Bagi orang lain, aku adalah Prayasti Mandagiri Bhirawa.
Tapi bagimu, aku tetaplah Karmala Bening Kalbu.
Aku akan selalu menjadi karma dari perbuatanmu di masa lalu.
Darah yang mengalir di nadi ini, tidak akan mencemari bening kalbuku untuk selalu berpihak pada kebenaran.
Kesalahan tetaplah kesalahan ... bagaimanapun kau memohon padaku, bersiaplah hadapi hukumanmu!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ➖ D H❗V ➖, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. PLAN B
Di sebuah villa bernuansa alami yang dibangun di atas lahan seluas seribu hektar. Villa itu dikelilingi hutan dan ada sebuah sungai yang melewati lahan itu. Meskipun villa itu jarang dikunjungi, tapi beberapa hari ini para pengawal sudah ditempatkan di sana. Mereka dibuat sibuk dengan peran gandanya, karena mereka semua harus menyamar.
Ada yang menjadi master chef, gardener, satpam, cleaning service, teknisi listrik, tukang ledeng, petugas laundry, hair stylist, make up artist, fashion designer, dan lain-lain. Tentu saja sebelumnya para pengawal itu sudah dibekali ilmu dengan mengikuti berbagai kursus.
Prado benar-benar serius dalam menjalani skenarionya. Karena tidak ada kata gagal dalam kamusnya.
Tapi siapa sangka, rencananya yang sudah matang itu harus terganggu karena suatu hal?
Prado mengambil ponselnya, menekan tombol hijau setelah melihat ada panggilan masuk dari Blue.
'Selamat siang tuan Prado yang tamvan, akika mau melapor ... kita kedatangan tamu tak diundang, Tuan.' terdengar suara sengau-sengau manja ala banci milik kepala pengawal yang menyamar sebagai fashion designer.
"Hentikan!!! Aku tidak tahan mendengarnya. Kau terlalu mendalami peranmu."
Prado merinding membayangkan Blue yang berotot dan berwajah garang itu beneran menjelma menjadi seorang banci.
'Maaf Tuan, saya terbawa kebiasaan beberapa hari terakhir.' Blue sudah kembali ke mode seriusnya.
"Katakan, terjadi sesuatu yang serius?"
'Yes, Sir. Ada beberapa orang menyambangi kawasan villa. Saya belum bisa mendeteksi, mereka dari klan mana?'
"Ciri-ciri mereka seperti apa?"
'Di antara mereka didominasi oleh sniper.'
"Hmmmm ... jalani peran seperti biasa. Tetap waspada. Kita beralih ke plan B."
Prado segera menghubungi Mr. Anthony, "Papa, ada yang mengacaukan planning kita."
'No, bukan mengacaukan. Ada yang mengajak Papa reuni.' Rupanya Mr. Anthony sudah tahu siapa tamu tak diundang itu.
Tak sia-sia Mr. Anthony menggaji besar Philbert selama ini. Bila misi kali ini berhasil, Philbert akan mendapatkan bonus gedhe dan cuti panjang untuk berlibur ke negaranya. Karena sebelumnya Philbert harus bekerja keras memperbaiki keamanan system informasinya, setelah pihak musuh berhasil meretas dan menggagalkan plan A.
"Kita jalani plan B, Papa?"
'Yes, plan B ++." Pikiran Mr. Anthony berkelana, mengingat kejadian di masa lalu.
'Dia datang setelah menahan lapar bertahun-tahun. Kita sambut mereka untuk lunch bareng. Siapkan menu terbaik!'
"Hmmmm, okay Pa."
Semua anak buah Prado yang terlibat di plan B, secara serentak mendapatkan notif di alat komunikasi canggih, berbentuk jam tangan yang mereka kenakan. Tidak tanggung-tanggung, notif itu datang langsung dari markas. Menandakan bahwa sesuatu yang serius telah terjadi dan semua harus siaga satu. Plan B ++ tidak boleh gagal.
Prado perlu tambahan personil di villa itu, tentu saja dengan peran yang berbeda. Mereka akan di tempatkan di area terluar kawasan itu. Dua lapis dengan konsentrasi yang berbeda.
"Yellow team ready on spot."
Yellow team yang berkonsentrasi ke arah luar, brrtugas untuk menghalau bila musuh mendatangkan tambahan personil dan amunisi.
"Red team ready on spot."
Red team berkonsenttasi ke arah dalam, bertugas untuk memastikan bahwa tamu tak diundang itu tidak satu pun bisa lolos. Red team sudah menandai, di mana saja musuh menyimpan amunisi senjata dan bahan makanan. Tapi membiarkannya untuk sementara waktu, sampai tamu yang diundang datang ke villa itu.
Sementara yang di dalam villa tetap menjalani aktifitas seperti biasa. Beberapa tambahan personil bertugas tidak tetap untuk memantau situasi, peran mereka seperti mengirim bahan makanan, pakaian dan kebutuhan harian lainnya. Tentu saja di balik semua itu disusupkan amunisi persenjataan.
Semua tampak normal dan tidak mencurigakan. Tamu tak diundang itu hanya focus menunggu seseorang yang rencananya akan tinggal di sana untuk beberapa waktu.
*
Senyum jumawa tampak di wajah Beno. Sebuah undangan makan siang dari Prado Garcia. Sebuah kehormatan tersendiri untuknya. Dan satu lagi hal yang membuatnya merasa di atas angin ... klan Gracia percaya bahwa Sabda benar-benar mengkhianati Prada.
"Siapkan team untuk mengawalku." Beno memanggil Black, anak buahnya yang paling bisa diandalkan.
"Baik, Bos." Black sudah menyiapkan team khusus yang selalu siaga kapan pun diperlukan.
"Jangan sampai anak buahmu.membuat kekacauan seperti yang sudah-sudah. Kesempatan ini tidak datang dua kali." Beno sangat berharap pertemuan kali ini akan membawanya untuk mencapai puncak kesuksesan. Menjalin kerja sama bisnis dengan klan Garcia adalah impian semua pengusaha di negeri ini.
Sebuah iring-iringan mobil memasuki kawasan villa. Melihat pepohonan yang semua batangnya miring dan condong ke arah timur, menunjukkan bahwa mereka sudah memasuki kawasan hutan karet, di mana villa tempat makan siang itu berada.
Klan Garcia adalah supplier karet terbaik dan terbesar di dunia. Lokasi di mana villa itu berada bukanlah perkebunan utama milik klan Garcia. Hutan kecil itu hanyalah cikal bakal bisnis karet milik Mr. Anthony, yang dibiarkan tetap tumbuh alami. Keluarga besar Mr. Anthony hobby menikmati wisata hutan di sana, berbaur dan mengikuti para pekerja untuk menderes karet. Sebuah pemandangan dan pengalaman langka di negara asal mereka.
Beno merasa sedang bermimpi sudah berhasil masuk ke kawasan itu.
"Apakah penampilanku sudah cukup meyakinkan?" tanyanya pada Black yang berada satu mobil dengannya.
"Sudah Tuan." Black merasa heran melihat Beno yang tiba-tiba berubah jadi centil dan narsis. Sejak tadi Beno sibuk membenarkan posisi dasi, merapikan kemeja bawahnya dan membenarkan lipatan lengan kemeja seolah takut lusuh. Tangannya juga terlihat beberapa kali menyugar rambutnya ke belakang. Tak ketinggalan, Beno juga bercermin melalui aplikasi di ponselnya. Menepuk-nepuk pipi dan belajar mempraktekkan bagaimana tersenyum menawan dan meyakinkan. Black hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan bosnya.
"Seharusnya kamu membawa seorang pengarah gaya untukku," obrolan Beno semakin terdengar ngaco di telingan Black.
"Kenapa tidak sekalian bawa make up artist, hair stylist dan fashion designer saja Tuan?" Ide Black makin parah.
"Kau benar, kenapa idemu selalu datang terlambat?" jawab Beno masih asyik bercermin dengan ponselnya.
"Hah ... aku tidak salah dengar? Apakah tuannya sedang tidak waras sekarang ini? Apakah euporia karena undangan itu telah membuat otaknya bergeser?" batin Black bingung sambil meniup genggaman tangannya lalu menempelkannya ke telinga kanan dan kirinya. Seperti tingkah laku orang yang telinganya tiba-tiba merasa tuli karena perpindahan lokasi dengan beda mdpl (meter di atas permukaan laut) yang lumayan drastis.
Bangunan alami villa sudah tampak dari kejauhan. Membuat Beno semakin merasa nervous.
"Tenang Bos, kau pasti berhasil." Black menepuk-nepuk bahu Beno, seolah sedang menyingkirkan ketombe yang ada di jas hitam Beno.
"Aku tidak sedang ketombean!" Beno menepis tangan Black dari bahunya.
Setelah memarkirkan mobil sesuai arahan satpam yang bertugas, Black turun membukakan pintu mobil untuk Beno. Hanya Beno dan Black yang masuk ke dalam villa untuk menikmati makan siang bersama Prado. Sedangkan anak buah Black berjaga di area parkir.
Baru saja Beno memasuki teras villa, tiba-tiba terdengar bunyi gaduh.
Dor ... Dor ... Dor ... Dor
Bunyi letusan senjata api saling bersahutan.