Zahra, gadis biasa yang begitu bahagia dengan kehidupan remaja pada umumnya, tiba-tiba harus meminta seorang ustad yang usianya jauh di atas dirinya untuk menikah.
***
"Ustadz Zaki!" panggilnya dengan sedikit ngos-ngosan, terlihat sekali jika gadis itu baru saja berlari.
Dua pria berbeda generasi yang tengah berbicara itu terpaksa menoleh kepadanya.
"Zahra, bisa sedikit sopan kan, kamu tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa!?" pria dengan baju putih dengan rambut yang juga sebagian memutih itu terlihat kesal, tapi si gadis tidak mengindahkannya. Tatapannya hanya tertuju pada sang ustadz.
"Ustad, menikahlah denganku!"
Pernyataan gadis itu tentu membuat sang ustadz tercengang, ia menatap pria di depannya bergantian dengan gadis yang baru datang dan tiba-tiba mengajaknya menikah itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua lamaran sekaligus
Tapi lagi-lagi pembicaraan mereka terhenti saat seorang gadis yang begitu langka pergi ke masjid tampak berjalan memasuki pekarangan masjid.
Dari tempat mereka duduk, tampak gadis itu mengedarkan pandangannya, tengah mencari-cari sesuatu.
Hingga akhirnya tatapannya tertuju pada tiga orang yang tengah menatap ke arahnya.
"Ustad Zaki." panggilnya dengan sedikit ngos-ngosan, terlihat sekali jika gadis itu baru saja berlari. Ia bahkan tidak mengucapkan salam terlebih dulu seperti orang-orang kebanyakan saat menyapa sang ustad atau siapapun.
Hal itu langsung mendapat tatapan protes pada ketiga orang itu.Tiga pria yang tengah menatap ke arahnya semakin fokus padanya.
"Zahra, bisa sedikit sopan kan, kamu tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa!?" pria dengan baju putih dengan rambut yang juga sebagian memutih itu terlihat kesal, tapi si gadis tidak mengindahkan ucapannya. Tatapannya hanya tertuju pada sang ustadz yang juga tengah fokus padanya.
"Iya zah, yang sopan sedikit. Beri salam sama ustad dan pak kyai dulu baru bicara." Amir ikut memberi nasehat pada gadis yang memang tidak punya sopan santun itu.
Zahra menelan salivanya, terlihat sekali kalau kali ini tenggorokannya begitu kering hingga ia melihat segelas teh yang terlihat masih belum di sentuh, dengan cepat ia berjalan mendekat dan meraihnya.
Cleguk cleguk
Beberapa tegukan saja, hingga teh yang belum sempat di minum pemiliknya itu berpindah ke kerongkongan Zahra.
"Ya Allah, Zahra!" protes Amir lagi sambil menggelengkan kepalanya. "Kamu ini benar-benar ya!"
Tapi lagi-lagi Zahra terlihat tidak mau berurusan dengan Amir, ia berdiri tepat di depan ustad Zaki, begitu dekat hingga ustad Zaki menundukkan pandangannya.
"Ustad!"
"Bisa jauhan sedikit, sudah selesai kan minumnya?" tanya ustad masih dengan menundukkan pandangannya.
Tidak bisa di pungkiri, saat Zahra mendekat dengan tiba-tiba dan meraih minumannya, tanpa sengaja ustad Zaki menatapnya dan itu menimbulkan debaran aneh di jantungnya.
"Ustad, menikahlah denganku!"
Pernyataan gadis itu tentu membuat sang ustadz tercengang, ingin sekali menatap gadis itu tapi dia terlalu dekat.
"Mundurlah sedikit!" perintahnya dan Zahra melakukan seperti apa yang di perintahkan padanya.
Ustad Zaki pun beralih menatap kyai Irsyad yang sedari tadi duduk di depannya bergantian dengan gadis yang baru datang dan tiba-tiba mengajaknya menikah itu.
Begitu juga dengan kyai Irsyad, ia sampai berdiri dari duduknya gara-gara ucapan Zahra. Bahkan ia menarik tubuh Zahra dengan kasar hingga lebih menjauh lagi,
"Zahra, kalau becanda jangan keterlaluan. Memalukan sekali." gerutu kyai Irsyad tampak sekali kalau dia sangat tidak menyukai gadis itu.
"Saya nggak becanda pak kyai. Saya benar-benar sedang meminang ustad Zaki." ternyata Zahra tidak mau kalah, ia menatap balik pak kyai . Seolah mengatakan kalau dia tidak takut dengan pria di depannya itu.
"Ya Allah dek Zahra, yang sopan sama pak kyai!" ucap ustad Zaki, ia tidak suka dengan sikap Zahra yang penuh arogansi itu.
Kemudian tatapan Zahra kembali pada ustad Zaki, "Bagaimana ustad bisa kan menikah dengan saya?, saya siap menikah dengan ustad saat ini juga"
Amir tidak jauh beda dengan dua orang itu, ia menatap bergantian pada ustad Zaki dan Zahra, ia benar-benar tidak menyangka Zahra mempunyai keberanian seperti itu. Bahkan selama ini Zahra begitu anti dengan ustad Zaki.
"Kamu nggak lagi kesambet apa gitu to zah?" tanyanya kemudian. Ia kembali meyakinkan kalau yang sedang bicara itu benar-benar Zahra yang ia kenal.
"Memang wajah Zahra tampak becanda apa mas?"
"Ya enggak sih!" ucap Amir agak ragu.
"Ayo ustad, jawab permintaan saya. Saya siap dengan semua syarat yang ustad ajukan." ucap Zahra lagi dengan begitu yakin.
Melihat kesungguhan di wajah Zahra, ustad Zaki bahkan tidak bisa menganggap itu sebagai becandaan.
"Baiklah, aku akan menemuimu nanti ba'dha magrib di rumah." sekarang sudah jam lima sore, setengah jam lagi magrib.
"Saya tunggu ustad, jika ustad tidak datang, saya yang akan menyusul ke sini." ucapan Zahra terdengar begitu memaksa.
"Iya!"
"Saya pergi!" Zahra sudah berbalik dan hendak melangkahkan kakinya, tapi kembali lagi Zahra berbalik,
"Assalamualaikum!"
"Waalaikum salam!" jawab ketiga orang itu serentak.
Kini setelah kepergian Zahra, di tempat itu masih ada tiga orang yang sama.
"Ustad, ustad jangan sampai kemakan omongan anak itu. Dia itu pasti hanya ingin mempermainkan ustad."
"Saya lihat tidak begitu pak kyai."
"Anak itu tidak bisa di pegang ucapannya, kalau pak ustad mau. Saya akan mencarikan gadis yang paling cocok untuk ustad, jauh lebih baik dari si Zahra itu. Ustad sudah tahu sendiri kan bagaimana perangai gadis itu."
"Biar saya pikirkan dulu pak kyai."
"Pokoknya jangan sampai di terima, ustad."
"Insyaallah. Biar Allah yang menentukan jodoh yang paling pantas untuk saya."
"Saya menunggu keputusan ustad, jika ustad bersedia dan siap. Sebenarnya kedatangan saya ke sini untuk meminta ustad menikah dengan putri saya Fatimah."
"Maksud pak kyai?"
"Saya tidak terburu-buru, jika ustad tidak keberatan kalian bisa saling mengenal dulu. Fatimah setiap hari juga pergi ke masjid untuk mengajar mengaji jadi ustad bisa langsung melihat sendiri bagaimana putri saya."
Ustad Zaki hanya tersenyum, ia benar-benar tidak menyangka dalam sehari bisa di lamar oleh dua gadis sekaligus. Jika hanya memikirkan bagaimana perangai dua gadis itu, tentu Fatimah menempati nilai tertinggi.
Tapi ini masalah menjadi teman hidupnya, ia tidak bisa sembarangan menentukan.
"Kalau begitu saya permisi dulu ustad, jika ustad butuh orang untuk di ajak bicara, pintu rumah saya selalu terbuka buat ustad."
Terimakasih atas kepedulian pak kyai."
"Sama-sama!"
Akhirnya kyai Irsyad benar-benar meninggalkan ustad Zaki.
Kini di tempat itu tinggal ustad Zaki dan Amir.
Amir sampai menggelengkan kepalanya tidak percaya,
"Ya Allah, enak ya jadi orang tampan. Sehari di lamar dua gadis sekaligus."
"Pusing, mir!"
Ustad Zaki memilih pergi meninggalkan Amir sambil membawa laptopnya.
Bersambung
Jangan lupa untuk memberikan Like dan komentar nya ya kasih vote juga yang banyak hadiahnya juga ya biar tambah semangat nulisnya
Follow akun Ig aku ya
IG @tri.ani5249
...Happy Reading 🥰🥰🥰...
jadi rada kagok😂😂😂😂
jadi rada kagok😂😂😂😂
krn jarang di NT...🤭
mksh kk baik🥰