NovelToon NovelToon
AMBISI SANG ANTAGONIS

AMBISI SANG ANTAGONIS

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / One Night Stand / Pelakor / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Angst
Popularitas:366.4k
Nilai: 5
Nama Author: Cublik

Di malam pertunangannya, Sahira memergoki pria yang baru saja menyematkan cincin pada jari manisnya, sedang bercumbu dengan saudara angkatnya.

Melihat fakta menyakitkan itu, tak lantas membuat Sahira meneteskan airmata apalagi menyerang dua insan yang sedang bermesraan di area basement gedung perhotelan.

Sebaliknya, senyum culas tersungging dibibir nya. Ini adalah permulaan menuju pembalasan sesungguhnya yang telah ia rancang belasan tahun lamanya.

Sebenarnya apa yang terjadi? Benarkah sosok Sahira hanyalah wanita lugu, penakut, mudah ditipu, ditindas oleh keluarga angkatnya? Atau, sifatnya itu cuma kedok semata ...?

"Aku Bersumpah! Akan menuntut balas sampai mereka bersujud memohon ampun! Lebih memilih mati daripada hidup seperti di neraka!" ~ Sahira ~

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

ASA : 31

“Tak perlu kau tanyakan, sedari awal Bunda sudah berikrar. Nyawa ini rela dikorbankan!” Netranya tak bergetar, ia gentar berjalan maju, sekalipun melewati bara api.

“Tak akan ada yang meregang nyawa, cukup sudah penderitaan kita. Saatnya memetik buah dari kesabaran, ketabahan.” Ia kecup pelipis yang telah ditumbuhi rambut berwarna putih.

Adisty terus melangkah sampai di meja makan keluarga, menatap tak suka pada hidangan yang sama sekali tidak tersentuh. “Mengapa belum makan malam ?”

“Bagaimana kami mau makan, Non. Kalau belum tahu kabar dari Nona Sahira,” sang bibi menunduk sedih, air matanya bercucuran.

“Kan tadi sudah ku kabari, dia baik-baik saja. Ingat pesannya! Kita dilarang sakit dan mengkhawatirkan dirinya. Ayo makan!” Ia menarik kursi untuk Selina, dan kedua bibi yang telah membersamai sedari bayi.

Meja makan luas cukup menampung 12 orang itu, kini telah diisi oleh Adisty, Selina, kedua bibi dan tiga asisten rumah tangga. Mereka makan dalam diam, tak ada yang bersemangat menyantap hidangan bergizi, semua pikiran tertuju pada Sahira.

“Apa kau yakin tak ingin ikut peragaan busana minggu depan, Nak?”

Adisty menelungkupkan sendok dan garpu, ia telah selesai makan. “Biarkan Arimbi menang, Bun. Anggap saja sebagai hadiah perpisahan sebelum keruntuhannya.”

“Toh, menang pun takkan berpengaruh pada butik kita. Dia tetap jauh berada di bawah,” lanjutnya tenang.

“Mbak, apa sudah ada kabar dari Iin?”

“Belum ada Non, mungkin tak lama lagi.” Ismi menjawab, nadanya terdengar lugas.

“Katakan padanya, untuk lebih hati-hati! Sebab, tak lama lagi si gila itu akan lebih tantrum lagi!” Ia memundurkan kursi, berdiri hendak meninggalkan meja makan.

“Baik, Non. Apa tak sebaiknya saya menyusul, menyusup ke hunian mereka?” tanyanya menawarkan diri, sedikitpun tak ada raut takut.

“Belum perlu, Mbak. Iin saja cukup! Diapun tak sendirian, ada yang menjaganya dari dekat.” Adisty menolak usulan asisten rumah tangga rasa saudara.

Keluarga Pangestu tak pernah membedakan kasta, gila hormat, dan berlaku semena-mena. Sebaliknya, mereka merangkul seluruh pekerja, memanusiakan manusia, menganggap bagian dari keluarga.

Maka dari itu, semua yang bekerja dengan keluarga Pangestu sangat berbakti, bagi mereka kesetiaan adalah harga mati.

.

.

Pagi hari, saat sang Surya belum menyinari bumi. Pada ruangan sunyi, sosok yang semalaman tak tidur sama sekali demi memastikan wanitanya baik-baik saja, terlihat keluar dari kamar mandi.

Meskipun telah membasuh wajah, tetapi lingkaran hitam terlihat jelas pada kelopak mata. Thariq membenarkan letak selimut Sahira, mengecup lembut keningnya. “Selamat pagi.”

Sapaan manis bersuara serak itu hanya ditanggapi oleh anggukan kecil, sejak tersentak dari tidur dikarenakan sebuah mimpi, Sahira enggan bersuara.

“Ingin sarapan apa? Bubur, mau?” Tak lelah ia mencoba membuka obrolan, walaupun hanya ditanggapi gelengan dan anggukan. Enggan memaksa sang istri memberitahu perihal mimpi yang berefek moodnya menjadi buruk.

Sahira menggeleng. Perasaannya bertambah tidak menentu, gelisah, uring-uringan.

Semalam, setelah melihat Sahira terlelap, Ibu dan adiknya kembali ke hunian Alamsyah.

Tepat pukul 08:30, Sahira diperiksa oleh dokter. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, hasilnya bagus. Sahira diperbolehkan pulang , menjalani rawat jalan, tiga hari kemudian kembali lagi ke rumah sakit untuk kontrol.

Setengah jam kemudian, pintu rawat inap Sahira diketuk pelan. Thariq melangkah untuk membukanya, ternyata yang datang ….

“Sahira.” Selina melangkah lebar.

Sahira merentangkan tangan kanannya, meminta ibu panti datang memeluk. “Bunda ….”

“Ya ampun, kok bisa sampai separah ini?!” Terlebih dahulu matanya menelisik luka pada sudut bibir, pipi, dan leher yang berwarna biru keunguan. Kemudian baru mendekap erat.

“Bisa ceritakan kepada saya, kronologinya Thariq Alamsyah?” Rahangnya mengetat, nada suara menahan amarah tidak lagi ditutupi. Kafka terlihat murka.

Thariq meminta ayah angkat istrinya untuk duduk, ia menceritakan kejadiannya secara mendetail.

“Maaf, bukan maksud saya ingin ikut campur. Namun ini sudah melampaui batas! Bukan lagi ancaman, tetapi penyerangan langsung. Bila kau tak bisa memberikan keadilan bagi putri kami, saya yang akan maju menuntut hingga palu hakim terketuk menjatuhkan hukuman setimpal bagi pelaku!” Terlihat Kafka tak hanya sekadar menggertak, tetapi mimik wajahnya menyiratkan kesungguhan.

“Hira mau mau pulang,” sangat lirih ia berbisik di telinga Selina, seraya mendengarkan perdebatan panas dua pria berbeda usia.

Selina menggenggam tangan Sahira, lau bersuara seraya menatap Thariq Alamsyah yang duduk di sofa ujung ruangan bersama suaminya.

“Thariq, Bunda dengar dari Sahira, kalau hasil pemeriksaannya bagus. Apa boleh kami membawanya pulang?”

Jelas saja permintaan tiba-tiba itu sangat mengejutkan. Thariq menoleh cepat, ia menggeleng. “Maaf, Bun. Saya yang akan merawat Sahira hingga sembuh!”

"Jangan egois, Thariq! Menjaganya di saat dia sehat saja kau tak mampu! Apalagi pas kondisi tengah runyam seperti ini. Sebaiknya selesaikan dulu urusanmu dengan Arimbi!”

Thariq menatap pada Kafka, ada tanda tanya bercokol dalam hatinya. Sosok pria baya dihadapannya ini, terlihat sangat berbeda dengan terakhir kali bertemu dengannya saat ia berkunjung meminta restu.

Kafka yang dia kenal, sosok tenang, diam, pengamat, tapi kini terlihat aura kuat ingin mendominasi, memaksakan kehendaknya.

“Bang … aku ingin ikut Bunda pulang ke panti,” celetukan Hira menarik atensi Thariq.

“Sahira, saya juga ingin merawat mu.” Thariq berdiri, mendekat ke ranjang sang istri.

“Nak Thariq, biarkan Hira pulang bersama kami. Betul yang dikatakan oleh suami saya, selesaikan lah urusan mu dengan Arimbi dan keluarganya. Sigit Wiguna, Widya Mandala, tentu takkan terima. Mereka pasti merasa ditipu, dijebak, dikarenakan sebenarnya Sahira masih hidup.” Selina maju ikut memberikan solusi.

“Kapan saja, kau bisa mengunjunginya. Pintu gerbang panti terbuka lebar untukmu,” nada suara Kafka terdengar lebih bersahabat, ia berhasil menguasai diri yang tadi nyaris lepas kendali.

Tiga lawan satu, Thariq kalah telak. Terlebih Sahira juga menginginkan berpisah sementara dengannya.

“Bisa tolong tinggalkan kami sebentar,” pintanya pada akhirnya.

Saat Selina melangkah menjauh dari ranjang, Thariq langsung mengisi tempat kosong tadi, menggenggam erat tangan Sahira.

Kafka dan juga Selina keluar dari kamar inap, memberikan privasi pada pasangan suami istri.

"Benar ini yang kau inginkan, Sahira?” tatapannya penuh harap, berharap sang istri menjawab sebaliknya.

Namun, harapannya pupus kala Sahira mengangguk.

“Aku ingin menenangkan diri, dan hanya panti tempat yang cocok. Harap Abang mengerti, untuk saat ini … jarak lah solusi terbaik bagi kita. Agar Abang bisa berpikir jernih, mengambil keputusan tepat tanpa berat sebelah.” Jemari jempolnya mengelus punggung tangan Thariq.

“Secepatnya saya akan menjemputmu!” Ditatapnya lembut netra lelah Sahira.

‘Sahira, saya mencintaimu.’ Ia mengecup sayang dahi sang istri, kalimatnya hanya sampai di tenggorokan. Tak mungkin sekarang menyatakan, kalau masih ada dua nama wanita di atas kartu keluarganya, berstatus sebagai seorang istri.

Perpisahan sementara itu pun terjadi, Thariq masih menatap lekat mobil yang membawa sang istri.

.

.

Dua jam kemudian, mobil yang membawa Sahira memasuki wilayah panti, berada di dataran tinggi Berastagi.

Kafka membukakan pintu untuk putri angkatnya, langsung saja udara sejuk menerpa kulit Sahira, ia mengenakan gaun terusan panjang dan selendang menutupi bahu. Pakaian yang dibeli saat perjalanan kemari.

Langkahnya tidak memasuki bangunan rumah singgah yang terlihat asri serta nyaman, tapi lurus menuju hutan pinus buatan.

Sahira menatap hamparan tanaman bunga Lili, Mawar, Daisy, semua bunga bermekaran itu berwarna putih. Melambangkan kesucian, kemurnian, dan keabadian.

Sampai dimana pada tempat indah dikelilingi gapura, tertutup tanaman bunga merambat. Sahira melepaskan sepatu flatshoes nya, melangkah tertatih dengan tubuh gemetar, air mata bercucuran.

Ia menyapa dengan gerakan jemari gemulai, komunikasi paling indah, bahasa isyarat. "Ibu Eswa ... Sahira pulang."

Tubuhnya luruh, rasa sakit pada fisik masih kalah oleh nyeri tikaman dihati, serta luka batin mendarah daging.

SAHIRA MAHESWARI PANGESTU, mengecup sayang batu nisan bertuliskan nama ... MAHESWARI PANGESTU. Korban Perkosaan SIGIT WIGUNA.

Kala itu ....

.

.

Bersambung.

Lanjut gak ini Kak?

Bagi yang berkenan, klik permintaan update ya ... Terima kasih 🤍🤍🤍🤍❤️

1
Mommy'ySnowy 💕
ouhh alamsyah murka krna sahira pke KB?
jd knpa bsa mual2,dn d prjelas sma anggoro itu kehamilan?/Doubt/
Mommy'ySnowy 💕
anggaraa kau itu titisan siapee? tau begituan bljar dr manee?🤦‍♀️😂😂🤣🤣🤣
jumirah slavina
sukuriiinnnnnn 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
harus tiap jam biar si kecebong bisa berenang dengan aman menuju 10 bulan kurang...🤣🤣🤣
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
kan kan kan,,, tapi kalo.ngelawan emang lebih enak sih...🤣🤣🤣🤣
jumirah slavina
sadar diri perlu ya🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
jumirah slavina
hhuuuuaaaaaaa Torik kerennnnnn...

Aku padaKuuuuuuu.....

readers : Aku padamu Jum... bukan pada'ku...

pokoke Aku padakuuuuuuuuu

Jumi : klo Aku pada'mu tar Bang Agam minta cerai lagi., gak akh...


🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
laaaaahhhh trus sahira huek huek kenapa... kembung doank...
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
damar mana woy... harusnya pawang adisty di masukin juga...
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
karna terlalu banyak denger ocehan si arimbi jadi gila si tono...🤣🤣🤣
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
astagfirullah... manukmu mabur...🤭🤭🤭🤭🤭
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
bukan,,,,, dia cuma anak.mungut dijalan trus di jadiin kembaran adisty...🤣🤣🤣
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
kamu juga anaknya kafka plus satu ari ari sama anggora...🤣🤣🤣
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
tinggal bilang HAMIL susah amat deh.. 🤣🤣🤣🤣
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒔𝒂𝒚𝒂 𝒔𝒖𝒌𝒂 𝒄𝒂𝒓𝒂 𝑻𝒉𝒂𝒓𝒊𝒒 𝒃𝒖𝒂𝒕 𝒍𝒊𝒏𝒅𝒖𝒏𝒈𝒊 𝑺𝒂𝒉𝒊𝒓𝒂 👏👏
Zeliii... S
Bang Thariq... gak sabar pen punya dedek bayi ya... biar lebih mengikat sahira... 🥰🥰🥰😘
Zeliii... S
Teparlah tuh rubah licik... 3-0...🤪🤪🤪🤪🤪
Zeliii... S
hihihi... Sahira gak sinkron badan sama pikiran nya... 🤣🤣🤣🤣🤣
Fera Susanti
3X sehari ath Thor up nya kayak minum obat🤭😬
Sulis Agustin
karya selalu q tunggu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!