Lethisa Izzatunnisa adalah seorang gadis berusia 24 tahun bekerja di devisi keuangan pada salah satu perusahaan konveksi. Ia memiliki kekasih sejak kelas XI SMA bernama Irsyad. Keduanya menjalin kasih tanpa ada halangan yang berarti meskipun keduanya memilih jalur karier yang berbeda. Irsyad memilih menjadi dokter, sedangkan Sha, panggilan Lethisa, memilih menjadi karyawan kantor.
Kesibukan mereka sebenarnya tidak membuat komunikasi memburuk, tapi ada suatu peristiwa yang membuat Irsyad harus memutuskan Sha. Bahkan Irsyad mau menikahi seorang perempuan bernama Farah.
Bukan prank ataupun hoax. Pernikahan Irsyad pun terjadi. Bagaimana perasaan Sha? Ikuti kisah kasih Sha dengan berbagai trauma percintaannya, terlebih setelah bertemu Arsyad bos dan juga teman SMA nya. Happy reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
OTODIDAK
Sha sengaja menunggu Romi di parkiran. Teman beda devisi yang dulu sempat training bersama saat menjadi karyawan baru. Pemuda seumuran Sha itu masuk di devisi marketing virtual. Urusan editing video dan IT dia jago. Setiap projek di perusahaan dia selalu terlibat.
"Lama banget sih," omel Sha melihat Romi baru turun dari mobilnya.
"Ya elah, antar ayang dulu lah!" ucap Romi santai. Keduanya pun berjalan beriringan, untuk check lock sambil Sha tanya tentang editing video.
"Ya menurutq sih software itu sih yang cocok dengan spek laptop kamu," saran Romi yang sudah berhasil finger print.
"Menurut kamu lebih baik pakai laptop apa hp aja?"
"Laptop lah, nanti aku kasih software yang paling enteng dan paling mudah digunakan, intinya sering eksplore aja biar lihai," jelas Romi berjalan beriringan dengan Sha menuju lift yang sama.
"Emang buat apa sih? Kamu getol banget belajar edit video?" tanya Romi penasaran.
"Otw kaya aku mah," jawab Sha selengekan. Malu kalau mengaku jadi konten kreator kalau ilmu editing video cetek banget.
"Jangan bilang kamu mau jadi yout*ber," tebak Romi bahkan sampai berhenti mendadak di depan lift.
Puk.. Sha memukul lengan Romi lumayan keras, bahkan beberapa karyawan lain menoleh ke arah Sha dan Romi. "Maaf...maaf," ucap Sha pada beberapa orang yang melihat keduanya.
"Kamu apaan sih, diam napa," bisik Sha. Namun tak disangka, Romi malah merinding disko dengan jarak Sha sekarang, apalagi bisikan Sha mengenai tengkuk leher Romi.
"Jangan deketan gini, nanti ayang gue cemburu," balas Romi sambil berbisik. Sha spontan meliriknya tajam.
"Dih, najis," balas Sha tak kalah sewot.
"Jangan lupa kirim softwarenya ya, Mi. Makasih," ucap Sha sebelum Romi keluar dari lift, mereka beda satu lantai. Pemuda tampan itu hanya mangacungkan jempol.
Selama durasi kerja, Sha sangat fokus bahkan beberapa kali ia dipanggil rekannya yang sedang bergosip, ia hanya berdehem ah masa' sih aku gak tahu, kapan? Ih gosip mungkin, hanya sebatas itu menimpalinya, dan tetap fokus pada layar dan laporan.
"Lo emang dikejar deadline?" tanya Diva saat ketiganya makan di kantin perusahaan.
"Enggak, cuma lagi ada side job aja."
"Jangan bilang lo ikut perusahaan asing trus mau ambil data perusahaan kita," tuduh Diva karena rumor yang sempat beredar masih terus bergaung. Hingga beberapa karyawan menebak siapa pelakunya.
"Astaghfirullah...keji banget tuduhannya. Enggak lah," elak Sha memang bukan dia pelakunya.
"Trus kamu side job apaan?" selidik Diva penasaran. Ia sebagai senior tentu tidak ingin hal buruk terjadi pada Sha. Apalagi selama ini Sha dikenal anak baik-baik.
Sha hanya menatap Diva dan Heni bergantian, maju mundur akan bilang. Khawatir ditertawakan tapi kalau tidak jujur, berbahaya juga.
"Adalah pokoknya, belum launching. Nanti kalau udah fix cek status WA aku aja dah," jelas Sha yang kekeh gak mau terbuka soal side jobnya. Lebih baik dikeep dulu, baru kalau sudaj launching akan bercerita. Khawatir sebelum launching mendapat omongan yang kurang enak hingga mood untuk sukses putus sebelum berjuang.
"Bisnis tentang apa?" tanya Heni semakin penasaran.
"Berbau IT deh," Sha berniat memberi clue saja.
Heni dan Diva menghentikan makan siangnya, lalu menatap Sha. "Sha lo beneran gak terlibat projek hacker-hacker perusahaan kan," kembali tuduhan itu muncul, dan Sha menghela nafas berat.
"Enggak ih, dibilang enggak juga. Otakku mah gak nyampe hingga hacker-hacker itu, aku hanya melibatkan edit-edit video doang."
"Trus kamu kerja sama dengan siapa?"
"Emak aku aja," balas Sha singkat.
"Nih projek apaan sih, emang Bu Rahmi bisa gitu?"
Sha terkikik, membayangkan sang ibu yang lancar banget menjadi artis dalam podcastnya itu. "Bisa banget, membantuku 90% deh."
"Duh semakin kepo deh," sambung Heni. Sha tetap meredam kekepoan mereka dengan bilang tunggu tanggal mainnya.
Sha pulang dengan semangat. Setelah berberes diri, ia duduk anteng di meja kerjanya. Menghadap laptop dan mulai mengoperasikan software yang sudah dikirim Romi tadi pagi. Mulai mencoba untuk cut video. Sha berencana long shoot akan dibagi menjadi beberapa part. Bersyukurnya video rekamannya tidak ada suara sekunder yang menganggu jalannya cerita.
Sha pun memberikan slide tampilan awal sebagai ajakan untuk like, subscribe dan share video tersebut. Malam ini Sha pun edit video dengan khusyuk. Bolak-balik hapus ketik kalimat yang akan disertakan dalam video.
"Huh, edit video ternyata sulit. Pantas saja, orang IT dibayar mahal, " cicitnya sambil meregangkan otot.
"Kamu kerjain apa sih, pulang kantor malah anteng di kamar!" omel ibu yang sepertinya akan mengajak makan malam.
"Edit video, Bu!"
"Emang bisa?"
"Ya makanya belajar, susah sih tapi karena belum terbiasa."
"Gak mau minta ajarin siapa gitu?"
"Gak dulu deh, setidaknya Sha tahu jalan cerita perjuangan Sha untuk kayak. Lagian menambah ilmu baru juga. Pelan-pelan aja."
"Emang kamu mau kirim ke mana video itu?"
"You*ube, insta*ram, dan tik*ok!"
"Banyaknya, kenapa gak satu-satu aja?" tanya ibu yang membayangkan banyaknya media yang akan dipakai Sha untuk projek ini.
"Share ke media itu gampang bu, justru paling lama edit video. Apalagi video rekaman kemarin kan panjang ya, Sha mau potong menjadi beberapa part."
"Ah ibu gak paham ah, udah buruan ayo makan!" ibu pun keluar. Sha pun save kerjaan terlebih dulu, lalu menyusul sang ibu di ruang makan. Bahkan untuk makan pun tangan kirinya memegang ponsel, melihat video tutorial edit video menggunakan beberapa aplikasi.
"Makan dulu kenapa Sha!" tegur sang ibu yang kurang sreg dengan sikap Sha, tidak fokus saat makan.
Sha pun menyadari kesalahannya, segera meletakkan ponsel dan fokus pada makan meski otak sedang memikirkan edit video.
"Kamu Sha, pekerjaan video ini kan pekerjaan sampingan. Jangan sampai mengganggu aktivitas kamu, apalagi mengerjakannya di kantor jangan. Kamu harus bisa membagi fokus kamu, jangan semua dicampur. Malah gak ada yang maksimal."
"Iya, Bu. Maklum lah, baru banget mendalami edit video. Penasaran aja sama tulisan yang gerak, dikasih musik-musik gitu."
"Kalau memang gak sanggup, dan merepotkan pekerjaan kamu mending batal aja. Cari pekerjaan yang sebenarnya sudah kamu kuasai."
"Sha gak punya keahlian selain kerja kanto loh, Bu!"
"Masa' sih, bukannya anak ibu pintar desain baju ya. Tiap lebaran kita jahitkan baju juga pakai desain kamu, kenapa gak jual desain aja?"
"Jual di mana? Gak tahu pasarnya, Bu! Dalam pikiran Sha masih projek ini yang Sha anggap muda."
"Ya sudahlah, seenaknya saja. Tapi ingat, jangan sampai menganggu kerjaan kantor."
"Siap, Bu!" ucap Sha yang akan beranjak ke kamar lagi.
"Temani ibu nonton sinetron, bawa laptop kamu depan TV aja!"
"Iyaaaaaa," jawab Sha sedikit berteriak.
byk pelajaran hdp lho dimana wanita hrs kuat dlm kondisi apapun