Marina, wanita dewasa yang usianya menjelang 50 tahun. Telah mengabdikan seluruh hidupnya untuk keluarganya. Demi kesuksesan suami serta kedua anaknya, Marina rela mengorbankan impiannya menjadi penulis, dan fokus menjadi ibu rumah tangga selama 32 tahun pernikahannya dengan Johan.
Tapi ternyata, pengorbanannya tak cukup berarti di mata suami dan anak-anaknya. Marina hanya dianggap wanita tak berguna, karena ia tak pernah menjadi wanita karir.
Anak-anaknya hanya menganggap dirinya sebagai tempat untuk mendapatkan pertolongan secara cuma-cuma.
Suatu waktu, Marina tanpa sengaja memergoki Johan bersama seorang wanita di dalam mobilnya, belakangan Marina menyadari bahwa wanita itu bukanlah teman biasa, melainkan madunya sendiri!
Akankah Marina mempertahankan pernikahannya dengan Johan?
Ini adalah waktunya Marina untuk bangkit dan mengejar kembali mimpinya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#18
#18
Di rumah Farida, Marina mengaduk sambal yang sudah mendidih dengan tatapn kosong, ia tak banyak bicara setelah mematikan sambungan teleponnya dengan Diana.
Dan hal itu disadari Farida, “Kamu menyesal, Rin?”
Sekali lagi, Marina menghembuskan nafasnya. “Aku gak menyesal, hanya saja … “
“Hanya saja, apa?”
“Gwen, Cucuku. Aku kasihan padanya, Aku takut, Dia akan jadi korban kemarahan Diana yang sering tidak sabaran.” Marina kembali murung, disamping itu ia pun tiba-tiba merindukan Gwen yang sehari-hari bermain, makan dan sekolah bersamanya.
“Aku mengerti, jika Kamu merasa kasihan. Tapi, seperti halnya dirimu dulu, sekarang pun Kamu harus memberi waktu dan kesempatan pada Diana.” Farida mengusap bahu Marina.
“Percayalah, pada awalnya Kita harus bersikap kejam sebagai orang tua. Tapi yakinlah, itu semua demi kebaikan anak-anak Kita.”
“Semoga setelah ini, Diana dan Burhan bisa berubah menjadi lebih baik lagi,” harap Marina dengan penuh kepasrahan pada sang pemilik kehidupan.
“Amin.”
•••
Mobil mewah itu berhenti di depan sebuah rumah mewah, Agung segera membukakan pintu untuk Tuan Gusman. “Selamat beristirahat, Tuan.”
“Hmm, Kamu juga.”
Agung kembali menutup pintu mobil, sebelumnya ia membawakan pakaian ganti serta tas kerja milik tuan Gusman.
“Kamu pulang?” sambut Nyonya Selina dengan wajah berseri-seri, wanita itu bergegas merapikan penampilannya.
“Selamat malam, Bu.”
Nyonya Selina segera menghampiri Tuan Gusman, menggenggam erat lengan dan mengusapnya perlahan. Orang yang tidak mengenal mereka pastilah mengira jika mereka adalah pasangan suami istri, padahal nyonya Selina adalah istri kedua Tuan Cakrabima Senopati, Ayah kandung Tuan Gusman yang sudah lama meninggal.
Nyonya Selina, dulu janda muda itu dinikahi Tuan Cakra ketika berusia 25 tahun, dia juga membawa seorang putra hasil pernikahan sebelumnya. Ketika itu Tuan Gusman baru berusia 20 tahun, pria itu acuh-acuh saja saat Tuan Cakra kembali menikah setelah istrinya wafat.
Tapi melihat ketulusan Nyonya Selina, serta betapa bahagianya Tuan Cakra menikmati hari tua, lama kelamaan tuan Gusman pun mulai menaruh rasa hormat kepada wanita itu.
“Bagaimana kalau Aku siapkan makan malam?”
“Tidak, Bu, ini sudah terlalu malam.” Dengan halus Tuan Gusman menolak.
“Kalau begitu buah-buahan saja?”
“Maaf, tapi Aku hanya ingin istirahat,” tolak tuan Gusman.
Nyonya Selina tersenyum teduh, wanita itu pun mengangguk dan melepaskan tangannya.
Tak jauh dari sana, Teguh melihat adegan itu dengan wajah muak. Sejak ia kecil Ibunya itu lebih perhatian pada Tuan Gusman ketimbang dirinya yang statusnya anak kandung, hal itulah yang membuat teguh ingin segera menyingkirkan kakak tirinya tersebut dari Senopati Group.
“Mau kemana Kamu? Kita belum selesai bicara tentang calon istri untukmu.”
Namun Teguh tak lagi menoleh, ataupun menjawab! ia tetap melanjutkan langkahnya kembali ke kamar.
“Ya sudah, kalau begitu Aku mau makan sendiri,” gumam nyonya Selina. Wanita itu pun memanggang Steak untuk dirinya sendiri.
•••
Ditempat lain Burhan sedang kesal, ia baru selesai lembur, dan pulang ke rumah dengan harapan menemukan istrinya menyambut dengan senyuman serta makanan hangat yang tersaji di meja. Namun jangankan makanan, Ina sendiri belum sampai di rumah, karena wanita itu pun sedang ada acara makan malam di luar dengan teman-temannya.
Burhan menatap miris apartemen yang ia tinggali bersama Ina, tempat itu tak begitu luas karena mereka hanya berdua, tanpa anak-anak dalam waktu dekat, begitulah rencana mereka.
Tapi, tempat yang tak terlalu luas itu amat sangat jarang dibersihkan karena kesibukan penghuninya. Bantal sofa berserakan di lantai, kertas-kertas bekas pun tak kalah banyak, kasur yang entah kapan terakhir kali di ganti seprei dan sarung bantal gulingnya.
Ketika melihat dapur pemandangannya justru lebih menyedihkan, piring bekas makan tiga hari lalu masih utuh di tempat cuci piring, plastik bekas bungkus makanan pun demikian, hingga aromanya meracuni seluruh ruangan.
Ingin rasanya Burhan meraung keras, karena sungguh ia tak suka rumah yang berantakan. Ketika masih tinggal bersama orang tuanya, Burhan selalu mendapat perlakuan istimewa dari Marina. Makanan hangat dan lezat, rumah bersih, pakaian dan semua kebutuhan sudah tersedia tanpa perlu Burhan meminta.
Kini semakin terasa betapa Ina sangat jauh berbeda dengan Marina, dalam hal mengurus rumah.
“Dimana Kamu?” tanya Burhan melalui panggilan seluler.
Pendukungmu gak kaleng kaleng.
bnr jodoh tak kan kemana.
nanti ke hati bapak kok.hehehehehehe
mungkin nanti malam wa nya di balas sebelum bobok,biar tuan gusman tambah galau sampai kebawa mimpi🤣
bawang jahatna ya si Sonia
aku ngakak bukan cuma senyum2