Kehidupan Zenaya berubah menyenangkan saat Reagen, teman satu kelas yang disukainya sejak dulu, tiba-tiba meminta gadis itu untuk menjadi kekasihnya.
Ia pikir, Reagen adalah pria terbaik yang datang mengisi hidupnya. Namun, ternyata tidak demikian.
Bagi Reagen, perasaan Zenaya tak lebih dari seonggok sampah tak berarti. Dia dengan tega mempermainkan hati Zenaya dan menginjak-injak harga dirinya dalam sebuah pertaruhan konyol.
Luka yang diberikan Reagen membuat Zenaya berbalik membencinya. Rasa trauma yang diberikan pria itu membuat Zenaya bersumpah untuk tak pernah lagi membuka hatinya pada seorang pria mana pun.
Lalu, apa jadinya bila Zenaya tiba-tiba dipertemukan kembali dengan Reagen setelah 10 tahun berpisah? Terlebih, sebuah peristiwa pahit membuat dirinya terpaksa harus menerima pinangan pria itu, demi menjaga nama baik keluarga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim O, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 : Tunangan?
Seorang wanita cantik berpakaian anggun terlihat berlari terburu-buru menyusuri lobby rumah sakit. Dia bahkan sampai menerobos masuk ke dalam lift yang nyaris penuh.
"Tolong lantai lima!" pinta wanita cantik itu pada salah seorang pengunjung yang berdiri dekat tombol. Matanya menatap cemas layar monitor lift, berharap segera sampai di lantai yang tersebut.
"Di mana kamar Reagen Aaron Walker?" tanya wanita itu ketika sudah tiba di nurse station lantai lima.
Seorang perawat terperangah memandangnya lalu kemudian menunjuk lorong mewah yang berada di sebelah kiri si wanita.
"Hei, dia Natalie 'kan?" tanya si perawat.
"Iya." Jawab perawat lain yang juga memandangi kepergian Natalie.
Di sepanjang lorong terdapat beberapa kamar perawatan kelas atas di sana dan salah satunya adalah ruang perawatan yang ditempati oleh Reagen. Saat tiba di dalam mata Natalie sontak terbelalak, ketika mendapati Reagen tengah belajar berdiri dengan bantuan lengan Bryan.
"Rey!" teriaknya.
Reagen menoleh ke arah pintu. "Natalie," sapanya ramah.
Natalie segera berlari dan memeluk pria itu hingga membuatnya nyaris terhuyung.
"Ups!" Reagen dengan sigap menahan pinggang ramping Natalie. "Kamu sudah pulang syuting?"
Natalie menelisik keadaan Reagen dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dia sama sekali tidak berniat menjawab pertanyaan yang diajukan pria itu.
"Bagaimana keadaan kaki dan tanganmu? Apa kamu benar sudah baik-baik saja? Mengapa hanya dirawat di ruang VVIP? Rumah sakit ini memiliki ruangan president suite, pelayanannya jauh lebih baik!" Wanita itu malah memberondong Reagen dengan macam berbagai pertanyaan.
"Wow, relax girl, Rey baru saja selesai terapi dan harus beristirahat," tukas Bryan.
Reagen tersenyum kecil. "Sama saja." Jawabnya. "Keadaanku pun sudah mulai pulih."
Natalie menganggukan kepalanya dan kembali memeluk Reagen, sebelum kemudian membantu pria itu untuk berbaring di ranjang.
Natalie yang kini berprofesi sebagai seorang aktris memang tengah disibukkan dengan berbagai macam kegiatan. Wanita itu bahkan baru saja mendarat setelah sepuluh hari syuting di luar kota. Oleh sebab itu, dia baru bisa menemui Reagen.
Bryan sendiri juga sama sibuknya dengan Natalie. Pengacara itu sedang fokus menangani kasus besar yang menimpa salah seorang politikus ternama.
Ketiganya lalu berbincang santai mengenai kondisi Reagen. Syukurlah Reagen sudah diperbolehkan pulang keesokan harinya dan hanya akan menjalani rawat jalan sekaligus fisioterapi seminggu empat kali.
Menurut dokter John, masa pemulihan tubuh Reagen memang terbilang cukup cepat. Mungkin dalam waktu dua sampai tiga bulan dia sudah bisa beraktifitas normal kembali.
Reagen pun mendesak sang ayah untuk bisa langsung bekerja sepulangnya dari rumah sakit, meski harus tetap berada di kursi roda untuk sementara waktu.
Bryan hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Sahabat kentalnya itu memang dikenal sebagai workaholic. Bryan bahkan pernah mengatakan, jika Reagen baru mau berhenti bekerja bila dia koma atau meninggal dunia.
"Benar-benar cuma koma dan mati saja yang dapat membuatmu berhenti memikirkan pekerjaan!" celetuk pria itu sadis.
Reagen tertawa, sementara Natalie menghardik Bryan keras seraya melempar sebuah kotak tisu ke arahnya.
Bryan berhasil menghindar.
Tidak lama kemudian Grace tampak memasuki ruangan Reagen. Hampir setiap hari sebelum makan siang, Grace selalu menyempatkan diri menemui para pasiennya di luar jam visite. Itulah mengapa dia menjadi salah satu dokter terbaik di rumah sakit ini.
"Bagaimana kabar Anda, Tuan Reagen?" tanya Grace formal. Walau keduanya merupakan teman semasa SMA, tapi tetap saja Grace harus bersikap profesional. Terlebih saat ini pria itu sedang bersama dengan orang lain.
"Rey saja, Grace," pinta Reagen.
Grace mengerling pada Bryan dan Natalie.
Seakan memahami arti tatapan Grace, Reagen pun tersenyum. "Kamu kenal mereka." Reagen mengalihkan pandangannya pada Bryan dan Natalie. "Bryan, Natalie, ini Grace, salah satu dokter yang menanganiku. Kalian pasti sudah mengenalnya."
Bryan mengernyitkan dahinya, mencoba menelisik penampilan Grace dengan saksama dari atas ke bawah, sedangkan Natalie memandang wanita itu dingin.
"Grace Arcelia!" pekik Bryan seketika.
"Bryan?" Grace tak kalah terkejut. Matanya kemudian bergulir pada Natalie. "Natalie?"
Natalie tersenyum dingin. "Rupanya kamu masih mengenaliku." Wanita itu dengan sombong melipat kedua tangan di dadanya.
Grace bersumpah ingin sekali menghajar wanita sombong itu menggunakan stetoskop miliknya. Grace jadi menyesali dirinya yang telah menyapa Natalie duluan.
Bryan mencoba mengalihkan perhatian Grace dan meminta wanita itu untuk tidak mengambil pusing atas sikap menyebalkan Natalie.
Suasana yang sempat tegang sesaat seketika mencair setelah Bryan mengajak mereka berbincang santai. Tepatnya hanya Bryan, Grace, dan Reagen saja yang saling berbincang, sementara Natalie lebih senang memperhatikan Reagen sembari sesekali menatap Grace sinis.
Dalam hati Natalie tidak menyangka akan pertemuannya dengan sahabat dari Zenaya itu. Dia tahu betul rumah sakit ini merupakan milik keluarga Zenaya, tetapi bisa bertemu dengan orang terdekat Zenaya membuat dirinya merasa sangat tidak nyaman.
...***...
"Pagi menjelang siang, Bu," sapa Adel ketika Zenaya tiba di nurse station lorong VVIP.
Zenaya tersenyum seraya menjawab sapaan tersebut. "Ke mana dokter Grace? Aku mencari ke ruangannya tapi tidak ada."
"Oh, seperti biasa Bu, dokter Grace sedang menemui pasien. Sekarang Beliau sedang berada di kelas VVIP." Jawab perawat bernama Adel itu.
Zenaya berterima kasih padanya lalu berjalan memasuki lorong VVIP. Lantai lima memang diperuntukan khusus untuk kelas perawatan teratas, seperti VVIP ini dan President Suite yang berada persis di seberangnya.
Biasanya Grace akan selalu datang ke ruangan Zenaya saat jam makan siang, tetapi kini dia berinisiatif menemui sahabatnya duluan.
Zenaya menghentikan langkahnya begitu melihat papan nama kecil yang ada di depan salah satu pintu ruangan VVIP.
Reagen Aaron Walker
Bersamaan dengan itu terdengar suara Grace dan beberapa orang di sana sedang berbincang-bincang.
Zenaya diam-diam mengintip dari balik kaca pintu. Tampak ada seorang wanita cantik nan seksi, serta seorang pria yang sedang berbincang dengan race dan Reagen.
Zenaya sedikit tersentak saat mengetahui siapa wanita tersebut. Siapa lagi kalau bukan Natalie yang saat ini memang sering wara-wiri di televisi.
"Baiklah, kalau begitu aku pamit dulu ya?"
Zenaya bisa mendengar suara Grace.
"Oke. Jadi tunanganku benar baik-baik saja 'kan, Dokter Grace?" Dengan nada penuh kesombongan Natalie sengaja bertanya sambil menekankan kata 'tunanganku' pada Grace.
Pertanyaan yang dilontarkan Natalie kontan saja membuat Grace terkejut. Zenaya yang mendengar pertanyaan itu dari balik pintu juga tak kalah terkejutnya dengan Grace.
Mendadak tangan Zenaya terasa dingin. Ternyata penantian Natalie selama ini tidak sia-sia. Mereka berdua rupanya sudah bertunangan.
Sekelumit perasaan tak nyaman hadir memenuhi dada Zenaya. Bagaimana tidak, pria itu telah bertunangan dengan wanita lain, tetapi malah berani mengungkit masa lalu mereka dengan dalih meminta maaf.
Zenaya mengepalkan tangannya. Reagen sama sekali tidak berubah.
Terlalu muak berada di tempat itu, Zenaya pun memutuskan pergi.
Beberapa detik kemudian Grace keluar dari ruang perawatan Reagen. Wanita itu sama sekali tidak tahu harus bereaksi seperti apa ketika mendengar penuturan Natalie soal hubungannya dengan Reagen. Namun, yang jelas ada sedikit kemarahan terpancar di wajah cantiknya.
"Aku mencintainya, Grace!"
Perkataan yang sempat terucap dari mulut Reagen kini bagaikan omong kosong belaka. Buat apa pria itu mengakui perasaannya jika ternyata dia telah bertunangan dengan wanita lain?
Grace jadi semakin yakin bahwa perasaan Reagen pada sahabatnya itu bukanlah cinta, melainkan hanya seonggok perasaan bersalah atas apa yang telah terjadi dulu. Beruntung Zenaya tidak pernah menanggapi Reagen. Zenaya tidak perlu terluka lebih dalam lagi.
Grace menggertakkan giginya sambil bersumpah akan menghajar Reagen, jika mereka bertemu di luar rumah sakit.