"Assalamualaikum Kapten"
.
Ini bukanlah drama Korea,
Dia bukan Kapten RI Jeong Hyuk,
Dan aku bukan Yoon Se Ri.
Tapi ini takdir Allah
Takdir yang membuat ku berpikir.
Apakah kita dipertemukan,
Hanya untuk diperkenalkan ?
Atau,
Mungkinkah kita dipertemukan,
Untuk disatukan ?
*****
Hallo semua 👋
Mohon maaf sebelumnya karena Karya ku yang judulnya "Angel's Story" tidak bisa dilanjutkan lagi.
Maka dari itu, aku memutuskan untuk membuat cerita baru yang terinspirasi dari drakor CLOY.
Hanya saja ini bernuansa Islami.
So, Happy reading guys 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azurra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menunggu (4)
Joo Young mengerjapkan matanya saat sayup-sayup ia mendengar perdebatan kecil yang terjadi antara laki-laki dan perempuan.
Dia tertidur dalam posisi duduk, kepalanya berada diranjang tepat disamping tubuh Nayla. Kedua tangannya yang menjadi bantal.
Pria itu mendapati Sua yang tengah beradu argumen dengan Min Hyuk. Entah apa yang mereka perdebatkan, pria itu tidak peduli.
Ia lebih memilih mengalihkan pandangannya ke arah jendela. Nampak jelas warna hitam telah mewarnai langit kota Chuncheon.
"Eh? Kau sudah bangun?" tanya Min Hyuk yang tak dihiraukan olehnya.
Sementara Sua langsung terdiam.
Dia mengalihkan tatapannya pada jam dinding. Waktu telah menunjukkan pukul sepuluh malam.
Berapa lama aku tertidur? Batinnya bertanya.
Terakhir yang dia ingat, dia tengah memainkan ponselnya disamping ranjang gadis yang tengah koma itu. Dan mulai merasa ngantuk, setelah itu dia tak mengingat apa-apa lagi.
Rupanya aku ketiduran.
Dia menatap Nayla yang masih enggan membuka matanya.
Selamat malam. Maaf aku ketiduran.
Kapan kau bangun? Ku mohon cepatlah buka matamu.
Pria itu hanya membatin. Dia tak bisa mengucapkan kata-kata itu saat Min Hyuk dan Sua berada di ruangan ini.
"Hati-hati, matamu bisa copot nanti," cibir Min Hyuk yang tengah mengamati tatapan pria itu.
Min Hyuk bangkit dari duduknya dan berdiri disamping ranjang Nayla, di depan Joo Young duduk.
"Apa kau menyukai gadis ini?" tanya Min Hyuk yang Langsung mendapatkan respon dari Joo Young, ia menatap pria yang bertanya padanya itu.
"Apa maksudmu?"
Min Hyuk mengangkat bahunya, "Entahlah. Hanya saja menurutku, tatapan matamu pada gadis itu mempunyai makna tersendiri," jawabnya.
"Tidak! Aku tidak menyukainya," ujar Joo Young dengan cepat.
"Aku tau kau menyukainya."
Kedua pria itu secara bersamaan melirik sumber suara yaitu Sua. Gadis itu menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Kau menyukainya sebab ia mirip dengan Hyun Joo kan?" tebaknya.
Joo Young hanya diam tak membantah.
"Aku juga tau rasa sayangmu pada Hyun Joo dulu, bukanlah rasa sayang seorang kakak pada adiknya. Tapi sebagai seorang pria pada wanita."
Sua berdiri dari posisi duduknya.
"Ingat Oppa. Jangan jadi pria brengsek dengan melampiaskan perasaanmu pada gadis yang tidak tau apa-apa ini." Sua bergerak memakai jas dokter kebanggaannya.
"Wajah boleh mirip, tapi jiwa mereka jelas berbeda. Sadarlah, Hyun Joo telah bahagia di sisi Tuhan," ia menghela napas panjang.
"Aku akan memeriksa pasienku dulu, jika ada sesuatu yang mendesak hubungi aku," lanjutnya yang kemudian berlalu dari ruang rawat Nayla.
Pintu kamar rawat Nayla tertutup sempurna bersamaan dengan sosok Sua yang telah menghilang.
"Sejak kapan dia tau?" tanya Min Hyuk yang sejak awal memang tau perasaan Joo Young pada adiknya itu seperti apa.
Joo Young hanya menggelengkan kepalanya.
Min Hyuk mengusap wajahnya dengan kasar dan duduk ditempatnya semula. Ia menatap Joo Young dengan lekat.
"Semua yang dikatakan Sua itu benar Joo. Kau tidak bisa menyukai gadis ini hanya karena wajahnya yang mirip dengan Hyun Joo. Mereka jelas berbeda."
Joo Young hanya membisu.
--------------
Gadis berseragam putih biru khas anak sekolah menengah pertama itu turun dari mobilnya dengan begitu riang.
Rambutnya yang dikucir Seperti ekor kuda itu melayang ke kiri dan ke kanan ketika ia melangkah sambil meloncat-loncat.
Hal yang membuat ia bersemangat pulang kerumah setelah jam sekolah berakhir adalah bertemu dengan kakaknya.
Gadis itu adalah Nayla. Ia terus tersenyum hingga memasuki ruang tengah rumahnya yang megah itu.
Namun seketika langkahnya terhenti dan senyumannya memudar saat mendengar bentakan dari suara yang ia kenali sebagai suara ayahnya.
Dengan penuh hati-hati, Nayla mendekati tempat yang menjadi sumber suara itu berasal.
"JANGAN GILA KAMU NAUFAL! KALIAN ITU SAUDARA KANDUNG. PAPA GAK AKAN BIARIN KALIAN BERBUAT HAL YANG DILARANG DALAM AGAMA!"
"Tapi pah, aku benar-benar menyayangi Nayla dengan sepenuh hati," bantah anak laki-laki yang masih menggunakan seragam putih abu-abu khas anak SMA.
Seragamnya nampak sangat berantakan.
"GILA KAMU! PAPA SUDAH BERKALI-KALI BILANG, KALIAN ITU SAUDARA KANDUNG. KALIAN BOLEH SAJA SALING MENYAYANGI TAPI HANYA SEBATAS KAKAK DAN ADIK. TIDAK LEBIH."
"AKU MENCINTAI NAYLA PAH. AKU SANGAT MENCINTAI DIA PAH!"
Bulir bening lolos begitu saja dari kedua pelupuk matanya.
Sementara Nayla yang mendengar kata-kata kakaknya itu hanya bisa menangis sambil membekap mulutnya sendiri dari balik pintu ruang kerja ayahnya.
Nayla tidak menyangka, selama ini perasaannya pada sang kakak ternyata bukanlah sekedar perasaan sebelah pihak.
Benar!
Nayla juga menyayangi Naufal layaknya rasa sayang dari seorang perempuan pada seorang pria. Hanya saja, ia sadar betul, bahwa perasaan yang ia miliki itu dilarang dalam agama yang dianutnya.
Di dalam sana, Robbi masih terus membentak Naufal yang masih saja memaksa untuk direstui hubungannya dengan Nayla, adik kandungnya sendiri.
Sementara di sofa panjang yang berada tak jauh dari meja kerja Robbi, Wirma hanya bisa menangis tanpa suara menatap suami dan anak laki-lakinya yang beradu mulut.
"SELAMA INI, AKU YANG PALING BISA MENJAGA NAYLA DIBANDINGKAN PAPA.
PAPA HANYA SELALU SIBUK DENGAN PERUSAHAAN TANPA TAU NAYLA BUTUH KASIH SAYANG SEORANG LAKI-LAKI, TERUTAMA SEORANG AYAH.
AKU PAH! HANYA AKU YANG BISA MENJAGA NAYLA SELAMA INI."
"APA PAPA TAU, KALAU NAYLA PERNAH DILECEHKAN SAMA SENIORNYA SAAT OSPEK KEMARIN? ASAL PAPA TAU, SAAT ITU NAYLA BUTUH PERHATIAN PAPA SEBAGAI SEORANG AYAH UNTUK MELINDUNGINYA.
TAPI APA PAH? PAPA MALAH SIBUK DENGAN PERUSAHAAN ITU."
Robbi dan Wirma terpaku saat mendengar kejadian yang diceritakan oleh Naufal. Pasalnya Nayla pun tak pernah memberitahukan kepada mereka.
"KENAPA PAPA DIAM? PAPA KEMANA AJA SELAMA INI?"
Naufal tersenyum sinis. Dia terus membalas bentakan Ayahnya dengan nada bicara yang sama juga.
"HANYA AKU PAH! AKU LAKI-LAKI YANG MENCINTAI NAYLA DAN SIAP MENJAGANYA. HANYA AKU." Naufal menepuk-nepuk dadanya sendiri.
"AKU AKAN MENGAJAK NAYLA PERGI DARI RUMAH INI KALAU PAPA DAN MAMA TETAP GAK BISA MERESTUI HUBUNGAN KAMI."
Amarah Robbi sudah tidak bisa terbendung lagi. Tanpa aba-aba, tangan lebar milik pria itu mendarat mulus di pipi kiri Naufal. Meninggalkan rasa perih dan panas dari bekas tamparan itu. Seketika pipinya memerah.
Nayla mendorong pintu ruang kerja ayahnya dengan kasar. Membuat ketiga orang yang berada di dalam ruangan itu mengalihkan perhatian mereka.
Nayla berjalan perlahan dan bersimpuh di depan ayahnya.
"Maafkan Nayla pah. Jangan pukul kakak lagi," ujarnya sambil terisak.
"Jangan pukul kakak pah," ujar gadis itu memohon.
"Dan kakak," Nayla mendongak menatap kedua manik mata Naufal yang sembab.
"Jangan bicarakan hal ini lagi. Cepatlah minta maaf pada papa kita."
Naufal menggelengkan kepalanya dengan pelan.
"Enggak! Jangan katakan itu Nay. Kita harus perjuangin perasaan kita," ia berujar seraya menarik kedua lengan Nayla untuk membantunya berdiri berhadapan dengan dirinya.
"Perasaan apa yang kakak maksud? Aku tidak memiliki perasaan lebih terhadap kakak."
Bulir bening menetes dari kedua matanya.
Bohong! Nayla berbohong. Setiap kali gadis itu berbohong, air matanya akan lolos begitu saja walau bukan dalam suasana sedih sekalipun. Dan Naufal tau betul itu.
"Jangan berbohong! Aku bisa melihat dari matamu dan juga buku ini," laki-laki itu menunjukkan buku diary Nayla yang kini telah berada dalam genggamannya.
"Di buku ini tertulis jelas, bahwa kamu menyayangiku melebihi rasa sayang pada saudaramu sendiri. Iya kan?"
Nayla diam hanya menangis. Naufal mencengkeram kedua bahu Nayla dengan erat tanpa dia sadari. Membuat Nayla meringis kesakitan.
"JAWAB NAYLA!" Ia membentak gadis itu.
Tanpa mendengarkan bentakannya, gadis itu menepis cengkeraman tangannya Naufal dengan begitu kasar. Ia langsung duduk bersimpuh kembali di depan kaki Ayahnya.
"Papa tolong. Maafkan aku dan kakak. Kami janji akan melupakan perasaan kami masing-masing."
Amarah Naufal makin besar saat mendengar ucapan gadis itu.
Ia menarik lengan kanan Nayla dengan kasar. sehingga gadis itu terpaksa bangkit dari duduknya dan menariknya hingga keluar dari ruangan itu.
Robbi dan Wirma terkejut atas tindakan Naufal yang sudah tak terkontrol. Mereka menyusul langkah Naufal dan Nayla yang kini sudah berada parkiran.
Nayla merintih kesakitan seraya mencoba melepaskan tangannya dari genggaman kakaknya itu.
Namun tenaganya tak bisa menandingi kekuatan dari genggaman tangan Naufal.
Naufal membuka pintu depan mobilnya dan mendorong tubuh Nayla dengan kasar hingga gadis itu terduduk di dalam.
Lelaki itupun masuk ke dalam mobilnya dan langsung mengendarai mobilnya keluar dari pekarangan rumah.
Meninggalkan Robbi dan Wirma yang semakin khawatir sehingga memutuskan untuk menyusul mereka dengan mobil lain.
"KAKAK TOLONG JANGAN LAKUKAN INI!"
Nayla membentak Naufal yang kini semakin menambah kecepatan mobilnya.
Tapi lelaki itu tak menghiraukan perkataannya.
Mobil itu terus melaju membelah jalanan kota yang kian banyak pengguna jalan karena waktu sudah menunjukkan pukul lima sore, waktu dimana para pekerja bubar.
Nayla menggigit bibir bawahnya karena semakin takut dengan Naufal yang makin menggila dengan laju mobilnya.
"Kak aku takut," ujar gadis itu lirih.
Namun lagi-lagi Naufal tak mendengarkannya.
"Aku gak bisa hidup tanpa kamu Nay," ia melirik Nayla sekilas lalu kembali menatap ke depan, "Aku sangat-sangat mencintaimu," lanjutnya.
Nayla mendengar itu. Sedikit terbesit rasa bahagia dalam hatinya, tapi rasa berdosalah yang paling besar ia rasakan.
"KAKAK BERHENTI ATAU AKU AKAN BERHENTI MENCINTAI KAKAK!"
Pekik gadis itu yang membuat perhatian Naufal teralihkan sehingga ia tak bisa lagi mengendalikan laju mobilnya.
Tanpa sadar ia semakin menekan setir mobilnya ke arah kanan hingga keluar jalur jalanan. Mobil itu oleng hingga akhirnya bagian kanan dari mobil itu menabrak dengan keras pada pagar beton rumah warga yang berada di lingkungan itu.
Beruntung saat mobil Naufal oleng ke kanan, tak ada pengguna jalan dari ruas jalan sebelah kanan. Maka dari itu, tak ada korban lain selain hanya mereka berdua.
Kondisi mobilnya hancur. Semua kaca mobil pecah. Dan lebih para pada bagian kanan tempat Naufal duduk.
Kecelakaan mereka mengundang kehebohan masyarakat sekitar. Beberapa orang pria dewasa memaksa membuka pintu mobil sebelah kiri, tempat Nayla duduk.
Kepala gadis itu mengalir darah segar. Nayla yang masih dalam keadaan sadar, mencoba membuka matanya yang terasa sakit.
Ia mendapati tangan kiri Naufal berada dibagian tubuh depannya. Ia mengingat, saat mobil oleng, lelaki itu menahan posisi tubuhnya agar tak terbentur pada dashboard.
Ia melirik ke sebelah kanannya dan mendapati wajah Naufal yang sudah berlumuran darah.
Lelaki itu sudah tak sadarkan diri.
Air mata Nayla lolos begitu saja saat melihat kondisi kakaknya. Namun sedetik kemudian, gadis itu akhirnya ikut tak sadarkan diri.
-----------
Joo Young yang tengah merenungi perkataan Sua satu jam yang lalu terkejut saat mendapati gadis yang masih terbaring kaku di ranjang pasien itu mengeluarkan air mata.
Jemari tangan kanannya pun bergerak hingga beberapa kali.
Pria itu dengan gerak cepat menekan tombol darurat yang ada pada kamar pasien itu.
Tak perlu menunggu waktu lama, Sua dan dua orang perawat yang ditugaskan untuk merawat Nayla langsung masuk dan memeriksa kondisi kesehatan gadis itu.
Kondisi kesehatan Nayla mulai membaik.
Perlahan ia membuka matanya yang sudah tiga hari tertutup rapat itu.
Sua dan kedua perawat itu pun terkejut. Sama halnya Joo Young yang menatap tak percaya bahwa gadis itu telah sadar dari kondisi komanya.
Kedua manik mata Nayla bergerak menatap dokter serta dua orang perawat yang kini tengah memeriksa keadaannya. Gadis itu mendengar ketiga perempuan di depannya berbicara menggunakan bahasa yang tidak ia mengerti.
Sua tersenyum pada Joo Young.
"Dia sudah siuman." ujar Sua.
Joo Young menghampiri lebih dekat ranjang pasien itu. Dia menatap manik mata gadis itu yang terlihat kebingungan.
"Ka--mu si--apa?" ujar Nayla dengan suara yang serak dan pelan.
Sua dan kedua perawat itu menatap bingung dengan apa yang Nayla ucapkan. Mereka tak mengerti dengan bahasa yang digunakan oleh gadis itu.
Sementara Joo Young kini terlihat bahagia.
"Aku calon suami kamu," ujar Pria itu yang makin membuat Sua penasaran dengan apa yang mereka katakan.
*********to be continued*******
Hallo semua 👋
Maafkan atas keterlambatan update.an part yg ini yah. Sebab kadang masih suka plin plan buat bikin plot yg menarik dan nyambung. Jadi perlu di edit/revisi berkali-kali..
Kedepannya cerita ini bakal update seminggu 3 kali (InsyaAllah klw author ga berhalangan).
Pantengin terus yah tiap hari Jum'at, Sabtu dan Minggu.
Semoga terhibur dengan cerita ini 🙏
Jangan lupa tinggalkan jejak like ataupun Vo-ment untuk sekedar mejadi support aku buat lanjut nulis kisah ini yah ☺️
Terimakasih 🤗***
semoga skripsi.a lancar n segera wisuda... good blaze...!!!