Devina Arsyla meninggal akibat kecelakaan mobil, saat dia hendak menjemput putrinya di sekolah. Mobil Devina menabrak pohon ketika menghindari para pengendara motor yang ugal-ugalan di jalan raya.
Sejak kejadian itu Mahen Yazid Arham, suami Devina sangat terpukul. Dia lebih banyak menghabiskan waktu di kantor serta di club malam bersama teman-temannya daripada tinggal di rumah.
Hal ini membuat kedua keluarga sangat cemas dan prihatin, lalu mereka sepakat untuk meminta Mahen ganti tikar yaitu dengan menikahi Devani Arsya, adik kembar sang istri.
Namun, Mahen dan Devani sama-sama menolak. Keduanya beranggapan tidak akan pernah menemukan kecocokan, dengan sifat dan keinginan mereka yang selalu bertolak belakang.
Mahen sejak dulu selalu mengira Devani itu adalah gadis liar, urakan yang hanya bisa membuat malu keluarga, sedangkan Devani juga merasa kehadiran Mahen telah membuat dirinya jauh dari Devina.
Bagaimanakah kisah mereka selanjutnya? Apakah akhirnya mereka akan menikah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Julia Fajar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14. MENJALANKAN AMANAH KAKAK
Acara tahlilan sudah selesai, para penghuni rumah sudah masuk ke kamarnya masing-masing dan di sana hanya tinggal para pembantu yang lalu lalang bebersih dan berbenah.
Mahen, berbaring disamping putrinya yang pulas tertidur, pikirannya kacau saat mengingat semua yang terjadi. Baginya hal ini seperti mimpi, dalam sekejap dia telah menjadi pria tanpa istri.
Canda tawa, kemesraan bersama Devina tidak akan ada lagi, yang tertinggal hanyalah rasa sepi dan kesedihan mendalam.
Mahen tidak tahu bagaimana harus menjalani hidup kedepan, mengurus putri kecilnya, sendirian tanpa orang yang sangat dia cintai.
Kilas balik masa-masa indah bersama Devina terus terlintas dalam ingatannya. Satu persatu muncul hingga membuat Mahen tersenyum-senyum sendiri.
Namun saat mengingat kenyataan bahwa sang istri sudah tidak ada lagi di dunia ini, diapun tak kuasa menahan tangisnya.
Semalaman mata Mahen tak terpejam, hingga menjelang dini hari, barulah dia memaksakan diri untuk sejenak memejamkan mata.
Mahen tertidur tapi akhirnya dia terbangun saat mendengar suara lantunan ayat suci berkumandang di masjid menandakan waktu ibadah subuh akan segera dimulai.
Kemudian Mahen bergegas ke kamar mandi, membersihkan diri dan berwudhu. Tapi dia tertegun saat mendapati kenyataan bahwa baju sholat yang biasanya telah tersedia pada tempatnya setiap pagi, kini tidak ada yang menyiapkannya lagi.
Sejenak Mahen menarik napas dalam lalu menghembuskannya secara perlahan untuk mengurangi rasa sesak di dalam dada. Kemudian diapun bergegas menuju lemari dimana pakaiannya biasa Devina simpan.
Hal sepele dan kecil saja mampu mengingatkan Mahen betapa pentingnya peran Devina dalam kehidupannya, apalagi saat-saat utama ketika dirinya memang bergantung kepada layanan sang istri.
Setelah selesai bersiap, Mahen segera keluar dari kamar, tapi sebelum berangkat, dia menemui Mbok Ijah dulu di dapur. Mahen menitipkan Annisa yang masih tidur ke simbok untuk menjaganya, sampai dirinya kembali dari masjid.
Papa Andara yang melihat menantunya juga sudah bersiap segera menghampiri dan mengajaknya untuk ke masjid bersama-sama dengan para pria yang bekerja di rumahnya. Sedangkan para wanita menjalankan ibadah di kamarnya masing-masing.
Setelah selesai beribadah, mama menemui Devani dan simbok di dapur, beliau menceritakan tentang pembicaraan terakhir antara dirinya kemaren pagi bersama Devina saat sebelum terjadi kecelakaan.
Dimana Devina meminta agar Devani membantu mengurus keperluan anak beserta suaminya jika dirinya hari ini tidak bisa mengurus mereka.
Hal ini menunjukkan sebuah pesan atau amanah bahwa secara tidak langsung Devina sudah berfirasat bahwa dia akan pergi dan ternyata untuk selamanya.
Simbok yang kemaren memang mendengar percakapan antara Mama dan Devina pun mengiyakan, lalu berkata kepada Devani bahwa hal itu merupakan pesan terakhir sang Kakak untuk dirinya.
Devani menggelengkan kepala lalu berkata, "Kalau mengurus keperluan Annisa dan mengantar jemput ke sekolah aku sanggup Ma, tapi tidak dengan urusan Mahen. Seperti Mama dan Simbok tahu, kami selalu berbeda pendapat, jadi aku tidak mau beresiko terlalu mencampuri urusannya," ucap Devani.
Lalu dia melanjutkan ucapannya, "Sudahlah Ma, Mahen pasti bisa mengurus keperluannya sendiri dan secepatnya dia pasti akan mencari asisten pribadi yang akan membantu mengurus keperluannya," ucap Devani santai sambil menyiapkan penggorengan.
"Non mau apa? lho...Sini Non, biar Simbok saja yang memasak! Nanti tangan Non terkena penggorengan panas," pinta mbok Ijah.
"Biar aku saja Mbok, aku harus bisa dan harus belajar menggantikan tugas Devina, membantu simbok menyiapkan sarapan untuk Papa, mama dan juga Annisa. Soal Mahen terserah, jika dia suka boleh ikut makan, jika tidak dia bisa sarapan di luar. Yang terpenting sekarang, anak papa mama hanya tinggal aku, jadi mulai hari ini, akulah yang akan mengurus keperluan mereka," ucap Devani.
Devani lalu menyiapkan bahan-bahan, dia hendak memasak nasi goreng kesukaan Annisa, membuatkan roti bakar untuk Papa mama serta membuat susu untuk mereka semua dan memasak spaghetti untuk dirinya sendiri.
Spaghetti memang menu sarapan kesukaannya, apalagi buatan Devina, yang menurutnya sangat nikmat.
Pagi ini dia terpaksa dan harus bisa memasak untuk mereka semua walau mungkin rasanya tidak seenak masakan almarhumah sang Kakak.
Setelah selesai memasak dan menyiapkan sarapan, Devani mendengar suara tangis Annisa dari kamar Mahen, tapi dia tidak berani masuk ke dalam. Devani meminta simbok untuk melihat Annisa di dalam sana, sementara dirinya menata makanan.
Simbok pun masuk ke dalam kamar Mahen, merayu Annisa agar berhenti menangis, lalu menggendong dan mengajaknya ke dapur untuk menemui Devani.
Devani yang sudah selesai menata makanan, kemudian mengajak Nisa ke kamarnya untuk mandi tapi sebelumnya dia telah meminta simbok agar menyiapkan pakaian Nisa dan mengantarkan ke kamarnya.
Hari ini Annisa masih libur sekolah, karena masih masa berkabung, jadi Devani pun tidak berniat ke kampus. Dia ingin menemani keponakannya itu bermain di rumah untuk mengalihkan perhatian Annisa akan ketidak adaan sang Mama.
Mahen yang sudah kembali dari masjid segera masuk ke kamarnya, tapi saat dia tidak melihat putrinya di atas kasur, Mahen pun segera mencari simbok untuk menanyakan keberadaan Annisa.
Belum sempat Mahen bertanya kepada Simbok, dia melihat Annisa berlari keluar dari dalam kamar Devani untuk menghampirinya.
Annisa pun memeluk sang Papa sambil bertanya, "Papa darimana? tadi Nisa nangis, saat bangun tidak ada siapa-siapa di kamar," ucap Annisa.
"Maaf ya Nak, Papa tadi ke masjid. Nisa sudah mandi nih...hemmm, harum sekali anak gadis Papa!" ucap Mahen sambil memberi ciuman selamat pagi kepada putrinya itu.
"Iya Pa, Nisa sudah mandi sama bunda dan bunda janji lho Pa, nanti akan menemani Nisa menjenguk mama."
Belum sempat Mahen menimpali ucapan putrinya, Mama Intan dan Papa Andara tiba di sana.
"Pagi cucu Eyang," sapa Papa Andara.
Annisa pun menjawab, "Pagi Eyang Kakung dan Eyang putri. Ayo Yang kita sarapan. Kata bunda, ada nasi goreng kesukaan Nisa, bunda sengaja lho Yang, masak buat Nisa."
Papa Andara heran, lalu beliau memandang ke arah Mama Intan untuk mencari kebenaran atas omongan Annisa. Karena selama ini, yang Papa Andara tahu, putri bontotnya itu tidak pernah memasak.
Mama pun mengangguk, lalu mengajak Papa, Mahen dan juga Nisa ke ruang makan untuk menikmati sarapan hasil masakan Devani.
Sementara Devani sendiri tidak berani keluar, dia takut semua akan berkomentar tidak enak tentang masakannya.
Untungnya tadi dia tidak lupa membawa spaghettinya ke kamar, jadi sambil menunggu semua selesai sarapan, dirinya juga bisa menikmati menu kesukaannya itu.
"Hemm... enak! Ternyata aku pandai juga memasak," puji Devani pada dirinya sendiri sambil buru-buru melahap makanan kesukaannya itu.
Sementara Devani makan di kamar, yang lain menunggunya di meja makan. Melihat putrinya begitu lama muncul, sang mama pun tidak sabar, lalu beliau bangkit hendak memanggil Devani di kamarnya.