan cepat Ryan menyambar bibir Tamara, melum mat dan menyes sap nya. Tamara yang merasakan sensasi itu pun tanpa ragu membalasnya.
Awalnya Tamara berencana melakukan hal seperti ini dengan Mario. Siapa yang akan menolak seorang Tamara, apalagi hanya seorang asisten pribadi, demikian pikir Tamara. Meskipun ia tak lagi suci, Tamara yakin Mario akan menerimanya. Bukankah semua hanya masalah uang?
“Ahhh …,” suara des sahan dan er rangan pun memenuhi kamar hotel. Ryan dan Tamara seakan melupakan sejenak tujuan utama mereka datang ke kota itu.
Setelah keduanya mencapai puncak, Ryan merasa sesuatu yang berbeda saat berhubungan dengan Tamara. Tamara memang sudah tak suci lagi, tapi miliknya masih terasa menjepit milik Ryan dan itu adalah kenikmatan yang tak ia dapat dari Imelda sekembalinya wanita itu dari Paris.
“Kamu puas?” tanya Tamara.
Ryan tersenyum lalu memiringkan tubuhnya ke arah Tamara, “puas, terima kasih. Apa aku boleh melakukannya sekali lagi?”
Tamara tersenyum tipis, “nanti kita terlambat menemui manager proyek.”
“Kalau begitu, kita akan melakukannya lagi sekembalinya dari sana. Bagaimana?” Ryan sangat berharap Tamara mau mengulangi pergulatan panas mereka.
“Tentu saja,” ucap Tamara kemudian mencuri ciuman di bibir Ryan.
*****
“Ayo!” Nala menarik tangan Ava dan mengajaknya pergi.
Hari ini One akan bertemu dengan beberapa klien bisnisnya sehingga Nala tak akan ikut. Ia ingin menghabiskan waktu bersama dengan adik sepupu tersayangnya. Selain itu, Nala ingin Ava melupakan pria bernama Ryan Dome, pria yang menurutnya tak pantas untuk Ava yang begitu baik.
“Kita akan ke mana, Kak?” tanya Ava.
“Bersenang senang!” jawab Nala dengan gembira.
Nala juga ingin menikmati ‘me time’ untuk dirinya. Ia akan pergi ke salon untuk melakukan perawatan, kemudian makan makan, lalu sedikit berbelanja beberapa barang untuk putra putrinya.
“Yang benar, Kak? Apa kita akan ke taman hiburan?” tanya Ava antusias.
“Tidak! Kita akan ke suatu tempat yang akan merubahmu.”
“Merubahku? Apa kakak akan membawaku operasi plastik?” tanya Ava random.
Nala langsung tertawa, “kamu cantik, Va. Kamu tak perlu operasi. Kamu hanya perlu melepas kacamata ini dan sedikit berdandan.”
“Aku akan membuat pria bernama Ryan Dome itu menyesal karena telah membuang gadis secantik, sebaik, dan sepintar Ava. Lihat saja nanti, aku sudah tak sabar,” batin Nala dengan senyum penuh rencana.
🧡🧡🧡
terima kasih Thor dengan ceritanya yang keren
terima kasih kakak Author 🙏🙏
semoga kakak Author selalu sehat, selalu semangat dan selalu sukses dalam berkarya aamiin...
ditunggu karya berikutnya ❤️🙏💪💪💪
semangat tour semoga sehat selalu ditunggu up karya yang baru💪💪💪🥰
trimadong Nia jangan sia sialan kesempatan yg ada di depan mata