Di tanah Averland, sebuah kerajaan tua yang digerogoti perang saudara, legenda kuno tentang Blade of Ashenlight kembali mengguncang dunia. Pedang itu diyakini ditempa dari api bintang dan hanya bisa diangkat oleh mereka yang berani menanggung beban kebenaran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon stells, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~Misi Pengintaian Malam~
Malam menyelimuti Benteng Ironford dengan tenang, tetapi Edrick tahu ketenangan itu hanya sementara. Garrick pasti sedang mengatur pasukan untuk menyerang kembali. Edrick memanggil Darius, Selene, dan Mira di halaman tengah.
“Kita harus tahu langkah musuh selanjutnya,” kata Edrick. “Aku ingin kalian melakukan pengintaian malam. Temukan jumlah pasukan dan arah mereka.”
Darius menatap Edrick. “Ini berisiko. Kita bisa ketahuan jika bergerak terlalu jauh.”
Edrick mengangguk. “Aku tahu. Tapi informasi ini penting. Kita tidak bisa bertahan di benteng tanpa tahu kekuatan Garrick.”
Selene menyiapkan busurnya. “Aku bisa bergerak di sisi timur, tapi kita harus tetap diam dan cepat. Tidak ada ruang untuk kesalahan.”
Mira menambahkan, “Aku akan di sisi barat. Kita harus tetap berkomunikasi dengan tanda, bukan suara. Jika ketahuan, kita harus bisa melarikan diri.”
Mereka mulai bergerak perlahan meninggalkan benteng, menyusuri jalur hutan yang menutupi langkah mereka. Kabut tipis membuat jarak pandang terbatas, tetapi juga memberi perlindungan.
Beberapa menit kemudian, mereka melihat cahaya api dari kejauhan. “Itu pasti tenda musuh,” bisik Darius.
Edrick menunduk. “Kita harus mendekat, tapi tetap diam. Lihat jumlah mereka, siapa yang memimpin, dan apakah ada senjata berat. Semua harus dicatat.”
Selene menunduk di balik semak. “Ada sekitar lima puluh pasukan, bersenjata lengkap. Dua di antaranya menunggang kuda, tampak seperti pemimpin lapangan.”
Mira mencatat posisi tenda dan jalur patroli musuh. “Mereka membentuk barisan ganda. Jika menyerang Ironford, mereka akan datang dari utara dan timur.”
Darius menambahkan, “Ada kemungkinan mereka menunggu pengiriman tambahan. Kita harus cepat kembali ke benteng dan memberi laporan.”
Edrick mengangguk. “Kita tidak bisa tinggal terlalu lama. Kita sudah cukup tahu untuk merencanakan pertahanan.”
Mereka memulai perjalanan kembali ke benteng, tetap menghindari jalan terbuka. Cahaya Ashenlight yang Edrick genggam samar menyinari jalur mereka, cukup untuk melihat tanpa menarik perhatian musuh.
Beberapa saat kemudian, mereka mendengar suara langkah kaki mendekat dari sisi timur. “Ada yang mendekat!” bisik Selene.
Edrick mengangkat pedang. “Siap menghadapi siapa pun. Kita tidak boleh tertangkap.”
---
Langkah-langkah berat mendekat semakin jelas. Edrick, Darius, Selene, dan Mira merunduk di balik semak, mengamati bayangan gelap yang bergerak di antara pohon.
“Empat orang,” bisik Mira, matanya menajam memeriksa siluet. “Sepertinya pengintai musuh.”
Selene menatap Edrick. “Kita bisa menghindar, tapi jika mereka melihat kita, mereka akan segera melapor ke Garrick. Kita harus bertindak cepat.”
Edrick menimbang pilihan. “Kita bisa mengalihkan perhatian mereka. Mira, kau ambil sisi kiri. Selene, sisi kanan. Aku dan Darius bergerak ke depan untuk menyiapkan jalur aman.”
Mira mengangguk dan perlahan bergerak, senjata siap. Selene menyesuaikan posisi, anak panah terangkat siap dilepaskan. Dua pengintai musuh semakin dekat, tidak menyadari keberadaan rombongan inti.
Sekali isyarat dari Edrick, Mira menembakkan anak panah tepat mengenai kaki salah satu pengintai, membuatnya terhuyung dan jatuh. Selene menembakkan anak panah lain ke arah kedua pengintai, mengenai pundak salah satu dari mereka.
Edrick dan Darius bergerak cepat, menyeret pengintai yang terluka ke semak tebal agar tidak terlihat. Bayangan ketiga pengintai lainnya menoleh, terlihat bingung dan ragu.
“Sekarang!” bisik Darius. “Kita lewat sini!”
Rombongan inti melesat melalui jalur hutan, meninggalkan pengintai musuh dalam kekacauan. Kabut menutupi jejak mereka, memberi waktu berharga untuk kembali ke benteng.
Beberapa menit kemudian, mereka berhasil sampai di tepi hutan dekat Ironford. Benteng tampak sunyi, api unggun masih menyala, dan para pengungsi tetap berada di menara barat.
Edrick menurunkan Ashenlight, napasnya masih terengah. “Kita berhasil tanpa ketahuan. Sekarang kita punya informasi: pasukan Garrick sekitar lima puluh orang, siap menyerang dari utara dan timur. Dua di antaranya pemimpin lapangan.”
Darius menambahkan, “Kita harus segera memperkuat sisi utara dan timur benteng. Jebakan tambahan dan pengintai ekstra akan sangat penting.”
Selene menatap Ashenlight. “Keberanian kita malam ini memberi kita keuntungan. Tapi ini baru langkah awal. Mereka akan datang lebih banyak, lebih kuat, dan lebih siap.”
Mira menatap arah utara, di mana kabut masih menyelimuti ladang. “Kita harus memastikan setiap langkah besok tepat. Tidak ada ruang untuk kesalahan. Jika mereka menyerang, kita harus bisa menghadapi mereka dengan rapi.”
Rolf menegur dari menara barat. “Laporan kalian penting. Segera beri tahu semua orang untuk bersiap. Besok kita menghadapi ancaman nyata, dan Ironford harus siap.”
---
Fajar berikutnya di Ironford membawa suasana tegang. Edrick, Darius, Selene, dan Mira kembali mengawasi benteng, memeriksa jebakan dan posisi pengintai yang mereka atur malam sebelumnya. Informasi dari pengintaian memberi mereka gambaran tentang kekuatan Garrick.
Rolf memanggil para pengungsi yang bisa membantu. “Kita perlu menambah batu di tembok utara dan membuat parit tambahan di sisi timur. Kita harus memperlambat pasukan musuh jika mereka menyerang.”
Darius menilai posisi. “Bagus. Kita juga harus menempatkan pengintai ekstra di sisi selatan. Jika musuh datang dari arah itu, kita akan mendapat peringatan.”
Edrick menatap Ashenlight. “Aku akan berada di titik yang bisa memantau semua sisi. Jika mereka terlalu dekat, pedang ini akan memastikan mereka menyesal.”
Selene dan Mira menata busur dan anak panah, bersiap menembak setiap musuh yang mencoba mendekat. Para pengungsi ikut bekerja, menyiapkan perlindungan tambahan dan memeriksa jalur evakuasi.
Menjelang sore, semua posisi diperiksa ulang. Edrick memanggil rombongan inti. “Setiap titik harus terkoneksi. Ashenlight akan menjadi pusat pertahanan kita, tapi kita semua harus tahu siapa yang bertanggung jawab di setiap sudut benteng.”
Darius menambahkan, “Jika Garrick menyerang, kita harus siap menghadapi mereka dengan koordinasi sempurna. Tidak ada celah, tidak ada kesalahan.”
Selene menatap horizon utara, di mana reruntuhan Brimvale masih samar terlihat. “Kita bukan hanya melindungi benteng. Kita melindungi sisa warga Brimvale. Setiap gerakan kita penting.”
Mira menunduk, menatap busurnya. “Besok kita akan menghadapi pasukan musuh. Setiap jebakan, setiap pengintai, setiap posisi harus bekerja sempurna. Tidak ada toleransi untuk kelalaian.”
Malam itu, Ironford tetap siaga. Para pengungsi mencoba tidur dengan cemas, sementara rombongan inti tetap berjaga di titik strategis. Cahaya Ashenlight menembus gelap malam, menjadi simbol perlindungan dan peringatan bagi siapa pun yang berani menyerang.
Edrick menutup mata sejenak, memusatkan pikirannya. “Garrick akan datang lagi. Kita harus lebih cepat, lebih siap, dan lebih cerdas. Tidak ada ruang untuk kegagalan.”
Dengan tekad itu, malam di Ironford berakhir, namun ancaman Garrick tetap membayang.