JODOH SEBANGKU
"Maaf aku terlambat," ucap Sha sembari menarik kursi di salah satu cafe saat jam makan siang. Di depanny sudah ada pria yang hampir 7 tahun menjadi kekasihnya, Irsyad Ramadhan. Pria itu hanya tersenyum tipis, tapi sorot matanya tidak seperti biasa. Tampak seperti menyiratkan rasa bersalah yang luar biasa.
"Enggak pa-pa, baru juga masuk waktu makan siang. Kamu mau pesan apa?" tanya Irsyad sembari menyodorkan buku menu. Sha hanya menerima tanpa mengalihkan pandangan dari sang kekasih.
"Kamu kenapa?" tanya Sha to the point. Jelas ia melihat ada yang berbeda dari sorot mata sang kekasih. Biasanya kalau bertemu, tatapan Irsyad menampakkan kerinduan karena memang kesibukan mereka sejak kuliah di jurusan dan kampus yang berbeda hingga mendapat pekerjaan yang sama-sama menyita waktu. Komunikasi intens hanya via chat, telpon dan video call saja. Apalagi semenjak Irsyad sudah praktik di rumah sakit, jadwal kencan tak bisa dipastikan dengan jelas. Bahkan pertemuan kali ini adalah pertemuan pertama sejak 2 bulan lalu.
Weekend, tanggal merah tidak bisa mempertemukan keduanya, entah kenapa ada saja hal yang menghambat keduanya bertemu. "Aku gak pa-pa, segera pesan makan saja!" titah Irsyad tak memberikan jawaban pasti pada Sha.
Semakin membuat curiga, siang itu obrolan hanya didominasi Sha, tampak sekali kalau Sha yang senang dengan pertemuan kali ini. Bahkan kata kangen beberapa kali terlontar dari bibir Sha, dan ketika Irsyad ditanya kangen gak sama Sha, dia hanya tersenyum tipis. Fix, you are not okay!
"Jadi apa yang mau kamu sampaikan sebenarnya?" Sha sudah tak tahan, kecurigaannya sudah mencapai titik puncak dan tidak dapat diabaikan.
"Kamu gak telat ke kantor kalau aku cerita sekarang?" tanya Irsyad dengan wajah sedikit tegang.
"Gak pa-pa, silahkan cerita!" tegas Sha sedikit ketus pula.
Irsyad menghela nafas berat, menunduk sebentar. Kedua tangannya diletakkan di atas meja. Sha menunggu dengan sedikit kesal karena kekasihnya itu seolah mengulur waktu.
"Maaf," lirih Irsyad kemudian. Masih menunduk saja.
"Buat?" Sha sudah tidak sabar mendengar kesalahan yang diperbuat Irsyad.
"Aku besok menikah!" singkat, padat, dan hanya satu kaimat terlontar dari Irsyad yang kini sudah berani menatap Sha. Tampak air mata di sudut mata pria yang berprofesi menjadi dokter ini. Sungguh keadaan yang sangat sulit baginya mengatakan hal ini secara terus terang, tapi ia juga tak ingin melukai Sha lebih dalam lagi.
"Maksudnya?" Sha masih belum pahan dengan ucapan sang kekasih. Ini beneran atau hanya prank sih? Entahlah lebih baik meminta penjelasan dulu.
"Aku mau menikah dengan Farah!" tegas Irsyad sekali lagi.
"Kapan?" tanya Sha spontan. Otaknya masih loading mencerna pengakuan Irsyad, rasanya kosong dan hanya terlintas kapan di otaknya.
"Besok!"
Keduanya diam.
"Sha maafkan aku!"
"Jelaskan, Syad! Kita memulai hubungan ini dengan baik, berakhir pun harus baik. Terlepas ada pengkhianatan atau tidak." Begitulah Sha, ia tidak akan menangis saat ini, begitu mendapat masalah gadis cantik ini selalu berusaha kuat. Tak mau terlihat lemah, atau sampai dikasihani orang, ouh tak akan pernah.
Irsyad tampak diam, tangannya mengepal sepertinya ia menahan amarah atau bahkan emosi untuk tidak berucap kasar pada Sha. Gadis cantik yang sangat ia sayangi. Sungguh, sampai detik ini ia sangat menyayanginya. Hanya saja rasa bersalah terhadap wanita lain tidak bisa dihindarkan begitu saja.
"Aku gak bisa menjelaskan!" Irsyad seperti mau menutupi kesalahannya. "Aku berharap kamu ikhlas menerima keputusan sepihak ini."
"Baiklah aku tidak akan memaksa. Semoga pernikahan kalian lancar dan bahagia selalu. Maaf kalau selama ini aku punya salah ke kamu. Aku pamit ya," ucap Sha sembari berdiri. Tak ada salam perpisahan atau pelukan. Sha bukan gadis cengeng yang haus akan perhatian laki-laki. Sejak dulu ia memegang prinsip, kalau sudah tak cinta gak usah dipaksa.
Irsyad hanya mengangguk, dan membiarkan mantan kekasihnya itu pergi. Keduanya sudah tidak ada hubungan asmara, keduanya menangis tanpa suara. Hubungan sejak SMA harus kandas dengan alasan tak jelas, mungkin suatu hari Sha akan mendapat alasan kenapa sang kekasih bisa menikah dengan Farah. Siapa gadis itu?
Mencoba tegar, nyatanya Sha tak sekuat itu. Sesampainya di bilik kerjanya, ia langsung memeluk Diva, menumpahkan patah hatinya pada senior di kantornya. Beberapa pasang mata dari teman satu devisinya saling lirik, mencari tahu ada apa gerangan. Sekian dari mereka hanya Sha yang tak pernah menangis di kantor, sungguh gadis kuat yang mendadak rapuh.
Diva tahu, gadis seperti Sha tidak akan bisa ditanya saat menangis hebat seperti sekarang. Wanita single parent itu hanya mengelus rambut dan punggung Sha secara perlahan. Pundaknya sudah terasa basah tapi ia biarkan, baginya rekan kerja sudah dianggap adik, pasti saling membutuhkan.
"Maaf, Mbak. Pundak kamu basah!" sesal Sha sesenggukan.
"Gak pa-pa, Sha!" jawab Diva lembut, tanpa mau mengorek masalah yang dihadapi gadis cantik itu.
"Nih tisu!" sodor Heni, rekan kerja lain yang sejak tadi sudah kepo. Oke untuk beberapa menit, mereka akan mendengarkan keluh kesah Sha, bahkan Bu Retno, sang manajer keuangan pun ikut menunggu cerita anak buahnya meskipun ia masih berkutat dengan laptop, namun lirikan matanya tertuju pada adegan peluk memeluk Sha dengan Diva.
"Kepo ya!" ledek Sha sambil sesenggukan. Heni sampai menghela nafas dan menjitak kepala Sha begitu saja dengan gulungan kertas.
Kurang asem, batin Heni. Udah lama-lama menunggu orang nangis, malah dibilang kepo.
"Sialaaannn!" dengus Heni kesal, Sha pun tertawa dengan mata merahnya.
"Bukan hanya gue yang kepo, noh Kanjeng Retno juga dari tadi lirik-lirik ke sini, udah buruan cerita kenapa nangis. Bukannya kamu makan siang sama pacar kamu? Babang Irsyad!" cerocos Heni dan Sha langsung memeluk Diva kembali karena menangis lagi.
Semua di bilik itu dibuat bingung, dan pikiran mereka pun sama, pasti ada masalah hati. "Aku..Aku putus, Mbak. Sakit hatiku hu...hu!"
"Putus kenapa?" Bu Retno pun mendekat, tak tega dengan kondisi anak buah. Harus ia cari tahu juga, agar konsentrasi Sha tetap terjaga dalam pekerjaan.
"Dia mau menikah besok!" jawab Sha terus terang. Niatnya hanya mau berbagi cerita, karena ia tak mau stres akibat cinta. Ya buat apa juga stres putus cinta, toh cowok masih banyak. Begitu kata orang yang gampang move on. Benar juga, tapi ini masalah hati yang terluka dan masih basah.
"Me....menikah? Sama?"
"Farah, aku gak tau dia siapa. Aku juga gak tau kapan mereka menjalin hubungan sampai akhirnya memutuskan menikah di saat kita masih berhubungan. Jahat banget gak sih Mbak mereka, hu...hu....!
"Menangislah buat hari ini, tapi tidak untuk besok. Apalagi untuk cowok yang tak setia, hidup kamu sedang diselamatkan Gusti Allah dari dia," nasehat Bu Retno sembari menyentuh pundak Sha.
"Semua kembali bekerja, masa berkabungnya sudah lewat," lanjut Bu manajer. Antara banyolan atau nasehat sih, tapi terdengar . Masa berkabung? Emang ada yang meninggal gitu?
Good bye, Syad. I hope you always be happy. Love you, batin Sha sebelum berkutat kembali pada excel. Melupakan sejenak luka hatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Deasy Dahlan
Jodoh Allah yang mengatur... Percayalah Sha... ALLAH sdh mempersiapkan... Jodoh yg terbaik
2025-02-02
0
LS
Baru mulai sudah ada bawang🥺
2025-02-01
0
Zakia Nur Rachmawati
Awalnya ragu mau baca, tapi entah kenapa balik lagi
bab pertama bikin jatuh hati, mau lanjut baca lagi
2023-09-16
0